Skip to main content

[Muse] Saya Berbahayakah?



SETELAH sekian rentetan cerita tentang pelarangan, seperti pelarangan berbicara, berdiskusi, pelarangan baca buku ini itu, tentu saja yang lebih duluan adalah pelarangan beribadah, saya pun semakin kabur dalam mengenali diri sendiri. Karena apa-apa yang dilihat, didengar, dan dibaca tidak memberikan tujuan kemana saya harus melangkah. Artinya, orang-orang seperti saya ini tidak memiliki pedoman atau arahan kemana harus berjalan.

Saya lihat acara ILC di televisi tentang berbagai kasus yang marak terjadi belakangan di nusantara. Saya simak setiap kata yang keluar dari para pembicara yang kebanyakan pemimpin di organisasi yang mereka bernaung. Tiga jam acara berlangsung dan tak ada kata sepakat perihal sengketa pendapat atau ideologi yang tengah melanda. Persoalan Irshad Manji, buku yang dilarang baru-baru ini, konser Lady Gaga, paham-paham liberalisasi, dan banyak lainnya, tak kunjung selesai. Saya kecewa.

Kemudian saya bertanya ke mbah Google. Tentu saja ia menunjukkan banyak jalan menuju tujuan saya. Beragam, ada yang moderat dan reformis, ada pula yang fundamentalis dan konservatif. Saya mulai galau memilih. Mana ini jalan yang terbaik dan tidak mengecewakan orang tua. Dan jelas saja juga tidak mengecewakan Tuhan yang Maha Agung.

Saya juga menyimak banyak cerita dan info dari teman-teman di twitter. Kicauan orang-orang ini banyak memberi pelajaran dan renungan. Banyak pula memberi perintah dan seolah-olah petunjuk jalan ke surga, seolah-olah meraka telah berubah menjadi tuhan. Saya kembali bingung dan mencari-cari kemana harus bertanya. Pikiran akan keberadaan ayah kembali terulang. Andainya ayah masih bersama-sama kami (dalam bentuk fisik) tentu saya akan banyak bertanya kepada beliau. Karena beliau sangat cerdas dan bijak menyikapi pertarungan ideologi, seperti yang tengah melanda Indonesia sekarang ini.

Saya yang masih muda dan rentan akan isme-isme baru, sungguh sekarang merasakan sangat membutuhkan seseorang yang mampu mengendalikan arus pikiran saya. Saya yakin, banyak teman di pulau Rose menganggap saya sudah mulai 'hilang kontrol' berpeluang lupa akan agama yang sudah dianut sejak lahir. Toh, jika tidak, maka saya adalah penganut agama yang 'menyimpang' dari kebanyakan. Ini lebih rentan berbahaya bagi orang lain. Karena, sekali lagi, perbedaan pendapat yang kita miliki tidak sepenuhnya dipahami apalagi ditoleransi di tengah masyarakat dan berbangsa di negara ini. Sangat susah bukan.

Maka saya semakin sulit mendefinisikan diri saya yang sesungguhkan. Saya siapa? dan akan menjadi apa? Saya akan ikut dengan yang mana? Ikut A dengan aliran X nya atau ikut B dengan aliran Z nya. Saya benar-benar hilang kendali. Namun, sebaik-baiknya pegangan adalah berpegang kepada Tuhan Yang Satu. Ini jelas tidak semudah yang dituliskan apalagi semudah diucapkan. Banyak proses dan panjang menuju ke sana. Tentu saja harus ada campur tangan Tuhan mengutuskan wakilnya untuk membenahi jiwa dan hati yang tak jelas arahnya ini.

Tapi kalau dipikir-pikir tentu saja ini langkah bijak yang harus saya ambil. Mumpung saya masih yakin akan keberadaan-Nya dan semoga tidak berpaling. Mumpung saya belum 'terperosok' ke dalam aliran atau cerita yang semakin sering saya simak dari berbagai tempat. Mumpung saya masih hidup dan masih sehat bugar. Saya sangat ingin mengadu dengan selemah-lemahnya iman kepada Sang Pemilik alam semesta ini.

Jika isme yang tengah saya condong ke sana selaras dengan maksud dan ingin-Nya maka tunjukilah dengan cara yang sangat pula mudah saya pahami. Tunjukilah dengan cara-Mu yang sangat bijak dan sangat muda, sepeti saya ini. Sebagai Sang Pencipta, tentu saja Dia tak ingin banyak hamba-hamba-Nya yang muda terjerumus dan terjerembab ke cerita yang Ia tak ingini. Saya sangat yakin dengan kontrol semacam ini. Maka tunjukilah kami. Perlihatkan apa yang salah dan benar.

Tanah kelahiran saya ini tengah dilanda perang pemikiran yang masif dari berbagai kalangan. Mulai dari pemuka agama, pemikir, penulis, artis, dan anak-anak mudanya yang masih mencari-cari. Ini mungkin yang disebut resesi dunia. Setidaknya resesi bagi tanah kelahiran saya. Resesi ini mampu menjungkirbalikkan negara ini dengan kekuatannya yang maha dahsyat. Kekuatan pikiran akan muda mengalahkan apa saja.

Saya kerap mendengar perihal resesi dunia ini pagi-pagi sekali ketika ibu berlibur bekerja. Subuh-subuh beliau kerap memutar VCD dengan lagu-lagu rohani di ruang tengah rumah. Ini kembali mengingatkan saya betapa didikan secara tidak langsung yang ibu berikan sangat mampu mengontrol diri saya ketika jauh dari ibu. Ketika tak bersama ibu, saya harus punya kendali dan mata-mata yang tetap mengendalikan hidup saya dengan baik.

Maka, di sini saya memulai melanjutkan perjalanan yang jauh dari ayah dan ibu. Maka, dengan iman yang lemah inilah saya memohon bantuan dari yang saya yakini yang pemilik alam ini, Sang Khalik.

Saya pun menelepon ibu. Dalam setiap telepon ibu selalu mendoakan saya agar jalan saya lancar dan baik-baik saja. Ini sangat mahal kawan. Ini mungkin pagar agar saya tetap di jalan yang sama sejak dulu kala. Mungkin ini pula atas kuasa doa dan kemudian merunut kepada kuasa Sang Maha Agung untuk mengaliri doa-doa ibu menuju nyata adanya. Buktinya, saya hingga sekarang sehat-sehat dan tak kurang satu apa pun. Selain pemikiran saya yang mulai labil dengan kondisi bangsa ini. Jelas, soal ini ibu tak tahu. Dan saya juga tak hendak memberi tahu beliau.

Tuhan, saya akan tetap berjuang semampu saya. Seadanya saya, saya akan lalui apapun itu. Karena, Engkau tak main-main mengutus saya ke dunia melalui rahim seorang ibu di pulau Rose sana. Maka, saya juga tak main-main ketika melangkah. Untuk itu, jernihkanlah segala daya dan upaya ini.

#gambar dari internet

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Gangnam Style dalam Perspektif Konstruksi Identitas

KETIKA Britney Spears diajari berGangnam Style ria oleh Psy, sedetik kemudian tarian menunggang kuda ini menjadi tren baru dan memecah rekor baru di YouTube. Guinness World Records menganugerahi sebagai video yang paling banyak dilihat yakni 200 juta kali dalam tiga bulan. Sebuah pencapaian yang tak diduga sebelumnya, begitu kira-kira kata Dan Barrett. Park Jae Sang pun mendapat nama dan melimpah job baik di Asia maupun di Amerika Serikat. Google dengan jejaring luasnya bercerita jika horse dance ini adalah sindiran kepada anak muda Korea yang tergila-gila memperganteng, mempercantik, memperlangsing, dan mempertirus tubuh dan wajah sebagai ‘syarat utama’ penampilan dan pergaulan di negeri itu. Tak ketinggalan juga mengkritik gaya hidup yang cenderung high class serta selalu mengejar kesempurnaan. Di kawasan elit Gangnam inilah anak muda dan masyarakat Korea bertemu dengan rumah-rumah bedah, salon kecantikan, serta starbuck-starbuck ala Korea. Psy mengkritik –mungkin tepatnya mela...

Review The Commodity as Spectacle by Guy Debord

Menurut Debord sistem kapitalisme yang mendominasi masyarakat menciptakan kesadaran-kesadaran palsu para penonton atau audiens untuk memenuhi segala bentuk kebutuhan, baik berupa barang (komoditas) ataupun perilaku konsumtif. Kesadaran palsu ini dibangun melalui citra-citra yang abstrak atau bahkan irrasional, yang dianggap rasional oleh penonton, sebagai bentuk pengidentifikasian diri dalam relasi sosial. Relasi sosial ini bergeser jauh dan dimanfaatkan oleh era yang berkuasa sebagai komoditas dalam dunia tontonan. Kaum kapitalis mempunyai kontrol yang kuat atas apapun termasuk mampu mengubah nilai-nilai personal menjadi nilai tukar. Hal ini sejalan dengan otensitas kehidupan sosial manusia, dalam pandangan Debord, telah mengalami degradasi dari menjadi (being) kepada memiliki (having) kemudian mempertontonkan (appearing). Ketiga aspek ini selalu dikendalikan atau disubtitusikan dengan alat tukar yakni uang. Ketika ketiga aspek ini tidak terpenuhi, penonton tidak hanya terjajah (he...