Skip to main content

Posts

Showing posts from 2009
Memungut di Lumbung Ilmu Oleh Adek Risma Dedees Tak malu-malu mereka kembali memilih dan mengambil barang-barang bekas orang-orang minum tersebut di sekitar kampus. Sambil bercakap-cakap sesekali diselingi gelak tawa, dua bocah umur belasan ini sigap menjangkau apa saja yang ia temukan dan dikira dapat dijual. Di bawah gedung bertingkat yang megah ini, walau sedang dalam tahap perbaikan akibat gempa tempo lalu, dua putri dari daerah Gunung Pangilun ini terengah-engah memikul tiga kantong cukup besar di paundaknya. Sekitar lima kilogram berat masing-masing kantong yang dibawanya. Begitu rutinitas Riri dan Ija setiap hari. Budak kecil ini setiap hari sepulang sekolah rutin mengais-ngais rezeki dari sisa bekas minuman orang lain di sekitar daerah tersebut. Mengumpulkan gelas-gelas plastik bekas minuman. Kawasan mereka beroperasi biasanya sepanjang daerah Alai sampai Gunung Pangilun, kota Padang. Pukul tiga sore mereka mulai menemukan benda-benda yang bisa menjadi hak mereka. Waktu itu h
Cerita Saya dengan Novel Urang Awak Beragam kegiatan ditawarkan dalam sebuah sekolah ke setiap muridnya, mampu membawa mereka pada keterampilan yang beraneka macam pula. Keseimbangan ilmu pengetahuan, katakanlah hapalan dan saintis, dipadukan dengan keterampilan yang lebih banyak mengasah otak kanan, cara baru dalam melahirkan generasi muda yang lebih dinamis dan kompeten. Tidak hanya itu, ketekunan, kesungguhan dalam menggali ilmu, dibumbui dengan aturan dan disiplin yang tegas serta sanksi yang mendidik tak kalah pentingnya. Ditambah keikhlasan murid diajar dan keikhlasan guru mengajar, konsep ini yang semakin menggaungkan ‘man jadda wajada’ dalam novel best seller Negeri 5 Menara ini. Demikian Ahmad Fuadi, sang yang punya ide, memaparkan bagaimana kehidupan Alif dan kelima temannya di Pondok Madani, salah satu pesantren khusus putra di Jawa Timur. Menuntut ilmu jauh-jauh dari salah satu kampung kecil di pinggir danau Maninjau, Sumatra Barat, menyeberang lautan hanya untuk memenuhi
Kepada Perempuan dan Hujan Tak rambut yang kau sisir saat mentari memancar Tak pula konde yang kau lirik diramainya majelis Tapi coba kau bumbun lili di pagar belakang Mekarnya dapat redakan isak si upik sayang Oiii.. upik yang rindu pada hujan Jejak kecilmu gemericik dicelah genangan Lekaslah naik dan terbang ke pangkuan Karena rembulan sebentar lagi kan terbenam Oiii.. upik yang rindu pada hujan Tak guna bermain lilin di buaian Panasnya kan rayapi jemari kepalan Hingga gelak deraimu redup mendiam Adek Risma Dedees Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia BP 2007
Dalam Renungan Kita Berbagi Oleh Adek Risma Dedees Pentas itu dipenuhi onggokan-onggokan benda yang beragam ukuran dan bentuk. Ada bulat, persegi, panjang, dan beberapa kardus-kardus bekas meramaikan panggung itu. Kotak yang menyerupai televisi, bertuliskan pascagempa, beberapa batuan beton, sisa-sisa reruntuhan, serta sebaskom air kekuningan bercampur tanah, juga menghiasai Laga-laga Taman Budaya, Padang, Sumatra Barat malam itu. Tiba-tiba tiga orang memasuki panggung, bertelanjang dada, dan menggiring sesuatu yang bergerak-gerak di dalam karung biru muda yang terikat, tampaknya kuat sekali. Dua lelaki lainnya langsung meninggalkan panggung. Sedangkan yang satu tinggal dan mamatut-matut benda, yang entah apa isinya, itu dengan sangat tenang. Tidak lama karung itu ia tinggalkan dan menuju kotak menyerupai benda yang bisa memuat gambar apapun bergerak secara sempurna. Duduk rapi di dalamnya. Ayunan musik mulai meramaikan pendengaran penonton. Mungkin, banyak di antara penonton, tidak
Lagu Sore di Kampus Selatan Kelahiran karya sastra anak nagari (Sumatra Barat) dari A. Fuadi sontak tidak hanya membuat urang awak ranah Minang berdecak kagum, namun juga masyarakat Indonesia secara universal. ‘Negeri 5 Menara’ begitu tulisan besar-besar tertulis di bagian depan sampul buku ini. Karangan yang bertema pondok pesantren ini menyajikan bacaan yang tentunya beda dari bacaan kebanyakan. Setting pendidikan pun masih menjadi pilihan novel, mungkin sekitar lima tahun mendantang akan terus menjadi buah ‘bibir’ masyarakat. Kampus Selatan Universitas Negeri Padang (UNP) tepatnya Fakultas Bahasa Sastra dan Seni (FBSS) mengajak mahasiswanya, beramai-ramai memecahkan tendens yang disampaikan oleh anak Maninjau ini. Melalui tokoh-tokohnya, Alif, Raja, Dulmajid, Baso, dan Said, tergambarkanlah sekaligus mewakili keinginan dan cita-cita kebanyakan anak bangsa. Beragam cara yang mereka lakukan hingga suatu hari, setelah tidak di pondok lagi, mereka kembali bersua di negeri yang sama s
Peran Mamak dan Seni Berpakaian Keponakan Maraknya anak-anak minang, baik si bujang maupun si gadis, mengenakan pakaian ala orang berenang di kolam renang semakin ‘menyilaukan’ mata. Celana pendek di atas lutut dengan warna-warni pelangi, atasan Tank Top (katebe, dalam bahasa urang awak) semakin diminati. Padahal norak, namun biasanya cepat-cepat disanggah ketinggalan mode tuh, jika tak mengikuti. Fenomenanya, coba perhatikan di pusat perbelanjaan kota Padang. Di salah satu mall, tak sedikit kita menjumpai anak muda minang memakai pakaian seperti ini, dan biasanya lebih banyak oleh si gadis. Hal ini tidak hanya di mall, di pasar tradisional Pasar Raya pun tak susah menemukan gadis dengan penampilan serupa. Budaya ‘baru’ sekarang aneh. Memperlihatkan paha putih, lengan tangan atas, atau malah ketiak, mendapat tempat di hati remaja. Budaya ini menyusup seiring dengan menyebarnya virus kegandrungan terhadap sinetron. Gaya baru dan style banget sekarang memakai celana pendek, baju pas-pasa
Persma Sebagai Entitas Masyarakat Ilmiah Kampus Pers Mahasiswa (Persma) adalah salah satu corong bagi mahasiswa untuk lebih menyuarakan suara mereka kepada para birokrat dan antek-anteknya. Peran persma tidak terlepas dari bagaimana pengaktualisasian diri masyarakat lingkungannya. Jika pada media umum, pers lebih terkenal sebagai pilar keempat dari elemen-elemen demokrasi, begitu juga dengan persma dalam lingkup kampus sebagai sebuah miniatur negara. Persma pun juga berperan besar dalam perjalanan kekuasaan lembaga mahasiswa. Karena bagaimanapun, ingat, persma tidak hanya berkutat pada pemberitaan, namun juga sangat mempengaruhi pergerakan mahasiswa. Pers Mahasiswa mengandung dua istilah yang sama-sama ‘berani’ di dalamnya, yaitu pers, dan mahasiswa. Pemahaman pers, mengacu pada teori secara umum yang terpatri dalam Undang-undang Pers Nomor 40 tahun 1999 bab 2 pasal 3 ayat (1) dinyatakan pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol so
Perempuan Bergelombang Kembali kuangkat dan kubersihkan ubi-ubi itu dari gerobak yang disodorkan ayah. Tanaman berkarbohidrat tinggi ini akan diolah menjadi panganan godok. Ibu akan menjualnya besok hari, Minggu pagi di pasar. Sudah beberapa bulan ini setiap Sabtu Minggu aku berkutat di dapur. Menyiapkan berbagai panganan. Mulai dari godok ubi, kacang hijau, bakwan, tahu isi, dan beberapa gorengan lainnya. Usaha ibu yang sudah lima tahun terakhir dilakoninya. Penambah uang dapur, kata ibu pada orang-orang. Aku tak bergabung lagi dengan teman-temannku di los pasar lama, 50 meter dari rumahku. Biasanya aku lebih sering di sana, waktu masih sekolah SMP dulu. Sekarang tidak. Apalagi ke sekolah. Ah itu tak mungkin. “Sudah kau bersihkan ubi itu Mar?” buyarkan lamunku. “Kau ini, pemalas sekali, minta uang kau bergegas. Gadis apa itu,” dengus ayah sambil berlalu dari dapur ke ruang depan. Aku hanya diam. Tak kuidahkan. Aku tahu gaek itu selalu begitu. Kalau tak punya uang lagi, pas
Nasib Baik Tak Pernah Berpihak pada Si Pembual Mungkin slogan demikianlah cocok untuk seorang pembual yang tak pernah habisnya membohongi dan ‘meng-ota-i’ orang lain hanya untuk sekedar hiburan diwaktu senggang. Seringkali seseorang membesar-besarkan sesuatu yang padahal hanya masalah sepele. Hal-hal kecil akan menjadi besar dan mengundang orang lain lebih banyak terlibat dalam masalah yang tidak sewajarnya menjadi wah dan menarik khalayak ramai. Bagi si pembual sendiri, ide untuk membuat suatu lelucon menjadi besar dan dahsyat bukanlah hal yang sulit. Dengan ‘bumbu’ dan ‘mantra’ angek-angek cik ayam persoalan ataupun salah ungkapan dan bicara seseorang bisa menjadi bahan tertawaan sampai sekian waktu. Dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi sebuah pendahuluan yang ‘bagus’ dari awal perkelahian dan pertengkaran antar sesama. Begitulah ulah dari si pembual. Tak pernah kehabisan ide untuk membuat orang lain tertawa sekaligus kesal dan mar
Senja Berselimut Tatkala kata kabut kalbu penuh berlumurkan petaka bohong Kerisauanku pada sejarah terdera sudah Dan kusadari langkah ini berat terseret asa Kereta ku tak mampu lagi bedakan aku dan kamu Tak juga dikenal siapa ia Terlarut dalam mimpi nyata kesemuan hari Jauhnya pergi tak bisa kucegah dengan kecemburuanku Pandangannya mengecil di kelok jalan sepi Tak tampak dalam kesendirian dan semakin kabur dalam benakku Ah…apa daya semua kenang hanya susunan waktu yang lebih cepat dari waktu ini Tak berbeda jika dia alami kenyataan waktu justru tak kenal nurani mana yang ia singgahi Sayang hari ini lebih sore dari hari kemarin dan lampu geladak tak bercahaya lagi ketika kita pernah bercerita tentang senja, waktu, dan lilin
Latah Berbahasa Adek Risma Dedees Semakin banyak penulis memperkenalkan kosa kata baru dalam karya-karya mereka, maka semakin banyak pula terlahirnya manusia-manusia latah, plagiat dan tak bertanggung jawab menggunakan kata-kata tersebut. Kata-kata ‘mewah’ tersebut seolah-olah mampu menyalurkan suatu energi yang akan ‘menyulap’ pendengar atau pemakainya menjadi sosok yang tidak berbeda atau mirip dengan tokoh yang digambarkan mendekati kesempurnaan dalam cerita. Sangat naïf, jika kita lebih percaya dengan kata yang sebatas simbol berbahasa dari pada kekuatan dan kemampuan sendiri. Fenomena nyata di sekeliling kita adalah penggunaan kata ‘mimpi’. Penggunaan kata mimpi mendapat rating tertinggi dalam berbagai diskusi, khusus diskusi mahasiswa. Kata ini pertama sekali lebih dipopulerkan oleh Andrea Hirata sang penulis fenomenal novel Laskar Pelangi. Salah satu kalimat yang sangat digandrungi adalah ‘ Bermimpilah, maka Tuhan akan memeluk mimpimu’ (kurang lebihnya seperti itu), sangat da
Catatan Kuliah Adek Risma Dedees Sstttt…..Diam, Lagi Doa Ni “Jangan ngota lah fren …” Demikian ungkapan seorang teman sambil berbisik ketika sedang mengikuti upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei lalu. Ungkapan itu ia sampaikan ketika pak rektor membacakan pidato resmi Hardiknas. Pidato yang dibacakan rektor memang lebih panjang dari pidato lainnya, misal pidato sambutan pembukaan atau peresmian suatu gedung, dan sebagainya. Tak heran jika hal ini cukup membosankan bagi pendengar, apalagi jika mendapat barisan di bagian ketiga, keempat atau justru di belakang. Penyampaian pidato yang kurang menarik tersebut, bagi mereka, mengundang teman-teman untuk ‘berpidato’ pula di belakang. Apa yang mereka ‘pidatokan’? Beragam. Mulai dari curi-curi pandang pada mahasiswa lain yang tidak hanya beda fakultas tapi juga pada siswa menengah atas yang sejajar barisannya. Sedikit lucu, tapi inilah realnya. Selain itu, memelototi penampilan mahasiswa
Termudah Menjadi Orang yang Gampang Senyum Senyum adalah sedekah. Senyum dapat mencairkan suasana dan mengakrabkan diri dengan orang lain. Tapi kita terkadang agak sulit untuk tersenyum. Terlebih jikaharus foto bersama. Tak peduli wajah anda fotogenik atau tidak, kalau tidak senyum rasanya kurang memikat. Bagaimana caranya agar anda menjadi ornag yang mudah senyum??? Caranya gampang. Lakukan kiat-kiat mudah berikut: 1. bercerminlah 2. lihat wajah anda di cermin 3. bayangkan anda sedang menerima uang, atau berjabatan tangan dengan orang yang anda kenal atau bayangkanlah hal-hal lain yang membuat hati anda merasa senang dan gembira. 4. rasakanlah kesenangan itu hingga wajah anda tersenyum dengan sendirinya. Mungkin anda pernah menerima uang atau hadiah yang membuat hati anda berbunga-bunga. Coba anda ingat, wajah anda langsung tersenyum, bukan??
Sajak Adek Risma Dedees Cerita setangkai mawar putih dan kekalutan Deretan pagar bonsai Luruhkan hatimu ketika laluinya Tiga ramadhan lalu, kau masih bersamaku Hiasai pelupuk matamu nan sayu Ah, kau begitu putih Tuk sebuah pengorbanan Jangankan tangis, matamu tak berbisik lagi Tangan ini, eluskan jenggot bonsai itu pada wajahku Tiga ramadhan lalu, kau masih bersamaku Derai tawa, temani bibirmu Ya, kau begitu putih Tuk sebuah pengorbanan Tinggal kampung ini, ketika kau belakangiku Dan si putih ini, merbaknya merona lagi Cekal tenggorokanku pagi itu Namun roda tak mungkin kuhentikan berputar Ah, biarlah Mati pun aku tlah sendiri Lepaskan Berat, ikhlasnya Lemah, bisikannya Kau jajari keretamu dengan ku Kau kadokan sebuah senyuman iringi jalanku Satu, dua, tiga lamanya Ku mulai enggan bawa keretaku karena kau, bersamamu Ku lepaskan tawaku karena kau, sambutanmu Empat, lima, enam lamanya Awan berirama
Sajak Adek Risma Dedees Hikayat Nenek Tak Bersamar “Tanganmu alirkan semangatku. Mencuat lagi di pagi ini. Lekaslah jalani arung jeram ini. Begitu, jika ingin bebas dari kungkungan. Ya, kehijauan, dan keemasan semburat mentari, hangati jalanmu. Begitu, damainya tanah ini. Kami dekati, kami jamah, dan kami kuasai. Tak kan kami lari dari pekatnya abad ini. Begitu, tetapkan hati”. Beriak awan ini, hingga aku hadir. Tapi tanganku tak mengalir. Sudah kucoba. Sama saja. Semua, lamat-lamat terjeram. Aku terpekik. Sama saja. Kungkungan ini hantarkanku ke sudut tak bertepi. Sama saja. Hingga huruf-huruf tak bermakna. Dan suara tak berkasta lagi. Semakin sama jika kita tak berkaca.
Bunuh Diri, Solusi ‘Cerdas’ yang Tak Pantas Oleh Adek Risma Dedees Baru-baru ini, hampir disetiap media massa baik cetak maupun elektronik, lokal maupun nasional, kembali membahas tragedi pembunuhan dengan cara bunuh diri. Apakah itu dengan gantung diri, seperti yang dilakukan Hendriadi, warga Jorong Gantiang, kenagarian koto Tangah, kabupaten Agam ( Singgalang , Minggu 26/4), memotong urat nadi, meminum racun, melompat dari ketinggian, menusuk bagian tubuh, dan menembak diri, seperti yang dilakukan oleh Kapolsek Padang Utara Ajun Komisaris Polisi Asril Radjam. Ini hanya segelintir dari kasus pembunuhan di sekeliling kita. Belum lagi dari kalangan rakyat biasa, bunuh diri juga sesuatu yang jamak. Namun, karena yang bunuh diri hanya rakyat biasa dan tidak cukup punya nilai berita maka bunuh diri seorang buruh miskin, pemuda yang sedang patah hati atau anak yang gagal masuk universitas tidak begitu menjadi sorotan. Semakin maraknya kasus bunuh diri yang tidak hany

hari yang seksi

Cinta Ala Beli Sepatu Oleh Adek Risma Dedees Banyak fenomena sekarang dalam kehidupan kita yang semakin bergeser kepada hal-hal yang sebenarnya tidak ditemukan oleh leluhur kita zaman tempo dulu. Sebut saja cara berpacaran anak muda. Justru sekarang lebih berani dengan mengatakan cara bercinta. Dasyat dan terlalu berani dengan kata-kata dan kalimat seperti ini. Tulisan ini adalah refleksi pengalaman dari proses pembelajaran penulis di bangku perkuliahan. Salah satu dosen begitu berani ‘menelanjangi’ hobi mahasiswanya tentang kegiatan cinta-cintaan baik di kampus, di kos, di pasar, di bus kota, ataupun di jalan raya. Sang dosen dengan gamblang mengatakan kalau anak muda sekarang tidak kenal dengan kata malu lagi. Malu telah bergeser menjadi kesenangan sendiri-sendiri antar individu. Ya, itulah malu. Malu tidak seperti waktu sang dosen muda dan belum mengarungi bahtera rumah tangga. Malu itu hanya symbol pada waktu ini. Malu ya si malu yang tidak tahu