Skip to main content

Furniture Jepara Lebih Diminati Menjelang Lebaran


BATAM-Penjualan furniture seperti kamar set, kichen set, meja tamu, berbagai model lemari, dan lainnya lebih ramai menjelang hari-hari besar keagamaan seperti lebaran, Natal, dan lainnya. Daya beli masyarakat terhadap perabot cenderung menurun seiring meningkatkan kebutuhan primer.

Hal ini dikatakan Lina, Sales Promotion Girl Tabita Furniture di Mega Mall, Kota Batam. Ia mengeluhkan daya beli masyarakat terhadap produk Jepara atau kayu jati yang menurun. Menurut Lina, walaupun di Mega Mall hanya ada Tabita Furniture, tetap saja kebutuhan masyarakat akan furniture tergantung waktu tertentu.

"Pembeli berbelanja tak tetap. Ada per hari dan ada pula per minggu" jelasnya, Kamis (7/4) lalu. Tabita Furniture ini juga membuka cabang di Nagoya Hill. Pelanggannya lebih banyak dari karyawan atau orang-orang Pemerintahan Kota Batam yang lebih tertarik dengan produk Jepara.

Tabita Furniture menyediakan berbagai perabot seperti kamar set, kursi tamu, kursi makan, lemari, dan lainnya. Semua perabot itu didatangkan langsung dari Jepara dengan bahan kayu jati. Harga furniture yang ditawarkan mulai dari harga Rp 3 juta hingga Rp 22 juta. Semua furniture itu bisa diperoleh dengan membeli lunas atau kredit yang dibantu oleh Adira Kredit.

"Kredit minimal selama enam bulan dan maksimal selama dua tahun," terang Lina.

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Review Encoding/Decoding by Stuart Hall

Stuart Hall mengkritik model komunikasi linear (transmission approach) –pengirim, pesan, penerima- yang dianggap tidak memiliki konsepsi yang jelas tentang ‘momen-momen berbeda sebagai struktur relasi yang kompleks’ serta terlalu fokus pada level perubahan pesan. Padahal dalam proses pengiriman pesan ada banyak kode –pembahasaan- baik yang diproduksi (encode) maupun proses produksi kode kembali (decode) sebagai suatu proses yang saling berhubungan dan itu rumit. Proses komunikasi pada dasarnya juga berkaitan dengan struktur yang dihasilkan dan dimungkinkan melalui artikulasi momen yang berkaitan namun berbeda satu sama lainnya –produksi, sirkulasi, distribusi/konsumsi, reproduksi (produksi-distribusi-reproduksi). Landasan Hall atas pendekatan ini adalah kerangka produksi komoditas yang ditawarkan Marx dalam Grundrisse dan Capital, terminologi Peirce tentang tanda (semiotic), serta konsep Barthes tentang denotatif dan konotatif yang bermuara pada ideologi (denotative-connotative-id...

Review The Commodity as Spectacle by Guy Debord

Menurut Debord sistem kapitalisme yang mendominasi masyarakat menciptakan kesadaran-kesadaran palsu para penonton atau audiens untuk memenuhi segala bentuk kebutuhan, baik berupa barang (komoditas) ataupun perilaku konsumtif. Kesadaran palsu ini dibangun melalui citra-citra yang abstrak atau bahkan irrasional, yang dianggap rasional oleh penonton, sebagai bentuk pengidentifikasian diri dalam relasi sosial. Relasi sosial ini bergeser jauh dan dimanfaatkan oleh era yang berkuasa sebagai komoditas dalam dunia tontonan. Kaum kapitalis mempunyai kontrol yang kuat atas apapun termasuk mampu mengubah nilai-nilai personal menjadi nilai tukar. Hal ini sejalan dengan otensitas kehidupan sosial manusia, dalam pandangan Debord, telah mengalami degradasi dari menjadi (being) kepada memiliki (having) kemudian mempertontonkan (appearing). Ketiga aspek ini selalu dikendalikan atau disubtitusikan dengan alat tukar yakni uang. Ketika ketiga aspek ini tidak terpenuhi, penonton tidak hanya terjajah (he...