Skip to main content

Bisnis Laundry di Tengah Mahasiswa


Menjamurnya usaha jasa cuci pakaian kiloan atau laundry di sekitar kampus mendatangkan keuntungan yang tidak sedikit serta mampu menyerap tenaga kerja di daerah sekitar. Usaha ini pun semakin diminati oleh berbagai kalangan. Kebanyakan para pemilik hanya mengandalkan modal usaha pribadi.

Arif Sepri Novan, pemilik Mega Wash Laundry, mengungkapkan mahasiswa merupakan pangsa pasar terbesarnya saat ini. Mahasiswa memiliki banyak kegiatan dan tugas kuliah yang menyita waktu serta tenaga. Untuk itu peluang membuka usaha laundry di sekitar kampus baginya sangat menjanjikan.

“Pasarnya cukup luas dan jelas,” ungkap Arif, Selasa (22/3) siang lalu.

Arif pun merintis usaha laundry sejak September 2010 lalu di kawasan kampus Universitas Negeri Padang (UNP), di Jalan Gajah VII No.15, Air Tawar, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang. Ia mempekerjakan dua karyawan untuk mencuci, mengeringkan, menyetrika, serta mengepak pakaian-pakaian tersebut.

Setiap hari Mega Wash Laundry menerima hingga 50 kg pakaian kotor. Arif mematok Rp 4.500 per kilogram. Di samping itu, ia juga mencoba memberikan paket-paket murah untuk mahasiswa. Bahkan, ia menggratiskan mencuci tas, sepatu, bed cover, atau boneka bagi pelanggan-pelanggannya.

“Hal ini sebagai siasat untuk memuaskan pelanggan,” jelas Arif.

Di kawasan Air Tawar, usaha jasa cuci kiloan pakaian semakin menjamur. Sekitar puluhan usaha ini bertebaran di sekeliling kampus UNP.

Seperti Kios Cuci Kiloan di Jalan Merak, Air Tawar Selatan, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang. Kios ini tergolong baru, sekitar tiga bulan di kawasan tersebut. Kios Cuci Kiloan harus bersaing dengan usaha laundry lainnya yang telah tumbuh terlebih dahulu.

Oki, karyawan Kios Cuci Kiloan, menuturkan kebanyakan pelanggannya mahasiswa. Setiap hari sekitar sepuluh pelanggan mempercayakan Kios Cuci Kiloan untuk mencuci pakaian-pakaian mereka.

“Ada yang me-laundry satu kilo atau puluhan kilo,” jelas Oki, Senin (21/3) malam lalu.

Murah Meriah

Berbagai pelayanan serta paket murah meriah pun disediakan untuk menggaet mahasiswa menjadi pelanggan tetap. Ada juga yang menyediakan paker antar jemput ke rumah-rumah atau kontrakan serta kos-kosan mahasiswa.

Usaha jasa Mega Wash Laundry menyediakan paket Rp 60 ribu untuk 15 kilogram dan Rp 100 ribu untuk 25 kilogram.

“Jadinya cuma Rp 4.000 per kilo,” ujar Arif.

Tak jarang pula, usaha laundry ini memberikan paket ulang tahun bagi pelanggannya, seperti gratis mencuci boneka atau sepatu.

Di tempat berbeda biaya laundry per kilo juga berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan jasa pelayanan yang diberikan kepada pelanggan. Ada yang memberikan pewangi pakaian secara cuma-cuma atau tidak sama sekali.

Rani, mahasiswa Fakultas Teknik UNP, menganggap laundry lebih praktis. Beberapa kali dalam sebulan ia me-laundry pakaiannya, tidak hanya di satu usaha laundry, tetapi juga di jasa laundry lain yang tersebar di kawasan Air Tawar. Rani mengeluarkan biaya untuk me-laundry sekitar Rp 10-15 ribu setiap me-laundry.

“Di kosan sering kekurangan air, ya di-laundry saja,” kata Rani, Senin (21/3) malam lalu.

Berbeda dengan Her, mahasiswa UNP, yang memilih jasa laundry karena capek dengan berbagai kegiatan di kampus dan tugas-tugas kuliah yang menumpuk.

“Capek nyuci,” keluhnya, Selasa (22/3) pagi lalu.

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Review Encoding/Decoding by Stuart Hall

Stuart Hall mengkritik model komunikasi linear (transmission approach) –pengirim, pesan, penerima- yang dianggap tidak memiliki konsepsi yang jelas tentang ‘momen-momen berbeda sebagai struktur relasi yang kompleks’ serta terlalu fokus pada level perubahan pesan. Padahal dalam proses pengiriman pesan ada banyak kode –pembahasaan- baik yang diproduksi (encode) maupun proses produksi kode kembali (decode) sebagai suatu proses yang saling berhubungan dan itu rumit. Proses komunikasi pada dasarnya juga berkaitan dengan struktur yang dihasilkan dan dimungkinkan melalui artikulasi momen yang berkaitan namun berbeda satu sama lainnya –produksi, sirkulasi, distribusi/konsumsi, reproduksi (produksi-distribusi-reproduksi). Landasan Hall atas pendekatan ini adalah kerangka produksi komoditas yang ditawarkan Marx dalam Grundrisse dan Capital, terminologi Peirce tentang tanda (semiotic), serta konsep Barthes tentang denotatif dan konotatif yang bermuara pada ideologi (denotative-connotative-id...

Review The Commodity as Spectacle by Guy Debord

Menurut Debord sistem kapitalisme yang mendominasi masyarakat menciptakan kesadaran-kesadaran palsu para penonton atau audiens untuk memenuhi segala bentuk kebutuhan, baik berupa barang (komoditas) ataupun perilaku konsumtif. Kesadaran palsu ini dibangun melalui citra-citra yang abstrak atau bahkan irrasional, yang dianggap rasional oleh penonton, sebagai bentuk pengidentifikasian diri dalam relasi sosial. Relasi sosial ini bergeser jauh dan dimanfaatkan oleh era yang berkuasa sebagai komoditas dalam dunia tontonan. Kaum kapitalis mempunyai kontrol yang kuat atas apapun termasuk mampu mengubah nilai-nilai personal menjadi nilai tukar. Hal ini sejalan dengan otensitas kehidupan sosial manusia, dalam pandangan Debord, telah mengalami degradasi dari menjadi (being) kepada memiliki (having) kemudian mempertontonkan (appearing). Ketiga aspek ini selalu dikendalikan atau disubtitusikan dengan alat tukar yakni uang. Ketika ketiga aspek ini tidak terpenuhi, penonton tidak hanya terjajah (he...