Skip to main content

Apresiasi untuk ‘Pahlawan Ceplas-ceplos’


Judul : Gus Dur: Islam, Politik, dan Kebangsaan
Pengarang : Mahfud MD
Penerbit : LKiS Yogyakarta
Tebal : xiv + 268 halaman
Cetakan : Pertama, Mei 2010
Harga : Rp 75.000 ,-
Resensiator : Adek Risma Dedees, mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia BP 2007 UNP



Siapa yang tak kenal Gus Dur? Siapa yang tak kenal dengan sosok yang kerap melemparkan ungkapan gitu aja kok repot? Ya, ia adalah Abdurrahman Wahid, salah satu guru bangsa di tanah air yang begitu nyentrik, unik, dan tentunya mengesankan baik ketika berbicara maupun pola berpikirnya. Namun, sekarang ia telah tiada.
Pascawafatnya mantan presiden Gus Dur, kira-kira pukul 18.40 WIB pada 30 Desember 2009 lalu, pemberitaan media massa tentang obituari Gus Dur dari berbagai dimensi yang penuh talenta disiarkan dengan besar-besaran hingga berhari-hari. Ekspresi kesedihan, simpati, perhatian, dan duka yang mendalam datang tidak hanya dari masyarakat dalam negeri, akan tetapi juga datang dari dunia internasional.
Begitu juga dengan isi buku ini. Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, adalah salah satu tokoh nasional yang dikenal memiliki kedekatan tersendiri dengan Gus Dur. Pada saat Gus Dur menjabat presiden RI (1999-2001) ia dipilih menjadi Menteri Pertahanan dan Kehakiman-HAM, hingga sekarang menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Dalam buku ini Mahfud MD mengupas semua tentang Gus Dur dalam bentuk artikel dan kolom yang sebelumnya telah dipublikasikan oleh media-media nasional, seperti Jawa Pos, Kompas, Majalah Tempo, Gatra, dan lainnya.
Pada dasarnya tulisan-tulisan Mahfud MD dalam buku ini terbagi dalam tiga bagian: 1) Gus Dur, Islam, dan Kebangsaan; 2) PKB, Politik, dan Konflik; dan 3) Membenahi Konstitusi Membangun Indonesia. Bagian pertama buku ini, pembaca disambut dengan percakapan Gus Dur dan Megawati semasa menjadi partner di Istana Merdeka tentang menu sarapan sang presiden yang langsung disiapkan oleh wakil presiden setiap Rabu pagi, kemudian disebut oleh media massa sebagai sarapan politik. ‘Ritual’ Rabu pagi ini menggambarkan kepada pembaca bagaimana hubungan Gus Dur baik secara pribadi maupun secara dinas dengan Megawati, yang nantinya turut mewarnai sikap politik masing-masing.
Tidak hanya itu, Mahfud MD dalam buku ini juga mengisahkan bagaimana Gus Dur menyoroti Peraturan Daerah (Perda) Syariah, memberlakukan syariat Islam di beberapa daerah. Awalnya, sebelum Gus Dur belajar ke Mesir, Irak, dan bekerja beberapa tahun di Eropa, Gus Dur sangat mengagumi dan ingin menerapkan gerakan Islam radikal di tanah air. Namun setelah pulang dari luar negeri, Gus Dur justru berubah menjadi sosok dengan visi pluralisme yang sangat liberal dan sangat anti-formalisasi Islam dalam kehidupan kenegaraan. Dan buktinya, visi ini mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia, walau tidak secara keseluruhan.
Mengenai kecintaan terhadap bangsa, Gus Dur sesuai pemaparan penulis, kecintaannya kepada NKRI adalah harga mati. Harga mati yang tak ada tawar menawar. Gus Dur di hadapan menterinya dengan gamblang menyatakan mempertahankan negara Indonesia dengan dasar pancasila. Pada waktu itu pemerintah ‘dipaksa’ untuk memberikan ‘lampu hijau’ kepada daerah guna menerapkan Perda Syariat Islam. Putusan tersebut diambil penuh pergulatan baik dengan pemerintahan maupun dengan Nahdatul Ulama (NU) sendiri.
Sementara itu, perpolitikan yang dibangun Gus Dur dalam tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tentu sangat sarat kontroversi. Misalnya, ketika PKB mendukung pasangan Wiranto-Gus Sholah sebagai capres-cawapres pada pemilu 2004 lalu. Belum lagi keberangan Gus Dur atas keluarnya SK KPU No. 26 tahun 2004 yang akan mengganjal dirinya untuk lolos menjadi capres. Teriakan untuk bersikap golput dan berada di luar sistem (PKB), terutama dari Gus Dur sendiri memutuskan secara aklamasi. Namanya demokrasi, tentu ada yang mendukung dan ada yang menolak.
Dari judul buku ini, terkesan isinya sangat serius dan berat. Namun kenyataannya bukanlah demikian. Di sela-sela tulisannya, Mahfud MD menyempatkan mengomentari dunia sepak bola seperti Piala Dunia. Bagi Mahfud MD, menikmati sepak bola kelas dunia dengan segala keindahannya. Walaupun tim nasional Indonesia tak ikut dalam ajang akbar tersebut. Akan tetapi Indonesia memiliki komentator-komntator yang hebat-hebat walau menurut Mahfud MD hanya untuk lucu-lucuan.
Satu sisi dengan buku ini pembaca akan lebih banyak tahu tentang Gus Dur, Islam, Politik, dan Kebangsaannya. Penulis mencoba menjabarkan semua itu dengan apik, ringan, dan tentunya menarik. Namun, karena buku ini adalah kumpulan tulisan-tulisan penulis, ada beberapa pokok persoalan tercakup dalam beberapa tulisan selanjutnya. Walaupun demikian, setidaknya buku ini mampu mengingatkan pembaca kepada sosok Gus Dur yang dikagumi bangsa Indonesia yang kini telah tiada.

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Review Encoding/Decoding by Stuart Hall

Stuart Hall mengkritik model komunikasi linear (transmission approach) –pengirim, pesan, penerima- yang dianggap tidak memiliki konsepsi yang jelas tentang ‘momen-momen berbeda sebagai struktur relasi yang kompleks’ serta terlalu fokus pada level perubahan pesan. Padahal dalam proses pengiriman pesan ada banyak kode –pembahasaan- baik yang diproduksi (encode) maupun proses produksi kode kembali (decode) sebagai suatu proses yang saling berhubungan dan itu rumit. Proses komunikasi pada dasarnya juga berkaitan dengan struktur yang dihasilkan dan dimungkinkan melalui artikulasi momen yang berkaitan namun berbeda satu sama lainnya –produksi, sirkulasi, distribusi/konsumsi, reproduksi (produksi-distribusi-reproduksi). Landasan Hall atas pendekatan ini adalah kerangka produksi komoditas yang ditawarkan Marx dalam Grundrisse dan Capital, terminologi Peirce tentang tanda (semiotic), serta konsep Barthes tentang denotatif dan konotatif yang bermuara pada ideologi (denotative-connotative-id...

Review The Commodity as Spectacle by Guy Debord

Menurut Debord sistem kapitalisme yang mendominasi masyarakat menciptakan kesadaran-kesadaran palsu para penonton atau audiens untuk memenuhi segala bentuk kebutuhan, baik berupa barang (komoditas) ataupun perilaku konsumtif. Kesadaran palsu ini dibangun melalui citra-citra yang abstrak atau bahkan irrasional, yang dianggap rasional oleh penonton, sebagai bentuk pengidentifikasian diri dalam relasi sosial. Relasi sosial ini bergeser jauh dan dimanfaatkan oleh era yang berkuasa sebagai komoditas dalam dunia tontonan. Kaum kapitalis mempunyai kontrol yang kuat atas apapun termasuk mampu mengubah nilai-nilai personal menjadi nilai tukar. Hal ini sejalan dengan otensitas kehidupan sosial manusia, dalam pandangan Debord, telah mengalami degradasi dari menjadi (being) kepada memiliki (having) kemudian mempertontonkan (appearing). Ketiga aspek ini selalu dikendalikan atau disubtitusikan dengan alat tukar yakni uang. Ketika ketiga aspek ini tidak terpenuhi, penonton tidak hanya terjajah (he...