Skip to main content

Haluan Siapkan Jurnalis Muda

Guna memenuhi kebutuhan wartawan di Haluan Media Group (HMG), CEO HMG H. Basrizal Koto membuka Program Pelatihan Jurnalistik HMG Angkatan 1 tahun 2011. Program ini mempersiapkan calon-calon wartawan agar benar-benar siap bergabung dan bekerja sama dengan berbagai unit kegiatan dan usaha di HMG kelaknya. Hal ini disampaikan Syamsurrizal, selaku ketua pelaksana acara grand launching HMG, Senin (14/2) siang lalu di Lt.6 Best Western Premiere Basko Hotel, Padang.
Mengusung tema ‘Menciptakan Jurnalis yang Berkualitas dan Profesional’ acara ini menghadirkan Tarman Azam selaku Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Indrawadi Tamin pakar komunikasi, Taufik Ismail sastrawan, serta CEO HMG H. Basrizal Koto. Selain itu, acara ini juga diikuti oleh pihak-pihak dari Basko Group baik yang tersebar di Riau, Kepulauan Riau, maupun di Padang sendiri.
Dalam sambutannya, Tarman Azam menekankan kerja profesionalisme dalam dunia media menjadi utama dan tak bisa ditawar-tawar. Profesionalisme ini tidak bersifat pribadi, tapi justru kolektif. Mulai dari pihak paling bawah hingga paling atas. “Kerja sama menjadi penentunya. Apakah maju atau hancur,” ungkapnya. Selain itu, dunia wartawan bagi Tarman adalah dunia yang tak pernah berhenti belajar. Orang-orang yang tergabung di dalamnya adalah orang-orang terpelajar dan paham kode etik. “Makanya harus merekrut orang hebat, cerdas, dan tak henti-hentinya belajar,” kata Tarman.
Sedangkan Indrawadi menjelaskan tentang kode etik dan kebebasan pers di Tanah Air. Bagi Indrawadi, setiap jurnalis harus tahu dan mengerti dengan kode etik yang mengatur profesinya. Kode etik menjadi kaidah moral yang harus dipatuhi demi ketentraman banyak pihak. Dengan kode etik, pers diharapkan jauh dari pemberitaan yang sensasional, pornografi, dan perbuatan tidak terpuji lainnya. “Kebebasan pers diharapkan tidak membahayakan masyarakat,” ujarnya. Selain itu, kebebasan pers (freedom of press) sering disalahartikan dengan free for dan free from. Ada yang free for sensasional dan pornografi, tentu saja ini melanggar Undang-undang Pers No 40 tahun 1999. “Namun yang lebih diharapkan adalah free from perpanjangtanganan pemerintah,” tegasnya.
Kehadiran sastawan ranah Minang, Taufik Ismail, selain membacakan puisi-puisi karyanya ia juga menyinggung penggunaan bahasa Indonesia yang semakin ditinggalkan oleh orang Indonesia, khususnya dunia media di Nusantara. “Kesadaran berbahasa bukan urusan teve, tapi mencari laba itu urusan teve,” ujarnya. Selain itu, ia juga menyinggung tentang minat baca generasi muda yang merosot dari tahun ke tahun karena keasyikan dengan dunia digital.

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Kado Setelah Ujian Skripsi

Tak terasa sudah lebih tiga tahun menggeluti Program Studi Sastra Indonesia di salah satu kampus negeri kota Padang ini. Pada hari itu, Rabu, 20 Juli 2011, sekitar pukul 08.00 waktu setempat, saya mulai mempertanggungjawabkan tugas akhir atau skripsi yang saya buat di depan para penguji, baik yang bergelar professor, doctor, dan seterusnya. Memakan waktu sekitar 2 jam, saya mati-matian mempertahankan teori dan interpretasi saya mengenai gender dan feminisme di depan penguji. Alhamdulillah, saya dinyatakan lulus oleh professor yang membimbing tugas akhir saya di kampus. Sebelumnya, Selasa malam, saya menerima pesan pendek dari Panitia Lomba Menulis tentang Bung Hatta yang diadakan oleh Perpustakaan Proklamator Bung Hatta Bukittinggi sekitar sebulan lalu, Juni 2011. Isi pesan itu, saya disuruh mengecek siapa saja yang beruntung menang dalam perlombaan tersebut, ada yang terpampang di home page nya ataupun terpampang di Harian Umum Singgalang pada Rabu itu. Ya, karena cukup sibuk memper...

Gilby Mohammad