Skip to main content

Memungut di Lumbung Ilmu
Oleh Adek Risma Dedees
Tak malu-malu mereka kembali memilih dan mengambil barang-barang bekas orang-orang minum tersebut di sekitar kampus. Sambil bercakap-cakap sesekali diselingi gelak tawa, dua bocah umur belasan ini sigap menjangkau apa saja yang ia temukan dan dikira dapat dijual. Di bawah gedung bertingkat yang megah ini, walau sedang dalam tahap perbaikan akibat gempa tempo lalu, dua putri dari daerah Gunung Pangilun ini terengah-engah memikul tiga kantong cukup besar di paundaknya. Sekitar lima kilogram berat masing-masing kantong yang dibawanya.
Begitu rutinitas Riri dan Ija setiap hari. Budak kecil ini setiap hari sepulang sekolah rutin mengais-ngais rezeki dari sisa bekas minuman orang lain di sekitar daerah tersebut. Mengumpulkan gelas-gelas plastik bekas minuman. Kawasan mereka beroperasi biasanya sepanjang daerah Alai sampai Gunung Pangilun, kota Padang.
Pukul tiga sore mereka mulai menemukan benda-benda yang bisa menjadi hak mereka. Waktu itu hujan rintik-rintik, Riri dan Ija tengah seriusnya memasukkan barang-barang yang mereka temukan hasil pencaharian ketat mata. Bisa di dapat dari bawah meja, selokan, onggokan sampah, maupun di tengah-tengah jalan. Sudah tiga kantong Riri, bocah kelas 4 sekolah dasar, ini berhasil mengumpulkan barang kerja kerasnya. Sedangkan Ija, sedang duduk di kelas 6 ini hanya mampu mengumpulkan dua kantong plastik hitam. Walau langit sudah tampak gelap dan jam tanganku mengarah pukul setengah enam sore, namun Riri dan Ija akan menjual dulu barang temuanya di pasar Alai, sekitar satu kilometer dari kampus STKIP PGRI Padang itu.
“Jalan kaki saja kak,” katanya. Tidak usah naik angkot (angkutan kota,red), di jalan pasti masih menemukan botol-botol bekas minuman. Sore ini bocah ingusan ini akan menjual hasil kerjanya. “Enam sampai tujuh ribu per kilogram kak, botol-botol ini dijual,” kata Ija, Minggu (1/11) lalu. Hasil penjualan ini bisa digunakan Riri dan Ija menambah jajan, dan juga membantu ibu di rumah. Ibu Riri hanya seorang ibu rumah tangga, sedangkan ayahnya telah merantau ke Jakarta dan menjual sate di sana. Ija, adalah anak sulung dan memiliki adik, kerja ibunya sehari-hari hanyalah buruh cuci dan nyetrika pakaian di daerah sekitar dan ayah yang seorang supir angkot di kota Padang. Hingga mentari tenggelam, barulah kedua bocah ini pulang ke rumah, membagi hasil kerja dan belajar, persiapan sekolah esok hari, walau pundak pegal-pegal.

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Kado Setelah Ujian Skripsi

Tak terasa sudah lebih tiga tahun menggeluti Program Studi Sastra Indonesia di salah satu kampus negeri kota Padang ini. Pada hari itu, Rabu, 20 Juli 2011, sekitar pukul 08.00 waktu setempat, saya mulai mempertanggungjawabkan tugas akhir atau skripsi yang saya buat di depan para penguji, baik yang bergelar professor, doctor, dan seterusnya. Memakan waktu sekitar 2 jam, saya mati-matian mempertahankan teori dan interpretasi saya mengenai gender dan feminisme di depan penguji. Alhamdulillah, saya dinyatakan lulus oleh professor yang membimbing tugas akhir saya di kampus. Sebelumnya, Selasa malam, saya menerima pesan pendek dari Panitia Lomba Menulis tentang Bung Hatta yang diadakan oleh Perpustakaan Proklamator Bung Hatta Bukittinggi sekitar sebulan lalu, Juni 2011. Isi pesan itu, saya disuruh mengecek siapa saja yang beruntung menang dalam perlombaan tersebut, ada yang terpampang di home page nya ataupun terpampang di Harian Umum Singgalang pada Rabu itu. Ya, karena cukup sibuk memper...

Gilby Mohammad