Skip to main content

Facebook, Morfin, dan Ke-selamat-an

Fenomena Facebook (selanjutnya disingkat FB) yang kekinian telah menjadi wahana untuk mewujudkan ruang publik terbuka bagi siapa pun, dan dapat digunakan untuk mengemukakan pendapat tanpa sensor. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pengguna untuk selalu stand by, siap berselancar di dunia maya. Secara sporadic, FB telah mengalahkan jejaring sosial lainnya seperti Friendster. Hampir semua pengguna Friendster beralih ke FB dan bertahan di sana hingga detik ini.
Pengguna atau member FB kebanyakan adalah anak-anak dan remaja. Menurut UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, usia 0-18 tahun tergolong usia anak-anak dan umumnya pengguna FB berada pada rentang usia ini. Sedangkan pengguna internet di Indonesia kebanyakan berusia 15 hingga 39 tahun. Dari data Riset antara Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia dan Nielsen (2009), Pengguna internet diperkirakan telah mencapai 25 juta, dengan pertumbuhan rata-rata 25 persen per tahun Hal ini menggambarkan betapa pengguna internet dan FB di tanah air semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Peningkatan pengguna FB akan semakin membludak karena memang apa yang ditawarkan dalam dunia FB atau maya sangat menarik dan tak bisa dibendung lagi. FB memiliki suatu zat tersendiri, katakanlah itu semacam ‘morfin’, yang menyebabkan penggunanya kecanduan dengan sangat akut. ‘Morfin’ baru ini lebih dikenal dengan nama Facebook Addiction Disorder (FAD). FAD ini akan menyebabkan pengguna FB lupa dengan aktivitas sehari-hari, seperti lupa janji karena keasyikan ber-FB-an, agenda-agenda menjadi molor dilakukan, serta tidak sedikit orang-orang menunda pekerjaan hanya tak ingin melewatkan komentar-komentar yang ada di FB, dan lainnya.
FAD bak telepon genggam. Sebelum diserang FAD, pengguna terlebih dahulu diserang telepon genggam dan jejaring sosial. Seseorang tak bisa lepas dari telepon genggam, baik di rumah, di kantor, di sekolah, maupun di tempat umum lainnya. Seperti itu juga dengan seseorang yang diserang FAD. Lama-kelamaan, FAD akan membawa pengguna kepada sebuah situasi dimana fungsi-fungsi sosial seseorang tidak berjalan dengan baik atau disfungsi sosial yang berlebih. Seperti, timbul pemikiran bahwa meninggalkan FB serasa ‘mati rasa’, stress, dan resah, atau meninggalkan pekerjaan hanya untuk FB-an. Jika kondisi ini telah menjangkit pengguna, maka pengguna perlu mendapat bantuan atau terapi agar tidak kecanduan FB.
Jika anda pengguna FB, dan kemungkinan besar anda selalu ingin mengetahui status yang dikabarkan oleh teman-teman anda. Akhirnya, anda mungkin terpicu untuk menulis hal-hal tak penting, membaca hal-hal sepele, dan juga berpikir secara tak cerdas. Dan waspadalah! bisa saja anda adalah salah satu intaian FAD bulan ini.
Peningkatan pengguna FB yang sangat luar biasa bak pisau bermata dua. Satu sisi membawa pengaruh positif dalam kehidupan, dan di sisi lain pembawa malapetaka, khususnya bagi anak-anak dan remaja. Anak-anak dan remaja menjadi golongan paling rentan praktik kejahatan siber, seperti pencabulan. Kejahatan siber meski kerap disebut kejahatan maya, namun dampaknya nyata. Sedangkan bagi golongan dewasa, FAD bisa menjadi semacam ‘hantu’ yang mendegradasikan moral yang notabene tidak hanya ilusi.
Pemaknaan FB sebagai salah satu ruang publik akan semakin mendorong berkembangnya iklim demokrasi di negara ini. Ancaman dan sinyalemen yang mengarah kepada kemerosotan nilai, moral, dan tindak asusila lainnya, sebagai dampak negatif dari FB dan dunia maya, sedini mungkin harus dijelaskan kepada khalayak ramai, terkhusus kepada anak-anak dan remaja. Apakah itu dalam bentuk sosialisasi ke sekolah-sekolah, regulasi dari pemerintah pusat atau daerah, hingga peningkatan pengetahuan orang tua atau keluarga tentang FB dan dunia maya, sebagai pihak utama dalam membentengi si buah hati dari berbagai ancaman.
Sedangkan mengatasi virus ’morfin’ FAD, menggunakan FB secara beradab perlu ditingkatkan. Seperti membatasi diri dan mengurangi mengakses hal-hal yang tidak penting. Sikap ’sadar’ mengenai apa yang tengah dilakukan ketika berselancar di FB dan dunia maya, memang sesuatu yang sulit untuk dikontrol. Tetapi hal ini menjadi suatu tantangan bagi pengguna FB, bagaimana merekonstruksi diri kepada hal-hal yang bermanfaat dan menjauhkan diri dari ancaman-ancaman negatif lainnya. Demi sebuah kata, ke-selamat-an.

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Review Encoding/Decoding by Stuart Hall

Stuart Hall mengkritik model komunikasi linear (transmission approach) –pengirim, pesan, penerima- yang dianggap tidak memiliki konsepsi yang jelas tentang ‘momen-momen berbeda sebagai struktur relasi yang kompleks’ serta terlalu fokus pada level perubahan pesan. Padahal dalam proses pengiriman pesan ada banyak kode –pembahasaan- baik yang diproduksi (encode) maupun proses produksi kode kembali (decode) sebagai suatu proses yang saling berhubungan dan itu rumit. Proses komunikasi pada dasarnya juga berkaitan dengan struktur yang dihasilkan dan dimungkinkan melalui artikulasi momen yang berkaitan namun berbeda satu sama lainnya –produksi, sirkulasi, distribusi/konsumsi, reproduksi (produksi-distribusi-reproduksi). Landasan Hall atas pendekatan ini adalah kerangka produksi komoditas yang ditawarkan Marx dalam Grundrisse dan Capital, terminologi Peirce tentang tanda (semiotic), serta konsep Barthes tentang denotatif dan konotatif yang bermuara pada ideologi (denotative-connotative-id...

Review The Commodity as Spectacle by Guy Debord

Menurut Debord sistem kapitalisme yang mendominasi masyarakat menciptakan kesadaran-kesadaran palsu para penonton atau audiens untuk memenuhi segala bentuk kebutuhan, baik berupa barang (komoditas) ataupun perilaku konsumtif. Kesadaran palsu ini dibangun melalui citra-citra yang abstrak atau bahkan irrasional, yang dianggap rasional oleh penonton, sebagai bentuk pengidentifikasian diri dalam relasi sosial. Relasi sosial ini bergeser jauh dan dimanfaatkan oleh era yang berkuasa sebagai komoditas dalam dunia tontonan. Kaum kapitalis mempunyai kontrol yang kuat atas apapun termasuk mampu mengubah nilai-nilai personal menjadi nilai tukar. Hal ini sejalan dengan otensitas kehidupan sosial manusia, dalam pandangan Debord, telah mengalami degradasi dari menjadi (being) kepada memiliki (having) kemudian mempertontonkan (appearing). Ketiga aspek ini selalu dikendalikan atau disubtitusikan dengan alat tukar yakni uang. Ketika ketiga aspek ini tidak terpenuhi, penonton tidak hanya terjajah (he...