Skip to main content

[Remember] Jangan Paksakan Selera Musikmu!



Dalam sebuah tulisan yang tak sengaja ditemukan di internet, salah satu kecerdasan yang dimiliki oleh manusia adalah kecerdasan bermusik. Kecerdasan ini tidak hanya sebatas pada kemahiran memainkan alat musik, tetapi juga menyanyi. Intinya, ada orang-orang yang baru sekali dua mendengar sebuah lagu langsung hapal dan dengan enak menyanyikannya. Ada juga tak pandai-pandai walaupun telah mendengarkan hingga puluhan kali. Bahkan sengaja menuangkan lirik lagu itu di atas kertas. Hasilnya nihil.

Jawabnya, jangan salahkan diri anda yang tak pandai-pandai itu. Karena memang, menurut tulisan tadi, kecerdasan seseorang dalam memahami dan melakukan suatu hal berbeda-beda. Bukan berarti mereka tak bisa. Hanya saja proses dan lama penerimaan sesuatu berbeda. Begitu juga dengan musik. Walau kedengarannya enteng dan remeh.

Sama halnya dengan genre musik yang dipilih. Kerap, karena sedang up to date atau tren musik X digandrungi habis-habisan. Musik Y dan Z yang dinilai sudah tak tren dan baru lagi pun ditinggalkan. Didelete dari netbok dan handphone. Diganti dengan musik X yang terbaru dan hampir setiap sudut desa memainkannya. Semua menjadi seragam. Karena mampu menaikkan gengsi pemutarnya.

Masalahnya, saya yang kadung jatuh cinta dengan musik keroncong, berpikir sepuluh kali untuk memutar genre musik ini di kantor. Rekan-rekan kantor, setelah melakukan investigasi mini, lebih condong ke arah pop, kebarat-baratan, rock dan metal, pun sedikit membelot ke aliran nasyid, yang tengah tren seperti lagu-lagu Maher Zein dan Sammy Yusuf, kalau saya tidak salah.

Saya bukannya tak suka dengan genre macam begitu di atas. Kalau musik-musik itu diputar hampir sepanjang hari selama enam hari berturut-turut, akan menjadi wajar jika ada niat untuk mendelete genre musik itu di komputer admin, haha. Niat inilah yang saya takutkan akan beraksi tiba-tiba hingga rekan kantor mencak-mencak dibuatnya.

Selain itu, saya orang yang kerap menertawakan orang lain yang suka ikut-ikutan. Kadang saya sadar kalau saya kerap demikian juga. Termasuk ketika seseorang mencintai genre musik yang tengah ngetren. Maaf, saya suka meremehkan mereka. Ketika orang-orang putar lagu-lagu Mettalica, situ juga putar Mettalica, walau tak paham apa yang disampaikan. Pun ketika orang dengar syair-syair Maher Zein, situ dengar Maher Zein juga. Bahkan memuji-muji genre musik itu sangat bernuansa surga. Ini bagi saya freak!

Kenapa saya protes atau keberatan? Karena anda yang memutar Maher Zein atau Sammy Yusuf, masih saja suka coel-coel gadis. Masih saja suka lirak-lirik dada dan bokong perempuan. Karena tak sedikit dari anda yang menyanyikan lagu-lagu mereka sepertinya sangat tersentuh, langsung tobat, dan bercita-cita ingin hidup seperti dalam syair tersebut. Nyatanya, tetap saja disetiap obrolan anda menyisipkan sumpah serapah dan ungkapan tak sopan lainnya. Wajarkan kalau saya menertawai anda?

Atau anda mengaku Mettalicaholic dan sejenisnya, akan tetapi tak pede dengan bentuk badan yang dimiliki. Bisanya cuma teriak-teriak. Ini membuat saya kesal. Karena saya benci dengan orang-orang yang sok paham dan sok mulia, yang ke-sok-annya itu didapat dengan imitasi (meniru) murahan. Bahkan imitasi itu hanya didapatkan dalam secarik lirik lagu. Ini nggak asyik bro!

Nah, mengenai genre keroncong yang saya sukai, namun kenapa saya tidak berdandan atau berperilaku ala penyanyi keroncong? Katakanlah itu lemah gemulai atau bahkan merantau ke Portugal sana. Ya, saya belum mampu ke sana serta juga tak sudi sok-sok an. Dan yang jelas saya berusaha tidak mencoba mengelabui hati dan pikiran saya dengan aliran musik yang digandrungi.

Intinya, berhenti sok mulia dan sok paham jika anda belum mampu melakukannya. Dan please, jangan memaksakan genre musik tersimpan dalam netbok atau handphone anda yang itu tidak benar-benar anda sukai. Percuma bro. Bikin sampah saja.

Remember ini buat diri sendiri yang jika tak cepat sadar akan kalah dan hanyut diterjang maunya industri musik dunia. Dan, maaf bagi pembaca yang tersinggung. Yang lebih penting saya tidak berniat membuat anda berpindah agama.

Comments

Popular posts from this blog

Pusparatri, Perempuan Penolak Surga*

Judul : Pusparatri Gairah Tarian Perempuan Kembang Penulis : Nurul Ibad, Ms Penerbit : Pustaka Sastra dan Omah Ilmu Publishing Tebal : x + 220 halaman Cetakan : Pertama, 2011 Genre : Novel Harga : Rp 40.000,- Resensiator : Adek Risma Dedees, Mahasiswa Sastra Indonesia UNP Untuk kesekian kalinya Nurul Ibas, Ms meluncurkan novel bertajuk senada dengan novel-novel sebelumnya, seperti novel Nareswari Karennina yang tergabung di dalam trilogi Kharisma Cinta Nyai, yakni perjuangan seorang perempuan yang ingin keluar dari lembah kemaksiatan dengan lakon lain, Gus Rukh, sebagai juru selamat. Begitu juga dengan novel Puparatri: Gairah Tarian Perempuan Kembang yang baru diluncurkan pertengahan tahun 2011 ini. Di dalam sambutannya, penulis, Nurul Ibad, Ms menyampaikan kepada pembaca, bahwa novel ini mengangkat tema perjuangan perempuan awam untuk memperoleh kehidupan yang layak dan bermartabat, sekalipun mereka harus menjadi perempuan penghibur, bukan istri pertama, ata

Review Encoding/Decoding by Stuart Hall

Stuart Hall mengkritik model komunikasi linear (transmission approach) –pengirim, pesan, penerima- yang dianggap tidak memiliki konsepsi yang jelas tentang ‘momen-momen berbeda sebagai struktur relasi yang kompleks’ serta terlalu fokus pada level perubahan pesan. Padahal dalam proses pengiriman pesan ada banyak kode –pembahasaan- baik yang diproduksi (encode) maupun proses produksi kode kembali (decode) sebagai suatu proses yang saling berhubungan dan itu rumit. Proses komunikasi pada dasarnya juga berkaitan dengan struktur yang dihasilkan dan dimungkinkan melalui artikulasi momen yang berkaitan namun berbeda satu sama lainnya –produksi, sirkulasi, distribusi/konsumsi, reproduksi (produksi-distribusi-reproduksi). Landasan Hall atas pendekatan ini adalah kerangka produksi komoditas yang ditawarkan Marx dalam Grundrisse dan Capital, terminologi Peirce tentang tanda (semiotic), serta konsep Barthes tentang denotatif dan konotatif yang bermuara pada ideologi (denotative-connotative-id

Bisnis Laundry di Tengah Mahasiswa

Menjamurnya usaha jasa cuci pakaian kiloan atau laundry di sekitar kampus mendatangkan keuntungan yang tidak sedikit serta mampu menyerap tenaga kerja di daerah sekitar. Usaha ini pun semakin diminati oleh berbagai kalangan. Kebanyakan para pemilik hanya mengandalkan modal usaha pribadi. Arif Sepri Novan, pemilik Mega Wash Laundry , mengungkapkan mahasiswa merupakan pangsa pasar terbesarnya saat ini. Mahasiswa memiliki banyak kegiatan dan tugas kuliah yang menyita waktu serta tenaga. Untuk itu peluang membuka usaha laundry di sekitar kampus baginya sangat menjanjikan. “Pasarnya cukup luas dan jelas,” ungkap Arif, Selasa (22/3) siang lalu. Arif pun merintis usaha laundry sejak September 2010 lalu di kawasan kampus Universitas Negeri Padang (UNP), di Jalan Gajah VII No.15, Air Tawar, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang. Ia mempekerjakan dua karyawan untuk mencuci, mengeringkan, menyetrika, serta mengepak pakaian-pakaian tersebut. Setiap hari Mega Wash Laundry menerima hingg