Skip to main content

Semangat Jos Soedarso nan Heroik


Judul : Konspirasi di Balik Tenggelamnya Matjan Tutul
Operasi Patria Menyergap STC-9 ALRI
Penulis : Julius Pour
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Tebal : xiv + 290 halaman
Cetakan : Pertama, April 2011
Harga : Rp 58.000,-


Pertempuran di Laut Arafuru, malam pada 15 Januari 1962, yang sempat dikomandoi Komodor Laut Josaphat Soedarso atau Yos Sudarso beserta puluhan anak buahnya berakhir tragis. Kapal Perang Republik Indonesia Macan Tutul yang mereka andalkan tenggelam dan terkubur di dasar laut dengan menggenaskan. Operasi militer pembebasan Irian Barat dari cengkeraman Belanda itu tak hanya meninggalkan luka pilu, penyesalan, namun juga cerita konspirasi yang memiriskan. Kepentingan politik dan kekuasaan antargolongan di angkatan bersenjata waktu itu, tak dapat dielakkan. Sekaligus harus mengorbankan banyak jiwa, termasuk Komodor Jos Soedarso yang polos, ‘pembangkang’, namun tegas dan ksatria membela Tanah Air.

Semuanya bermula dengan pidato Tri Komando Rakyat (19 Desember 1961) oleh Presiden Sukarno di Yogyakarta. Salah satu isi Trikora yakni gagalkan pembentukan negara boneka Papua oleh Belanda. Operasi ini dilengkapi dengan tiga fase strategi militer: fase infiltrasi (penyusupan), fase eksploitasi (serangan masif kepada pusat pertahanan lawan), dan fase konsolidasi (penguasaan secara mutlak Irian Barat). Operasi ini pun dikenal dengan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat dengan komandan Mayjen Soeharto, yang dilakukan secara rahasia. Pada fase infiltasi inilah segala kemelut dan carut marut kinerja dari angkatan bersenjata yang dipunyai Republik ini terkuak plus tabiat orang-orang yang gila akan kekuasaan.

Pada setiap sub bab buku ini, pembaca akan digiring kepada masa detik-detik akan meletusnya perang di Laut Aru (Laut Arafuru). Komodor Jos Soedarso yang merasa ditantang oleh Presiden Sukarno waktu itu pun mengucapkan ‘… permintaanku hanya satu, izinkan aku ikut mendarat. Aku harus mengambil segenggam tanah Irian. Akan aku sampaikam kepada Bung Karno sebagai bukti, Jos Soedarso bukan pengecut seperti dituduhkan’. Ia pun bergabung dengan infiltran (sukarelawan) yang akan membebaskan Irian Barat di atas KRI Macam Tutul. Padahal ia tidak harus mengikuti tugas itu, karena Komodor Jos Soedarso menjabat Deputi I mengelola operasi, artinya ia orang nomor dua di Angkatan Laut Republik Indonesia waktu itu dan tak bertanggung jawab dengan operasi tersebut.

Namun, cita-cita ini dibalas dengan kegagalan karena operasi militer tersebut bocor dan disadap oleh angkatan bersenjata Belanda. Kebocoran rencana operasi ini bukanlah di tengah laut, namun sejak KRI Macan Tutul meninggalkan Tanjung Priok bertolak ke Irian Barat. Dengan mudah kapal perang dan penghancur HRMS Everston, HRMS Utrecht, dan HRMS Kostenaer milik Belanda membumihanguskan KRI Macan Tutul yang ditumpangi Komodor Jos Soedarso di Laut Aru. Pesan terakhir Komodor Jos, “Kobarkan semangat pertempuran. Matjan Tutul tenggelam dalam pertempuran laut secara gentleman dan brave. ”

Julius Pour, sang penulis, meriset semua hal tentang perang di Laut Aru melalui berbagai dukomentasi serta wawancara dengan peserta pertempuran di Laut Aru yang masih sehat wal afiat hingga sekarang. Selain sebagai kenangan akan pertempuran tersebut, buku ini juga mengupas ada apa di balik insiden tersebut yang hingga kini masih digantung. Buku ini cocok untuk menambah wawasan, belajar strategi perang, serta mempertebal rasa nasionalisme sebagai generasi muda maritim dari para pendahulu bangsa ini, salah satunya seperti Komodor Jos Soedarso. Jalesveva Jayamahe. Justru di laut kita jaya. Selamat membaca!

Comments

  1. Hmm, terima kasih sudah singgah di sini :)

    Btw, saya liat blog kamu, serem lho!!! Sumpah.

    Bagaimanapun juga, kita teman dong? Ya kan?

    ReplyDelete

Post a Comment

Silahkan berkomentar ^_^

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Review Encoding/Decoding by Stuart Hall

Stuart Hall mengkritik model komunikasi linear (transmission approach) –pengirim, pesan, penerima- yang dianggap tidak memiliki konsepsi yang jelas tentang ‘momen-momen berbeda sebagai struktur relasi yang kompleks’ serta terlalu fokus pada level perubahan pesan. Padahal dalam proses pengiriman pesan ada banyak kode –pembahasaan- baik yang diproduksi (encode) maupun proses produksi kode kembali (decode) sebagai suatu proses yang saling berhubungan dan itu rumit. Proses komunikasi pada dasarnya juga berkaitan dengan struktur yang dihasilkan dan dimungkinkan melalui artikulasi momen yang berkaitan namun berbeda satu sama lainnya –produksi, sirkulasi, distribusi/konsumsi, reproduksi (produksi-distribusi-reproduksi). Landasan Hall atas pendekatan ini adalah kerangka produksi komoditas yang ditawarkan Marx dalam Grundrisse dan Capital, terminologi Peirce tentang tanda (semiotic), serta konsep Barthes tentang denotatif dan konotatif yang bermuara pada ideologi (denotative-connotative-id...

Review The Commodity as Spectacle by Guy Debord

Menurut Debord sistem kapitalisme yang mendominasi masyarakat menciptakan kesadaran-kesadaran palsu para penonton atau audiens untuk memenuhi segala bentuk kebutuhan, baik berupa barang (komoditas) ataupun perilaku konsumtif. Kesadaran palsu ini dibangun melalui citra-citra yang abstrak atau bahkan irrasional, yang dianggap rasional oleh penonton, sebagai bentuk pengidentifikasian diri dalam relasi sosial. Relasi sosial ini bergeser jauh dan dimanfaatkan oleh era yang berkuasa sebagai komoditas dalam dunia tontonan. Kaum kapitalis mempunyai kontrol yang kuat atas apapun termasuk mampu mengubah nilai-nilai personal menjadi nilai tukar. Hal ini sejalan dengan otensitas kehidupan sosial manusia, dalam pandangan Debord, telah mengalami degradasi dari menjadi (being) kepada memiliki (having) kemudian mempertontonkan (appearing). Ketiga aspek ini selalu dikendalikan atau disubtitusikan dengan alat tukar yakni uang. Ketika ketiga aspek ini tidak terpenuhi, penonton tidak hanya terjajah (he...