Skip to main content

Merantau Itu Seperti Minum Air Seteguk Demi Seteguk





Bagaimana saya bisa menyabaikan betapa merantau sangat menarik hati, sesuai dengan cerita panjang lebar betapa negeri rantau itu sangat mengasyikkan dari mulut ke mulut orang rantau yang pulang ke kampung halaman. Hal ini pulalah yang dinasbihkan oleh Abak (alm) dan Amak yang sepertinya tak kenal lelah. Mereka, sepasang suami istri dengan empat buah hati,diboponglah merantau merantau ke negeri yang belum pernah mereka jejaki sebelumnya. Sangat menantang dan kemudian dapat digolongkan kepada pasangan muda yang sangat berani sekali tentunya. Ini cerita tantang kedua orang yang sangat mengisnpirasiku.

Sekarang, giliranku. Abak (alm) tak banyak meninggalkan warisan untuk Amak dan keempat kami beradik kakak. Beliau meninggalkan rumah permanen, kendaraan, usaha berdagang,serta semangat yang sangat susah untuk diredupkan, perihal bagaimana melihat hidup di dunia fana ini. Dan aku mencoba menuruni segala sesuatu semangat yang telah ditransfer oleh Abak(alm) dan Amak kepada anak-anak yang sangat bersusah payah mereka besarkan. Aku menjadi sosok yang sepertinya tidak bisa menerima semua itu apa adanya. Kenapa hanya menerima hal itu apa adanya, padahal kita mampu melakukan banyak hal lagi untuk hasil yang jauh lebih maksimal, kalau kata Mario Teguh yakni MT 10+1= sukses. Artinya, lakukan yang maksimal pada diri anda dengan satu syarat, anda harus sakit kemudian setelah melakukan pekerjaan itu. Itu MT 10+1= sukses. Bagiku ini ungkapan yang sangat luar biasayang memang tidak mudah dapat dilakukan oleh setiap orang.

Lantas, apa hubungan merantau dengan minum air? apalagi seteguk demi seteguk? Hmm, hubungannya, kesegaran, kenyamanan, dan kenikmatan itu memang didapat tidak secara langsung namun bertahap. Ini hanya sebuah penganalogian terhadap hidup yang keras dan penuh pengorbanan. Ketika anda minum, ada dua cara bagaimana anda menelan minuman itu hingga sampai di lambung. Pertama, meneguknya bak seorang atlit yang kehausan setelah berlari selama 2 jam dan sepanjang 25 km. Kedua, minum ala seorang sosialita yang tak ingin pewarna bibirnya tergerus minuman ketika ia minum.

Untuk merantau, saya sepertinya lebih memilih minum ala gaya sosialita yang untuk menikmati keberkahan lainnya, ia tidak perlu mengorbankan keberkahan yang sudah ia peroleh sebelumnya. Bagi sosialita ini masalah perut ia tak ingin terburu-buru dan habiskan waktu untuk memikirkannya. Sedangkan minum ala atlit, ini sebuah kebutuhan yang tak lagi memikirkan basa basi dan performance di depan banyak orang. Faktor kebergantungan dan tingkat sosial menjadi faktor yang tak mudah untuk dikesampingkan.

Bagaimana dengan merantau? faktor di atas ini pun, banyak sedikitnya berpengaruh kepada bulatnya tekad seseorang untuk menapaki tanah rantau. Kenapa demikian? Kenyamanan dan ketidaknyamanan menjadi kunci utama untuk anda berani mengambil keputusan ini dalam berbagai alasan awal yang pernah anda utarakan. Percaya tidak percaya, hanya orang yang telah mengambil keputusan ini dapat merasakan bagaimana dahsyatnya ketika langkah pertama membawa anda menjauhkan kampung halaman anda dengan kulit anda. Hanya anda dan Tuhan yang tahu serta sepatu butut yang anda kenakan. Selanjutnya anda akan menikmati bagaimana hati dan keringat dingin bercucuran di jidat anda. Bukan pembuat gentar justru anda semakin yakin dengan tekad itu.

Ceritanya, Alex of Madagascar Escape si harimau nyentrik dari kebun binatang New York pun 'merantau' untuk memperoleh kehidupan yang jauh berbeda dan menarik yang tidak terbayangkan sebelumnya. I like to move it, move it, sangat menggoda dan membuka banyak cakrawala di dalam diri kita. Ungkapan ini tidak hanya sebatas kalimat dengan kata kerja,melainkan lebih dari itu. Filosofinya, Alex, Melman, Gloria, dan Marty untuk move dibutuhkan banyak daya dan upaya. Mereka tahu dan siap untuk menjalankan semua itu yang dipertaruhkan adalah nyawa dan hari esok.

Ini cerita Alex dan kawan-kawan. Ceritaku, masih on the way dan cerita ini
sangatlah nyeleneh. Namun aku tunggu ceritamu.

"Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang. Merantaulah kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang" Imam Syafi'i dalam Ranah 3 Warna oleh A. Fuadi.

Comments

  1. dimana negeri rantaumu sekarang?
    selamat menapak, semangat ya..

    ReplyDelete
  2. Hehehe, telat tahu Adek kak :)

    Di kota budaya sini kak.

    ReplyDelete

Post a Comment

Silahkan berkomentar ^_^

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Review Encoding/Decoding by Stuart Hall

Stuart Hall mengkritik model komunikasi linear (transmission approach) –pengirim, pesan, penerima- yang dianggap tidak memiliki konsepsi yang jelas tentang ‘momen-momen berbeda sebagai struktur relasi yang kompleks’ serta terlalu fokus pada level perubahan pesan. Padahal dalam proses pengiriman pesan ada banyak kode –pembahasaan- baik yang diproduksi (encode) maupun proses produksi kode kembali (decode) sebagai suatu proses yang saling berhubungan dan itu rumit. Proses komunikasi pada dasarnya juga berkaitan dengan struktur yang dihasilkan dan dimungkinkan melalui artikulasi momen yang berkaitan namun berbeda satu sama lainnya –produksi, sirkulasi, distribusi/konsumsi, reproduksi (produksi-distribusi-reproduksi). Landasan Hall atas pendekatan ini adalah kerangka produksi komoditas yang ditawarkan Marx dalam Grundrisse dan Capital, terminologi Peirce tentang tanda (semiotic), serta konsep Barthes tentang denotatif dan konotatif yang bermuara pada ideologi (denotative-connotative-id...

Review The Commodity as Spectacle by Guy Debord

Menurut Debord sistem kapitalisme yang mendominasi masyarakat menciptakan kesadaran-kesadaran palsu para penonton atau audiens untuk memenuhi segala bentuk kebutuhan, baik berupa barang (komoditas) ataupun perilaku konsumtif. Kesadaran palsu ini dibangun melalui citra-citra yang abstrak atau bahkan irrasional, yang dianggap rasional oleh penonton, sebagai bentuk pengidentifikasian diri dalam relasi sosial. Relasi sosial ini bergeser jauh dan dimanfaatkan oleh era yang berkuasa sebagai komoditas dalam dunia tontonan. Kaum kapitalis mempunyai kontrol yang kuat atas apapun termasuk mampu mengubah nilai-nilai personal menjadi nilai tukar. Hal ini sejalan dengan otensitas kehidupan sosial manusia, dalam pandangan Debord, telah mengalami degradasi dari menjadi (being) kepada memiliki (having) kemudian mempertontonkan (appearing). Ketiga aspek ini selalu dikendalikan atau disubtitusikan dengan alat tukar yakni uang. Ketika ketiga aspek ini tidak terpenuhi, penonton tidak hanya terjajah (he...