Skip to main content

Surat Cinta, Abad XXI, dan Keterampilan Menulis

Pengukuhan Guru Besar Prof. Dr. Harris Effendi Thahar, M.Pd


Masih adakah gadis remaja kita sekarang yang menerima surat cinta dari kekasihnya seperti Hayati menerima surat cinta Zainuddin dalam roman Tenggelammnya Kapal Van der Wijck karya Hamka yang terkenal itu? Begitu juga dengan surat-surat mahasiswa kepada orang tua di kampung, minta dikirimkan uang segera karena keperluan mendesak, juga tidak ada lagi sekarang.

Demikian kalimat pembuka pidato pengukuhan guru besar Prof. Dr. Harris Effendi Thahar, M.Pd., yang berjudul ‘Merangkai Kata Membangun Indonesia: Membenahi Pembelajaran Menulis di Sekolah’ di depan sekitar 100 tamu undangan yang hadir di Ruang Serba Guna Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang (UNP), Kamis (24/6) lalu. Hari itu Harret, begitu ia disapa, dikukuhkan langsung oleh Rektor UNP Prof. Dr. Z. Mawardi Effendi, M.Pd., didampingi para guru besar lainnya di selingkungan UNP.
Dalam pidatonya, Harret, menyampaikan bahwa tradisi menulis surat atau menulis dalam kerangka yang lebih luas semakin langka dan jarang pada dunia remaja atau anak muda sekarang. Remaja kini tak lagi mengenal Sahabat Pena, atau bahkan tak pernah lagi melihat perangko dan kegunaannya. Kedatangan tukang pos pun tak lagi selalu dinanti-nantikan.
Hal ini semakin mencemaskan Harret, bahkan yang membaca naskah pidatonya misal Mawardi, dengan keadaan pemerolehan nilai ujian nasional (UN) mata pelajaran bahasa Indonesia yang menurun drastis. “Banyak siswa SMA tidak lulus UN karena nilai bahasa Indonesianya tidak memenuhi standar,” ungkap Harret.
Sebelum mengukuhkan Harret sebagai guru besar, Mawardi menyayangkan kondisi remaja sekarang yang memang terkesan kurang tertarik dalam dunia tulis menulis. Padahal dunia tulis menulis tidak kalah menarik dan bergengsinya dari dunia lain. “Dunia bahasa sama pentingnya dengan pengetahuan ekonomi, teknologi, dan lainnya,” jelas Mawardi.
Sekarang, tambah Harret, adalah abad XXI. Orang-orang menyebutnya abad milenium. Saling berkirim surat tak lagi menggema. Pada abad ini ada sms, facebook dan lainnya. Setiap orang bisa berinteraksi dengan siapa saja. Tak perlu bertatap muka, apalagi memakai sarana surat menyurat dalam berkomunikasi. “Tak lagi menggunakan bahasa yang indah, cukup bahasa spontan dalam ragam gaul,” tutur pengarang Si Padang ini.
Aktivitas menulis, jelas Harret, merupakan salah satu dari empat aspek berbahasa yang diajarkan di sekolah. Keempat aspek itu, adalah mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Mendengarkan dan membaca adalah aktivitas reseptif, sementara berbicara dan menulis merupakan aktivitas produktif.
Di sisi lain, Harret menjelaskan kemajuan teknologi bagi sebagian masyarakat Indonesia ternyata tidak mendukung keterampilan menulis, justru ‘melumpuhkan’ minat menulis. Hal ini tercermin dari minat remaja dalam menulis. Sebenarnya tidak hanya remaja, para guru dan dosen di Indonesia pun kurang berminat menulis dan menuangkan ide-ide kepada khalayak melalui media massa. Jika pun harus menulis tulisan ilmiah, hanya untuk kepentingan persyaratan naik pangkat. “Dan kalaupun tulisan itu dimuat, hanya dengan pertimbangan pertemanan dan ‘rasa kasihan’,” jelas Harret.
Sehubungan dengan hal itu, Ketua Umum Dewan Kesenian Sumatra Barat ini, menawarkan langkah-langkah yang bisa digunakan. Di antaranya, mendirikan sanggar menulis sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler, menyelenggarakan lomba-lomba menulis baik ilmiah maupun nonilmiah, menggiatkan majalah dinding di sekolah-sekolah, serta melengkapi koleksi buku di perpustakaan dengan karya sastra terbaru dan mewajibkan para siswa membacanya. Akhir kata, selamat atas pengukuhan guru besar UNP Prof. Dr. Harris Effendi Thahar, M.Pd., dan selalu berkarya.

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Gilby Mohammad

Kado Setelah Ujian Skripsi

Tak terasa sudah lebih tiga tahun menggeluti Program Studi Sastra Indonesia di salah satu kampus negeri kota Padang ini. Pada hari itu, Rabu, 20 Juli 2011, sekitar pukul 08.00 waktu setempat, saya mulai mempertanggungjawabkan tugas akhir atau skripsi yang saya buat di depan para penguji, baik yang bergelar professor, doctor, dan seterusnya. Memakan waktu sekitar 2 jam, saya mati-matian mempertahankan teori dan interpretasi saya mengenai gender dan feminisme di depan penguji. Alhamdulillah, saya dinyatakan lulus oleh professor yang membimbing tugas akhir saya di kampus. Sebelumnya, Selasa malam, saya menerima pesan pendek dari Panitia Lomba Menulis tentang Bung Hatta yang diadakan oleh Perpustakaan Proklamator Bung Hatta Bukittinggi sekitar sebulan lalu, Juni 2011. Isi pesan itu, saya disuruh mengecek siapa saja yang beruntung menang dalam perlombaan tersebut, ada yang terpampang di home page nya ataupun terpampang di Harian Umum Singgalang pada Rabu itu. Ya, karena cukup sibuk memper...