Skip to main content

Kisah 95 Kali Pendonor Darah


“Saya Itu Mirip SBY, dan Mau Ketemu Dia”

“Kata orang saya ini mirip SBY. Kata-kata ini pun menguatkan tekad saya ingin jumpa SBY dengan telah 100 kali mendonorkan darah kepada PMI,” kata Budi Yuwono, membuka percakapan dengan Haluan Kepri, Rabu (20/4) kemarin setelah mendonorkan darahnya di Galeri PT. Indosat Area Rikep Batam, Baloi, Kota Batam.

Budi, begitu akrabnya, memiliki kisah unik tersendiri dengan hobi mendonorkan darah kepada orang-orang. Sejak menginjak kelas dua Sekolah Menengah Pertama, dia telah mulai mendonorkan darah golongan O nya kepada rumah sakit. Khusus untuk Budi yang waktu itu baru berusia belasan tahun, ia tergolong pendonor darah emergency, karena hanya sewaktu-sewaktu jika keadaan genting.

“Tahun 1976 itu, saya mendonorkan darah jika keadaan sudah gawat darurat saja, mengingat usia saya masih belasan,” akunya.

Memang, lanjutnya, salah satu faktor terbesar awal mula ia mendonorkan darah adalah keinginan agar bisa membantu orang-orang yang kekurangan darah waktu itu. Dorongan yang berawal hanya keinginan ini pun berubah menjadi candu bagi salah satu anggota Pemadam Kebakaran Yudha Brama Jaya, Kota Batam ini. Setiap tiga bulan sekali, ia pun mendonorkan darahnya kepada PMI terdekat.

“Saya itu nyandu mendonorkan darah lho mbak. Kalau tak donor, malah bisa pusing,” ceritanya dengan medok Jawa.

Selain keinginan membantu orang-orang, ia mengaku waktu kecil tergolong anak sehat dengan ukuran tubuh lebih besar dari anak-anak kebanyakan, gemuk. Kegemukan masa kecil ini pun ternyata menghantarkan Budi sebagai pendonor darah. Tak jarang pula ia harus keluar malam-malam meninggalkan rumah dan mendonorkan darahnya.

“Macam-macam kisah ketika saya mendonorkan darah. Namun, setelah mendonorkan darah saya senang dan bangga,” pungkasnya.

Karena kecanduan mendonorkan darah, beberapa penghargaan telah diraihnya. Ketika Indosat Batam mengadakan donor darah dalam rangka menyambut Hari Kartini, 21 April, bapak tiga anak ini pun ambil tempat sebagai pendonor. Hingga saat ini Budi telah mendonorkan darahnya sebanyak 95 kali sejak SMP kelas 2, puluhan tahun lalu.

“Tinggal lima kali donor lagi, Insyallah saya jumpa Pak SBY,” harapnya sembari memperlihatkan kartu donor darah yang telah diberi stempel dari PMI.

Seperti biasanya, setiap pendonor darah yang telah mendonorkan darahnya sebanyak 100 kali, pendonor akan diberi penghargaan dan berkesempatan berjumpa dengan presiden Republik Indonesia atau RI 1. Hal ini pun menguatkan tekad lelaki asal Malang, Jawa Timur ini berjumpa dengan RI 1, Susilo Bambang Yudoyono atau SBY.

Namun, ia mengaku tak kecil hati jika tak sempat bertemu dengan SBY esok hari. Baginya, ia hanya bisa berusaha dan selalu mendonorkan darahnya. Harapan berjumpa SBY hanya sebagai penyemangat menggenapkan 100 kali donor darah.

“Kalau tak sempat ya tak apa-apa. Mungkin saya bisa jumpa RI 1 lainnya. Yang jelas saya harus mendonorkan darah saya, agar saya tetap sehat,” lanjut lelaki yang mempersunting gadis Melayu ini.

Agar lelaki 52 tahun ini tetap fit menjalankan segala aktivitas dan bisa kembali mendonorkan darah, ia tak main-main dalam menjaga kesehatan tubuhnya. Setiap hari, sang istri selalu menyediakan makanan berbau daging atau ikan di rumah. Persediaan daging ini berpengaruh terhadap kesehatan Budi, sebagai pendonor darah.

“Jika tak ada ikan atau daging di rumah, wah saya bisa pusing,” kata Budi sembari menggeleng lemah.

Karena kebiasaan banyak makan daging dan ikan, ia pun tergolong lelaki bertekanan darah tinggi. Namun, kondisi ini tidak menyebabkan ia sakit-sakitan. Dengan selalu berolah raga dan mendonorkan darah, ia bisa mengatasi semua itu. Kesehatan merupakan kunci utama bagi pendonor darah sebelum menyumbangkan darah kepada orang lain.

“Setiap tiga bulan atau dua setengah bulan sekali, saya selalu mendonorkan 300 cc darah saya kepada orang lain. Dengan begitu justru saya merasa lebih sehat dan awet muda,” jelasnya disusul tawa renyah.
Sebagai pendonor darah, ia kerap mengajak orang lain agar berani dan sedia mendonorkan darah pula untuk orang-orang yang membutuhkan. Pendonor darah tidak hanya dianggap orang mulia yang sedia berbagi darah pada orang lain, tetapi manfaatnya jauh lebih besar bagi diri sendiri.

“Pendonor darah itu pasti akan tambah sehat dan hidup jauh lebih berarti,” tutup alumnus Teknik Tekstil, Universitas Islam Indonesia, Jogjakarta ini.

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Review Encoding/Decoding by Stuart Hall

Stuart Hall mengkritik model komunikasi linear (transmission approach) –pengirim, pesan, penerima- yang dianggap tidak memiliki konsepsi yang jelas tentang ‘momen-momen berbeda sebagai struktur relasi yang kompleks’ serta terlalu fokus pada level perubahan pesan. Padahal dalam proses pengiriman pesan ada banyak kode –pembahasaan- baik yang diproduksi (encode) maupun proses produksi kode kembali (decode) sebagai suatu proses yang saling berhubungan dan itu rumit. Proses komunikasi pada dasarnya juga berkaitan dengan struktur yang dihasilkan dan dimungkinkan melalui artikulasi momen yang berkaitan namun berbeda satu sama lainnya –produksi, sirkulasi, distribusi/konsumsi, reproduksi (produksi-distribusi-reproduksi). Landasan Hall atas pendekatan ini adalah kerangka produksi komoditas yang ditawarkan Marx dalam Grundrisse dan Capital, terminologi Peirce tentang tanda (semiotic), serta konsep Barthes tentang denotatif dan konotatif yang bermuara pada ideologi (denotative-connotative-id...

Review The Commodity as Spectacle by Guy Debord

Menurut Debord sistem kapitalisme yang mendominasi masyarakat menciptakan kesadaran-kesadaran palsu para penonton atau audiens untuk memenuhi segala bentuk kebutuhan, baik berupa barang (komoditas) ataupun perilaku konsumtif. Kesadaran palsu ini dibangun melalui citra-citra yang abstrak atau bahkan irrasional, yang dianggap rasional oleh penonton, sebagai bentuk pengidentifikasian diri dalam relasi sosial. Relasi sosial ini bergeser jauh dan dimanfaatkan oleh era yang berkuasa sebagai komoditas dalam dunia tontonan. Kaum kapitalis mempunyai kontrol yang kuat atas apapun termasuk mampu mengubah nilai-nilai personal menjadi nilai tukar. Hal ini sejalan dengan otensitas kehidupan sosial manusia, dalam pandangan Debord, telah mengalami degradasi dari menjadi (being) kepada memiliki (having) kemudian mempertontonkan (appearing). Ketiga aspek ini selalu dikendalikan atau disubtitusikan dengan alat tukar yakni uang. Ketika ketiga aspek ini tidak terpenuhi, penonton tidak hanya terjajah (he...