Skip to main content

Walau Bekas Tetap Diminati


BATAM, HALUAN

Peminat pakaian bekas tidak hanya berasal dari masyarakat dengan perekonomian pas-pasan, tetapi juga dari masyarakat yang tingkat perekonomiannya tergolong menengah ke atas. Kualitas pakaian menjadi poin penting pada pakaian-pakaian ‘impor’ dari negara tetangga ini.

Seperti yang dituturkan Wati, seorang ibu rumah tangga yang kerap membeli pakaian bekas di pasar tersebut. Baginya, jika telaten memilih pakaian di pasar second akan memperoleh kualitas pakaian yang setara dengan pakaian yang dijual di butik.

“Hanya saja baju-baju ini sudah dipakai oleh orang sana,” kata Wati, Minggu (3/4) lalu sambil melipat beberapa baju.

Hal ini dibenarkan Ance, penjual pakaian second di pasar itu. Ia memiliki beberapa pelanggan yang perekonomiannya menengah, namun begitu suka berbelanja baju second di tempatnya. Tidak jarang pula pelanggan ibu dua anak ini datang dari Medan, Bukittinggi yang kemudian menjual lagi pakaian-pakaian second tersebut.

“Kadang mereka jual di butik-butik mereka,” cerita perempuan asal Medan.

Ance membeli pakaian-pakaian bekas ke penggrosir di pasar tersebut. Harga per karung pakaian orang dewasa Rp 360 ribu, sedangkan pakaian anak-anak seharga Rp 350 ribu per karung.

Dikatakan Ance, pakaian yang dibelinya tidak selalu pakaian bagus dan layak pakai. Namun, jika tak ingin rugi, ia harus menjual semua pakaian tersbeut dengan harga beragam. Biasanya ia menjual pakaian tiga helai seharga Rp 10 ribu namun kadang melihat kondisi pakaian.

“Pakaian yang kurang bagus saya jual saja seribu atau dua ribu per helai,” kata Ance sambil menyuapi anaknya.

Ance mengaku, dari hasil penjualan pakaian bekas, ia mampu memenuhi kebutuhan keluarga dan anak-anaknya.

“Ya cukuplah buat hidup sekeluarga,” jelas Ance sambil tertawa.

Tak hanya Ance, Yenti pun demikian. Pedagang tas dan sepatu bekas ini harus pintar-pintar menjual barang-barang yang dibeli per karung tanpa mengetahui kualitas barang sebelumnya. Ia tidak mematok harga khusus, namun melihat kondisi barang dan kemampuan tawar pedagang.

“Pembeli bebas memilih dan kemudian dipikirkan berapa harga-harganya,” jelas perempuan asal Padang Pariaman, Sumatera Barat ini.

Setiap hari perempuan 28 tahun ini memperoleh penjualan sekitar Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta. Penjualan akan lebih banyak pada akhir pekan dan tanggal merah.

“Sabtu dan Minggu biasanya ramai,” jelas Yenti pada Haluan Kepri.

Tidak hanya Ance dan Yenti beserta suami mereka masing-masing yang menggantungkan hidup di pasar ini, masih ada ratusan pedagang barang-barang bekas yang memenuhi pasar Afiari Second ini.

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Kado Setelah Ujian Skripsi

Tak terasa sudah lebih tiga tahun menggeluti Program Studi Sastra Indonesia di salah satu kampus negeri kota Padang ini. Pada hari itu, Rabu, 20 Juli 2011, sekitar pukul 08.00 waktu setempat, saya mulai mempertanggungjawabkan tugas akhir atau skripsi yang saya buat di depan para penguji, baik yang bergelar professor, doctor, dan seterusnya. Memakan waktu sekitar 2 jam, saya mati-matian mempertahankan teori dan interpretasi saya mengenai gender dan feminisme di depan penguji. Alhamdulillah, saya dinyatakan lulus oleh professor yang membimbing tugas akhir saya di kampus. Sebelumnya, Selasa malam, saya menerima pesan pendek dari Panitia Lomba Menulis tentang Bung Hatta yang diadakan oleh Perpustakaan Proklamator Bung Hatta Bukittinggi sekitar sebulan lalu, Juni 2011. Isi pesan itu, saya disuruh mengecek siapa saja yang beruntung menang dalam perlombaan tersebut, ada yang terpampang di home page nya ataupun terpampang di Harian Umum Singgalang pada Rabu itu. Ya, karena cukup sibuk memper...

Gilby Mohammad