Nasib Baik Tak Pernah Berpihak pada Si Pembual
Mungkin slogan demikianlah cocok untuk seorang pembual yang tak pernah habisnya membohongi dan ‘meng-ota-i’ orang lain hanya untuk sekedar hiburan diwaktu senggang. Seringkali seseorang membesar-besarkan sesuatu yang padahal hanya masalah sepele. Hal-hal kecil akan menjadi besar dan mengundang orang lain lebih banyak terlibat dalam masalah yang tidak sewajarnya menjadi wah dan menarik khalayak ramai.
Bagi si pembual sendiri, ide untuk membuat suatu lelucon menjadi besar dan dahsyat bukanlah hal yang sulit. Dengan ‘bumbu’ dan ‘mantra’ angek-angek cik ayam persoalan ataupun salah ungkapan dan bicara seseorang bisa menjadi bahan tertawaan sampai sekian waktu. Dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi sebuah pendahuluan yang ‘bagus’ dari awal perkelahian dan pertengkaran antar sesama.
Begitulah ulah dari si pembual. Tak pernah kehabisan ide untuk membuat orang lain tertawa sekaligus kesal dan marah oleh sikap dan sifatnya yang kurang terpuji. Toh walaupun begitu, tidak sedikit orang yang menyukai tabiat seperti ini. Berbagai alasan yang menguatkan pendapat ini. Salah satunya ialah sebagai sumber dan bahan hiburan atau bahasa kasarnya sumber tertawaan bagi orang lain. Biasanya diungkapkan dengan kalimat “Kalau tidak ada kamu, jadi sepi tempat ini” atau “Coba kamu tidak datang, kita pasti sepi,” dan kalau dan jika-jika lainnya. Begitulah ungkapan yang biasa kita dengar dari orang-orang yang menyukai sikap dan sifat ini.
Si pembual yang identik dengan sikap suka bicara, pertama. Akan merasa sangat tidak nyaman jika berada pada suatu tempat yang justru diisi oleh orang-orang yang lebih banyak diam dan bepikir. Kedua, terlalu ‘kreatif’ untuk hal-hal yang berbau cemoohan (ejekan), dan slengekan terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang nyata dan serius.
Yang menjadi hal menarik dari seorang pembual adalah nasib baik jarang berpihak padanya. Toh kalaupun si pembual beruntung dalam sebuah permainan, atau lotre semisalnya, hal ini hanya dikarenakan pada waktu itu ia lagi beruntung dan atau justru bermain curang. Kenapa demikian? Suatu hal wajar dan sangat masuk akal jika orang yang selalu membawa sial akan mengais hal serupa sesuai dengan apa yang ia tanam sebelumnya. Sangat mustahil orang yang baik-baik akan menimpa nasib yang sebelumnya tidak pernah ia perbuat, kecuali hal ini memang disengaja dari sifat benci dan iri dari seseorang.
Untuk si pembual apalagi si pembual besar dan khusus bagi calon pembual yang tidak disadari telah terjangkit ‘virus’ ini jangan pernah berharap akan menerima nasib dan layanan dari orang lain secara wajar dan baik-baik apalagi istimewa. Hal ini dikarenakan sifat dan sikap tadi yang lebih sering menyusahkan orang lain dari pada membantu dan membawa manfaat bagi orang sekitar.
‘Penyakit’ ini sebenarnya sangat berbahaya dan lebih parah lagi bagi penderita yang tidak sadar telah mengidapnya. Bahaya penyakit ini tidak hanya bagi pengidap dan ‘korbannya’ namun juga akan menular pada orang lain yang tidak tahu-menahu sebelumnya.
Khusus bagi si pembual yang telah mengidap ‘penyakit’ ini menahun, cobalah dari sekarang untuk mencari ‘ramuannya’ yang paling manjur dan sangat berkhasiat. Salah satu dari sekian banyak resep yang dapat dipakai ialah mulailah mencoba memahami orang lain dan lebih banyak berpikir. Mamahami orang lain bukan berarti harus selalu serba hati-hati dan tidak berbicara pada orang lain, namun lebih menjurus pada etika, sopan santun, dan keramahtamahan. Bukankah ketika kita diam akan menjadi sebuah pahala dari pada banyak bicara yang tidak berbobot sedikit pun.
Sedangkan anjuran untuk lebih banyak berpikir ialah agar kita lebih paham dan ‘sadar’ terhadap apa yang telah, sedang, dan akan kita lakukan. Semua itu akan lebih maksimal kita lakukan dengan meningkatkan referensi membaca kita. Membaca tidak hanya yang dalam konteks yang tersurat namun juga yang tersirat.
Dan dari hadist Rasulullah Saw, “Jika kamu diam pada si bodoh dengan kata-katanya, maka kamu telah mengajarinya dan jika kamu diam pada si cerdas terhadap kata-katanya berarti kamu telah menambah ilmumu sendiri.”
Menarik dan asyik bukan menjadi seseorang yang selalu memperhatikan kata dan kalimat yang akan keluar dari dirinya. Nah, sekarang kenapa kita tidak mencobanya???
Mungkin slogan demikianlah cocok untuk seorang pembual yang tak pernah habisnya membohongi dan ‘meng-ota-i’ orang lain hanya untuk sekedar hiburan diwaktu senggang. Seringkali seseorang membesar-besarkan sesuatu yang padahal hanya masalah sepele. Hal-hal kecil akan menjadi besar dan mengundang orang lain lebih banyak terlibat dalam masalah yang tidak sewajarnya menjadi wah dan menarik khalayak ramai.
Bagi si pembual sendiri, ide untuk membuat suatu lelucon menjadi besar dan dahsyat bukanlah hal yang sulit. Dengan ‘bumbu’ dan ‘mantra’ angek-angek cik ayam persoalan ataupun salah ungkapan dan bicara seseorang bisa menjadi bahan tertawaan sampai sekian waktu. Dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi sebuah pendahuluan yang ‘bagus’ dari awal perkelahian dan pertengkaran antar sesama.
Begitulah ulah dari si pembual. Tak pernah kehabisan ide untuk membuat orang lain tertawa sekaligus kesal dan marah oleh sikap dan sifatnya yang kurang terpuji. Toh walaupun begitu, tidak sedikit orang yang menyukai tabiat seperti ini. Berbagai alasan yang menguatkan pendapat ini. Salah satunya ialah sebagai sumber dan bahan hiburan atau bahasa kasarnya sumber tertawaan bagi orang lain. Biasanya diungkapkan dengan kalimat “Kalau tidak ada kamu, jadi sepi tempat ini” atau “Coba kamu tidak datang, kita pasti sepi,” dan kalau dan jika-jika lainnya. Begitulah ungkapan yang biasa kita dengar dari orang-orang yang menyukai sikap dan sifat ini.
Si pembual yang identik dengan sikap suka bicara, pertama. Akan merasa sangat tidak nyaman jika berada pada suatu tempat yang justru diisi oleh orang-orang yang lebih banyak diam dan bepikir. Kedua, terlalu ‘kreatif’ untuk hal-hal yang berbau cemoohan (ejekan), dan slengekan terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang nyata dan serius.
Yang menjadi hal menarik dari seorang pembual adalah nasib baik jarang berpihak padanya. Toh kalaupun si pembual beruntung dalam sebuah permainan, atau lotre semisalnya, hal ini hanya dikarenakan pada waktu itu ia lagi beruntung dan atau justru bermain curang. Kenapa demikian? Suatu hal wajar dan sangat masuk akal jika orang yang selalu membawa sial akan mengais hal serupa sesuai dengan apa yang ia tanam sebelumnya. Sangat mustahil orang yang baik-baik akan menimpa nasib yang sebelumnya tidak pernah ia perbuat, kecuali hal ini memang disengaja dari sifat benci dan iri dari seseorang.
Untuk si pembual apalagi si pembual besar dan khusus bagi calon pembual yang tidak disadari telah terjangkit ‘virus’ ini jangan pernah berharap akan menerima nasib dan layanan dari orang lain secara wajar dan baik-baik apalagi istimewa. Hal ini dikarenakan sifat dan sikap tadi yang lebih sering menyusahkan orang lain dari pada membantu dan membawa manfaat bagi orang sekitar.
‘Penyakit’ ini sebenarnya sangat berbahaya dan lebih parah lagi bagi penderita yang tidak sadar telah mengidapnya. Bahaya penyakit ini tidak hanya bagi pengidap dan ‘korbannya’ namun juga akan menular pada orang lain yang tidak tahu-menahu sebelumnya.
Khusus bagi si pembual yang telah mengidap ‘penyakit’ ini menahun, cobalah dari sekarang untuk mencari ‘ramuannya’ yang paling manjur dan sangat berkhasiat. Salah satu dari sekian banyak resep yang dapat dipakai ialah mulailah mencoba memahami orang lain dan lebih banyak berpikir. Mamahami orang lain bukan berarti harus selalu serba hati-hati dan tidak berbicara pada orang lain, namun lebih menjurus pada etika, sopan santun, dan keramahtamahan. Bukankah ketika kita diam akan menjadi sebuah pahala dari pada banyak bicara yang tidak berbobot sedikit pun.
Sedangkan anjuran untuk lebih banyak berpikir ialah agar kita lebih paham dan ‘sadar’ terhadap apa yang telah, sedang, dan akan kita lakukan. Semua itu akan lebih maksimal kita lakukan dengan meningkatkan referensi membaca kita. Membaca tidak hanya yang dalam konteks yang tersurat namun juga yang tersirat.
Dan dari hadist Rasulullah Saw, “Jika kamu diam pada si bodoh dengan kata-katanya, maka kamu telah mengajarinya dan jika kamu diam pada si cerdas terhadap kata-katanya berarti kamu telah menambah ilmumu sendiri.”
Menarik dan asyik bukan menjadi seseorang yang selalu memperhatikan kata dan kalimat yang akan keluar dari dirinya. Nah, sekarang kenapa kita tidak mencobanya???
Comments
Post a Comment
Silahkan berkomentar ^_^