Skip to main content
Peran Mamak dan Seni Berpakaian Keponakan


Maraknya anak-anak minang, baik si bujang maupun si gadis, mengenakan pakaian ala orang berenang di kolam renang semakin ‘menyilaukan’ mata. Celana pendek di atas lutut dengan warna-warni pelangi, atasan Tank Top (katebe, dalam bahasa urang awak) semakin diminati. Padahal norak, namun biasanya cepat-cepat disanggah ketinggalan mode tuh, jika tak mengikuti. Fenomenanya, coba perhatikan di pusat perbelanjaan kota Padang. Di salah satu mall, tak sedikit kita menjumpai anak muda minang memakai pakaian seperti ini, dan biasanya lebih banyak oleh si gadis. Hal ini tidak hanya di mall, di pasar tradisional Pasar Raya pun tak susah menemukan gadis dengan penampilan serupa.
Budaya ‘baru’ sekarang aneh. Memperlihatkan paha putih, lengan tangan atas, atau malah ketiak, mendapat tempat di hati remaja. Budaya ini menyusup seiring dengan menyebarnya virus kegandrungan terhadap sinetron. Gaya baru dan style banget sekarang memakai celana pendek, baju pas-pasan pada badan, dan sangat tidak Safety.
‘Menariknya’ tidak hanya oleh generasi yang katakanlah sekolah (perguruan tinggi) atau hanya sebatas sekolah menengah dan menengah atas, sama saja. Dan semakin mirisnya tempat dan dimana si remaja memakai model pakaian ‘kuno’ ini terkesan bebas. Di rumah, di samping papa (abak), di samping mama (amak), dan di samping om (mamak), sama pula. Tak bertempat sama sekali.
Ketika si gadis, dengan celana pendek dan blus mininya, duduk dan melenggang kangkung di depan papa, tak merasa risih apalagi malu. Di depan mama, mungkin tidak masalah, namun kewajiban si ibu mengingatkan untuk berpakaian sopan. Nah, bagaimana berjumpa mamak separuh telanjang seperti itu. Risihkah? Malukah? Segankah? Atau tak merasa apa-apa tuh. Nyata ritual berpakaian seronok itu tetap dipertahankan.
Kenapa semakin diminati? Karena masih gencar dipromosikan di TV, pasar, dan majalah pakaian dengan label serba pendek dan mini. Selain itu juga (mungkin) sang papa dan mama senang dengan gaya anak yang tidak kampungan. Bahkan sang mamak sangat menikmati pemandangan tersebut. Ini kemungkinan yang dilihat, menilik dari tidak adanya teguran bagi si remaja.
Kecemasan yang mungkin hanya dirasakan oleh seberapa bagian dari masyarakat kita, yang miris dan malu dengan gaya anak muda sekarang tak dapat berbuat banyak. Pasalnya kuasa masyarakat untuk menegur semakin tipis. Hal ini disebabkan budaya yang dulu saling tegur terhadap anak siapa saja yang sekampung, sudah merupakan hal wajar bahkan diharuskan. Namun pergeseran serta urbanisasi budaya ke ranah minang membuat ‘hak’ tersebut tidak berlaku lagi. Alih-alih malah si anak yang ditegur berbalik ‘menegur’ sang gaek yang berniat baik. Demikian adanya yang terjadi sekarang.
Padahal, hal ini bisa kita atasi secara bertahap. Andai saja kita mau dan berniat membuka mata lebih ‘lebar’ lagi ini semua bisa diminimalisir. Salah satu hal yang sangat berpengaruh adalah kekuatan abak, perhatian amak, dan ketegasan sang mamak. Apalagi jika abak dan mamak orang yang berkuasa atas sebuah daerah, tidak hanya di rumah. Kekuasaan akan sangat mampu merubah sesuatu yang sudah ‘membudaya’ namun tak pernah dideklarasikan. Termasuk pola pikir dan budaya berbaju mini anak muda minang.
Bagaimana pun juga, madarnya (nakal, sukar diatur) seorang anak, abak dan mamak wajib menuntun anak-anaknya ke jalan yang sesuai ABS-SBK (Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah). Tidak hanya anak darah daging semata, namun anak minang sebagai penerus ke depannya.
Sudah saatnya abak dan mamak, yang ‘memegang’ dan memiliki sedikit pengaruh di kota ini, tidak sibuk hanya untuk mengurusi masalah pendidikan, ekonomi, pariwisata, dan politik. Namun cobalah sekali-kali melirik pada keponakan yang hilir mudik di pusat keramaian (mall), jalan-jalan, Pantai Padang, Muaro, jembatan Siti Nurbaya, dan serta tempat lainnya. Perhatikan mereka, semakin asyik masyuk dengan pakaian baru yang membuat badan mereka kotor terkena debu dan gampang masuk angin.
Telah tiba waktunya dan tak ada kata terlambat untuk menegur mereka dari budaya sinetron yang sangat fatamorgana tersebut. Kecemasan dari pendahulu yang sekarang hanya bisa menonton, perlu kita idahkan. Kecemasan yang bersebab, dan harapan yang sangat besar pada anak muda minang. Satu harapan, kembalikan peran mamak dan abak dalam keluarga serta masyarakat.

Comments

Popular posts from this blog

Pusparatri, Perempuan Penolak Surga*

Judul : Pusparatri Gairah Tarian Perempuan Kembang Penulis : Nurul Ibad, Ms Penerbit : Pustaka Sastra dan Omah Ilmu Publishing Tebal : x + 220 halaman Cetakan : Pertama, 2011 Genre : Novel Harga : Rp 40.000,- Resensiator : Adek Risma Dedees, Mahasiswa Sastra Indonesia UNP Untuk kesekian kalinya Nurul Ibas, Ms meluncurkan novel bertajuk senada dengan novel-novel sebelumnya, seperti novel Nareswari Karennina yang tergabung di dalam trilogi Kharisma Cinta Nyai, yakni perjuangan seorang perempuan yang ingin keluar dari lembah kemaksiatan dengan lakon lain, Gus Rukh, sebagai juru selamat. Begitu juga dengan novel Puparatri: Gairah Tarian Perempuan Kembang yang baru diluncurkan pertengahan tahun 2011 ini. Di dalam sambutannya, penulis, Nurul Ibad, Ms menyampaikan kepada pembaca, bahwa novel ini mengangkat tema perjuangan perempuan awam untuk memperoleh kehidupan yang layak dan bermartabat, sekalipun mereka harus menjadi perempuan penghibur, bukan istri pertama, ata

Review Encoding/Decoding by Stuart Hall

Stuart Hall mengkritik model komunikasi linear (transmission approach) –pengirim, pesan, penerima- yang dianggap tidak memiliki konsepsi yang jelas tentang ‘momen-momen berbeda sebagai struktur relasi yang kompleks’ serta terlalu fokus pada level perubahan pesan. Padahal dalam proses pengiriman pesan ada banyak kode –pembahasaan- baik yang diproduksi (encode) maupun proses produksi kode kembali (decode) sebagai suatu proses yang saling berhubungan dan itu rumit. Proses komunikasi pada dasarnya juga berkaitan dengan struktur yang dihasilkan dan dimungkinkan melalui artikulasi momen yang berkaitan namun berbeda satu sama lainnya –produksi, sirkulasi, distribusi/konsumsi, reproduksi (produksi-distribusi-reproduksi). Landasan Hall atas pendekatan ini adalah kerangka produksi komoditas yang ditawarkan Marx dalam Grundrisse dan Capital, terminologi Peirce tentang tanda (semiotic), serta konsep Barthes tentang denotatif dan konotatif yang bermuara pada ideologi (denotative-connotative-id

Bisnis Laundry di Tengah Mahasiswa

Menjamurnya usaha jasa cuci pakaian kiloan atau laundry di sekitar kampus mendatangkan keuntungan yang tidak sedikit serta mampu menyerap tenaga kerja di daerah sekitar. Usaha ini pun semakin diminati oleh berbagai kalangan. Kebanyakan para pemilik hanya mengandalkan modal usaha pribadi. Arif Sepri Novan, pemilik Mega Wash Laundry , mengungkapkan mahasiswa merupakan pangsa pasar terbesarnya saat ini. Mahasiswa memiliki banyak kegiatan dan tugas kuliah yang menyita waktu serta tenaga. Untuk itu peluang membuka usaha laundry di sekitar kampus baginya sangat menjanjikan. “Pasarnya cukup luas dan jelas,” ungkap Arif, Selasa (22/3) siang lalu. Arif pun merintis usaha laundry sejak September 2010 lalu di kawasan kampus Universitas Negeri Padang (UNP), di Jalan Gajah VII No.15, Air Tawar, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang. Ia mempekerjakan dua karyawan untuk mencuci, mengeringkan, menyetrika, serta mengepak pakaian-pakaian tersebut. Setiap hari Mega Wash Laundry menerima hingg