Skip to main content

Posts

Showing posts from 2011

Perjuangan Ini Masih Diteruskan

‘Untuk Amak dan para perempuan yang semoga masih membaca’ Sekitar 200 (bahkan ribuan) perempuan dari tanah Jawa diberangkatkan ke luar Jawa dan luar Indonesia oleh Pemerintahan Jepang selang waktu Maret 1942- Agustus 1945 dulu. Masa pendudukan Jepang itu, para remaja Jawa yang berusia 14-19 tahun ini dijanjikan akan disekolahkan di Tokyo dan Shonanto, Singapura sekarang. Namun, apa yang terjadinya? Jika kita mengenal istilah Jugun Ianfu (perempuan penghibur), ini lah mereka-mereka itu. Janji manis dari Dai Nippon hanya omong kosong belaka sebagai bentuk ketidakprimanusiaan dan jiwa ksatria mereka yang lembek. Semua itu berawal dari pecahnya Perang Pasifik serta serangan dari Hindia-Belanda membuat Jepang semakin kawalahan. Jika dulu Dai Nippon sengaja mendatangkan perempuan penghibur dari Jepang, Cina, dan Korea untuk para Heiho (serdadu), namun sebagai gantinya gadis Indonesia dipaksa dan diciderai untuk mengambil posisi tersebut. Para remaja ini kebanyakan berasal dari keluarga mene

Angkringan Simbol Maskulinitas

Cara pandang orang-orang Yogyakarta terhadap angkringan tidaklah selalu sama. Angkringan bukanlah semata tempat makan yang menyediakan nasi kucing, goreng tempe, bakwan, bakso tusuk, goreng jangkrik, goreng burung, serta minuman ala kadarnya. Di balik kesederhanaan angkringan, baik tempat dagangan maupun penjual, angkringan menjelma menjadi sebuah ikon yang mungkin tak terduga sebelumnya. Kata seorang teman, di angkringan anda akan merasakan suasana kerakyatan yang begitu kental. Egaliter masyarakat sangat kuat di sini, walaupun mereka hidup di tengah-tengah budaya keraton yang penuh dengan kelas-kelas sosial. Di angkringanlah strata kelas itu melebur, menguap, hingga tak tampak. Dalam konteks ini setiap orang mendekati kelas sejajar, yang termanifestasi dengan sebungkus nasi kucing serta segelas teh angat seharga kurang lebih Rp 2.500. Tak peduli apakah yang makan nasi kucing di sana kaum pekerja menengah, pekerja kasar, mahasisiwa, atau seorang pemilik penerbit ternama di Kota Gud

Keberbedaan Ini Kuteruskan

Jalan panjang ini harus kususuri sendiri. Kesendirian, hanyalah kata absurd yang tak perlu kupanjanglebarkan apalagi untuk dipermasalahkan. Jika ingin, kata itu bisa kaujadikan tameng untuk kau berlindung dan keep going kemana pun kau pergi. Justru sebaliknya, kata itu bisa menjadi bumerang dimana ia akan menggorok lehermu hingga putus dan darahnya membeku seketika. Sadis memang jika kau penjang lebarkan. Namun, dengan kesendirian ini aku justru menemukan perbedaan yang sangat berharga dari fase hidupku kini. Perbeda dari orang-orang yang pernah ditemui sebelumnya ataupun berbeda dari hal-hal yang kuperkirakan akan sama. Sungguh di luar perkiraanku pada perjalanan ini. Perbedaan yang menghantarkan kita pada satu jalur dan beriring bersama memasuki liangnya. Indah memang jika dijalani dengan saling keterbukaan dan aku maupun kamu tahu maksud hati ini, bahwa bukan untuk mencelakaimu. Justru dari sinilah cerita itu bermula. Subuh yang kurasakan ini bukanlah subuh yang biasa. Pada sedin

Generasi Sophisticated Geblek

Fenomena barang canggih (baca; teknologi) baik itu blackberry, tablet, iphone, ipad, dan seterusnya semakin mencabik-cabik kantong kita sebagai anak muda. Kenapa anak muda? Karena anak muda yang paling tidak tahan dengan segala godaan, termasuk godaan barang canggih nan seksi itu. Tidak sedikit anak muda setia mengikuti mode dan tren handphone keluaran terbaru untuk dimiliki, bagaimanapun caranya. Dan tidak sedikit pula yang minder jika hanya memakai handphone yang itu-itu saja sejak beberapa tahun belakangan. Rasanya gimana gitu bawa-bawa handphone yang dilengkapi infra red? Tiba-tiba muka berubah warna mirip hati ayam. Seorang teman bela-belain untuk mendapatkan blackberry dari bapaknya yang berkantung pas-pasan. Sang bapak yang berpenghasilan Rp 3 juta per bulan dengan beban enam mulut yang harus diisi tiga kali sehari, cukup kewalahan memenuhi hasrat itu. Namun, pantang surut merengek kian hari si BB akhirnya dimiliki juga. Tiga pekan kemudian, ternyata si BB hanya digunakan untu

Sejuta Cinta di Sini

Tak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa bantuan dan cinta datang menghampiri kapan dan dimana saja kita berada. Tak terduga-duga, dari sahabat kecil, sahabat baru, teman baru, dan dukungan dari orang-orang yang sangat mencintai serta dicintai. Cinta itu datang bercucuran bak hujan di sore hari. Silih berganti dalam berbagai model dan bentuk. Awalnya sangat tidak percaya, namun kemudian cinta menghampiri setiap detik dan hari yang kita jalani. Tak kenal lelah dan tak kenal waktu. Kapan cinta datang maka berbunga-bungalah hati. Kapan cinta mampir maka serasa damai dan sejuknya bumi ini. Kapan cinta datang, oh karunia-Mu memang di luar kemampuan kami. Begitulah cinta menghampiri setiap detik perjalanan hidupku di kota ini. Mencari peruntungan, ada saja sahabat kecil dan sahabat baru yang menghampiri biasa yang memberi jalan dan kenalan untuk lebih bermanfaat di sekitar lingkungan kita. Mencari makanan enak, lagi, ada saja para sahabat yang meluangkan waktu dan tenaga berkunjung kian kem

Gemes Itik

Terbang

Merantau Itu Seperti Minum Air Seteguk Demi Seteguk

Bagaimana saya bisa menyabaikan betapa merantau sangat menarik hati, sesuai dengan cerita panjang lebar betapa negeri rantau itu sangat mengasyikkan dari mulut ke mulut orang rantau yang pulang ke kampung halaman. Hal ini pulalah yang dinasbihkan oleh Abak (alm) dan Amak yang sepertinya tak kenal lelah. Mereka, sepasang suami istri dengan empat buah hati,diboponglah merantau merantau ke negeri yang belum pernah mereka jejaki sebelumnya. Sangat menantang dan kemudian dapat digolongkan kepada pasangan muda yang sangat berani sekali tentunya. Ini cerita tantang kedua orang yang sangat mengisnpirasiku. Sekarang, giliranku. Abak (alm) tak banyak meninggalkan warisan untuk Amak dan keempat kami beradik kakak. Beliau meninggalkan rumah permanen, kendaraan, usaha berdagang,serta semangat yang sangat susah untuk diredupkan, perihal bagaimana melihat hidup di dunia fana ini. Dan aku mencoba menuruni segala sesuatu semangat yang telah ditransfer oleh Abak(alm) dan Amak kepada anak-anak yang s

Keringnya Ladang Nurbaya

Di musim rintik-rintik, sedari pagi, tengah hari, hingga malam menjelang, Nur hanya berputar-putar di dalam rumahnya yang seluas lapangan bola kaki. Perempuan muda itu tak terbiasa dengan gerimis. Ke kandang kambing belakang ia pun tak kuasa. Takut butiran-butiran bening itu menghujani kepalanya. Ia bisa terbaring berbulan-bulan, karena didera influenza dan menggigil. Dan ini bisa membuatnya mati. Tapi ia tak sanggup mendengar embikan kambing-kambing yang sejak gadis ia pelihara. Kambing-kambing itu telah seperti anak-anaknya. Saban hari, setelah suaminya ke kantor kelurahan, segera ia berkutat dengan kambing-kambing itu. Kambing itu sudah ia pelihara sudah tujuh tahun. Jumlahnya enam ekor, semua jantan. Modal membeli kambing ia dapatkan ketika bekerja di luar negeri. Ia dikontrak menjadi pembantu rumah tangga di Singapura selama lima tahun. Bersama Wati, Idah, dan Lela mereka mengenyam hidup sebagai buruh migran di negeri orang. Separuh gajinya ia kirimkan pulang kampung melalui we

Perempuan dan Masa Depan Indonesia

Berbicara tentang kebangkitan bangsa Indonesia berarti berbicara tentang kondisi nyata bangsa saat ini kemudian menyiapkan strategi-strategi jitu untuk menghadapi masa depan yang berat dan jauh lebih menantang. Tak ketinggalan belajar dari perjalanan sejarah bangsa yang besar ini, agar hal-hal yang tidak penting dan mengacau diharapkan tak terulang kembali. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sebentar lagi akan memasuki usia ke 66 tahun, beragam hal yang mesti dibenahi dan mendapat perhatian lebih untuk mewujudkan bangsa yang adil, mulia, dan bermartabat. Salah satu hal yang menarik untuk diperbincangkan adalah relasi antara laki-laki dan perempuan yang hingga saat ini masih timpang dan tak jelas simpang siurnya. Kenapa hal ini menarik untuk dikaji? Hingga saat sekarang perempuan kerap mengalami ketidakadilan gender, diskriminatif, dan marginalisasi peran dalam berbagai aspek kehidupan. Perempuan belum memperoleh posisi tawar yang layak atas kualitas (pemikiran) yang dimiliki, ha

Nurbaya dan Lelaki Sedarahnya

Di balik jeruji besi, ibu bersandarkan bantal lusuh seadanya. Perempuan yang rambutnya kian memutih itu, tak ingin mengorbankan puasanya walaupun ia semakin hari semakin lemah. Tak hanya menanggung lapar dan haus, tetapi juga malu dan bersalah. Setelah dua tahun dibui, ibu tetap merasakan kegagalan dan kesalahan itu sebagai buah dari sikapnya yang teledor dan bodoh. Ia gagal mendidikku sebagai anak yang dibesarkan tanpa ayah. Dan ia masih merasa bersalah kepada majikannya dulu. Karena lalai dengan janjinya untuk merawat kakak angkatku, Mida, hingga ke jenjang pernikahan. Seperti hari ini, ia tak banyak bicara padaku. Satu dua kata ibu bertanya kabar sembari memperbaiki sanggulnya yang baik-baik saja. Setiap kali aku menjenguknya, pesan ibu selalu sama, berharap aku dan kakakku cepat mendapat jodoh dan hidup bahagia. “Ah terkutuklah ayah yang menyia-nyiakan nasib kami,” desisku setiap kali menjenguk ibu di rumah pesakitan itu. *** Bulan Ramadan ini merupakan bulan yang paling berkah ba
Gemes Itik Foto ini diambil pada sore hari sekitar pukul 16.30 WIB, Kamis, 4 Agustus 2011 di salah satu tempat bermain (di tengah sawah yang sudah dipanen) anak-anak kampung Jambak, Balai Selasa, Sumatera Barat. Lahan sawah itu digunakan anak-anak kampung Jambak sebagai tempat bermain bola sebelum lahan itu diolah kembali oleh petani setempat untuk menanam padi. Terbang Foto ini diambil pada siang hari sekitar pukul 13.00 WIB, Senin, 29 Maret 2010 di kota Padang, Sumatera Barat. Anak-anak bermain lompat-lompatan dari atas jembatan ke sungai atau Banda Bakali di bawahnya. Di tengah rintik-rintik hujan siang itu, tak menyurutkan semangat ketangkasan mereka melompat dari ketinggian.

Perempuan Penjual Pacai

Ayah telah membuka kedai serba ada ini sejak aku dilahirkan. Entah apa yang ada di benak ayah waktu itu, hingga beliau tertarik membuka kedai macam begini. Apa saja yang diinginkan orang-orang kampung selalu tersedia di kedaiku. Mulai dari perlengkapan mandi, alat-alat masak, jarum pentul, hingga batu asah. Jangan heran, setiap hari kedaiku ramai oleh pembeli. Tapi, sekarang ayah telah tiada. Di kedai warisan ayah ini, pacai1lah yang paling banyak dicari orang. Karena, di kampungku, setiap pesta perkawinan, ritual kematian, doa-doa menyambut bulan suci, serta kegiatan tradisi tertentu, selalu terasa kurang lengkap jika tak ada pacai. Serbuk pacai yang mengeluarkan aroma khas apalagi ketika dibakar, menjadi daya tarik dan magis, turun temurun bagi orang-orang di kampungku. Makanya, pacai menjadi barang wajib ada di kedaiku. Bagiku sendiri, bau pacai seperti bau bunga sedap malam yang diterpa angin sore. Suatu kali ibu menaburkan serbuk pacai ke dalam bara api di tengah rumah menjelang

Kawin Cobak

“Anas! Anas! di rumahkah kau malam ini?” Teriak seseorang dari luar. Gemuruh suara para lelaki semakin ramai. Kontan saja seisi rumah terbangun. Setengah berlari sambil menyanggul rambut disisipi uban, perempuan setengah abad itu keluar kamar. Disusul suaminya sambil merapikan sarung lusuh kotak-kotak. Drittttt, pintu dengan engsel berkarat itu dikuakkan, sedikit terpaksa. “Apa yang terjadi?” Suara cemas perempuan itu keluar, bertanya kepada orang ramai. Jelas sekali raut wajahnya tegang dan panik melihat banyak orang malam-malam buta ke rumahnya. “Itu, anak gadismu tertangkap pemuda sedang berduaan malam-malam dengan Liyan di jembatan ujung,” jawab lelaki yang memanggil-manggil nama Anas tadi. “Sekarang ia dimana?” Tanya si suami sambil berbaur dengan orang-orang. Bergegas akan menyusul Mida, anak gadis mereka yang ranum. Sebelum si suami berangkat, tiba-tiba dua sepeda motor dikendarai pemuda berhenti di depan orang ramai. Mereka membawa sejoli belasan tahun yang dengan raut muk

Peminggiran Perempuan di dalam Novel Tanah Tabu

Mengikuti perkembangan tema novel Indonesia dewasa ini, persoalan perempuan dapat menjadi sentral masalah yang tidak habis-habisnya dikupas oleh pengarang. Berbagai fenomena tentang perempuan menjadi faktor pendorong bagi pengarang untuk menghadirkannya dalam sebuah karya sastra. Selanjutnya masalah gender, emansipasi perempuan, eksistensi perempuan, dan citra perempuan terus berkembang dari novel-novel periode Pujangga Baru hingga sekarang. Salah satu novel yang menceritakan bentuk-bentuk ketidakadilan sosial terhadap gender perempuan ialah Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf. Novel ini pun semakin penting di dalam kesustraan Tanah Air karena mendapatkan penghargaan sebagai pemenang pertama dalam sayembara penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 2008 lalu. Novel ini mengisahkan kehidupan seorang perempuan tua bernama Mama Anabel dan lebih dikenal dengan Mabel. Mabel yang ditinggal suaminya, hidup dengan menantunya, Lisbeth atau Mace, yang juga ditinggal oleh suaminya. Diteman