'Hati-hati dengan mata anda yang mudah ditipu'
Jika selama ini yang namanya dibonceng hanya untuk kawasan yang berdekatan, kali ini kamu akan dibonceng menuju Milan. Siapakah yang bersedia memboncengmu ke sana? Dan dalam keperluan apa sehingga ia mau memboncengmu ke sana?
Ide bonceng membonceng ini tak terlepas dari kegemaran menonton televisi. Milan, menjadi tujuan akhir boncengan berhenti. Kenapa Milan? Katanya Milan itu adalah selain kota surga belanja juga kota dengan penuh daya tarik. Konon di sana goresan tempo dulu, sebelum masehi, sejarah Yunani atau Romawi kuno sempat mampir di sana. Dalam benakku yang dangkal ini, sesampinya di sana, mungkin kamu akan seperti memasuki zaman before century dengan sangat memukau. Mulai dari warna kota yang kuning tanah, bangunan dan benteng kuno besar-besar, serta peradaban lainnya, termasuk pakaian dan cara menikmati hidup.
Sebelumnya, kau tentu ingat dengan gaetan iklan es krim yang membuatmu bak berada di istana dan dilayani bak ratu itu? Iklan ini sudah jelas penuh dengan kelebayan dan dusta 1000 persen. Tapi efek jauh di balik itu adalah betapa kapitalisme merambah dan meracuni konsumen dengan terang-terangan. Kita kerap dibohongi terang-terangan oleh para pemilik media dan pemilik modal. Dan parahnya kok kita nrimo begitu saja. Penerimaan ini ya, kok mau bela-belain beli produk-produk yang diiklankan bohong itu. Saya tak habis pikir. Disuruh minum racun kok mau.
Begitu juga dengan kota Milan, salah satu kota yang akan dikunjungi jika kamu banyak membeli es krim sialan itu dan tentu saja jika kamu menang. Sebelum menang, tentu saja diundi dulu. Hokimu bagus atau sekarat. Jika kamu menang, katanya dalam iklan itu, kamu akan dibawa ke beberapa kota besar di Eropa sana dan didanai berbelanja apa saja. Dan saya tak habis pikir, eh tiba-tiba Jakarta disebut-sebut walau yang terakhir. Kesannya kasian ya.
Saya mulai berpikir, setiap kota yang pernah mengiklankan produk itu juga akan diiming-imingi berbelanja dan singgah berkunjung ke kota tersebut. Jelaskan, kalau otak kota itu berputar-putar seputar perkara uang saja. Benar-benar kebablasan itu, karena ternyata si kota, demi uang, ya monggo dikibuli anak-anak bangsa yang tengah candu kokain ini. Betapa, kota (kita) tak lagi menjamin keamanan dan perlindungan dari racun universal.
Dalam iklan itu dibuatlah dan dipajanglah perempuan kurus dengan tonjolan tulang dimana-mana, rambut pirang kering berombak, kulit seperti udang rebus, dan menggigit es krim dengan ekspresi muka dibuat-buat. Garing. Bukan tahayul, malah lebih parah dan meracuni sekujur tubuh. Gila!
Nah, ketika seorang bapak-bapak pengayuh becak menawari boncengan ke depan gang, saya terhenyak. Saya teringat akan ke Milan, walaupun saya tak pernah membeli es krim hitam pekat itu. Tentu unik sekali jika saya diboncengi becak ke Milan sana. Dan saya yakin, sesampainya di sana, mujur-mujur ditawari berbelanja, jangan-jangan rambut saya yang kering berombak ini akan disulap lebih pirang lagi. Jelas saya tak sudi.
Dan akhirnya, setelah saya kaji-kaji, banyak juga faedahnya saya menonton iklan di chanel-chanel teve yang kurang mutu itu. Otak saya jadinya makin banyak mikir dan teriak-teriak. Mikir karena saya tak terima dipaksa membeli ini itu yang tidak menjadi idaman saya. Teriak-teriak karena, kebanyakan saya tidak mampu membeli salah satu dari salah ribuan produk yang diklankan itu.
Astaga, sebenarnyalah saya juga siap diracuni oleh iklan keparat itu.
Comments
Post a Comment
Silahkan berkomentar ^_^