Skip to main content

[Gossip Addict] Masa Mba Nggak Kenal Bimo?



BIMO yang mana? pikirku. Kabur banget pemandangan soal Bimo ini. Pacar atau suami siapa ya? Udah cerai? Trus anak-anak mereka gimana? Aku mulai tak karuan. Aku hilang konsentrasi menonton. Dan berubah menjadi setan yang ingin serba tahu urusan selebritis.

Itu yang pacarnya Ayu. Yang tubuhnya tatoan mba. Yang main di sinetron A. Akhir tahun lalu mereka yang heboh pulang jalan-jalan dari Eropa mba. Pokoknya keren banget pasangan ini. Ayu itu juga sangat setia. Moga cepat nikah mereka ya mba?

Caila! Aku benar-benar mati kutu. Kayak kambing congek di depan teman-teman ini. Siapa Ayu? Ada apa dengan sinetron A? Mereka nikah? Apa urusannya denganku? Trus, trus, trus, trus. Chanel TV kuganti ke acara komedi. Tapi cerita-cerita tentang Ayu dan Bimo masih berdesing. Matilah!

Ini sepenggal cerita tadi malam ketika nobar dengan teman-teman. Hampir setiap malam sih. Yang gila nonton, hingga tengah malam masih saja melek di depan TV. Dengan berbagai posisi, duduk, tidur, menyamping, menyender, dan belum ada yang nungging. Yang sekedarnya saja, ya juga begitu. Hanya saja hingga pukul 9 atau 10 malam. Aku masuk kategori ini. Karena tak gila menonton, karena banyak kerjaan yang harus segera diselesaikan.

Sepenggal cerita di atas hanyalah berlangsung malam tadi. Pada malam lalu dan malam nanti gimana? Ya sama saja. Tetap akan ada perbincangan seputar Bimo dan Ayu serta kawan-kawannya. Lain kata, kehidupan dan kasus selebritis sudah menjadi makanan sehari-hari teman-temanku di sini.

Awal kata, perdana gabung nobar dengan teman-teman, aku merasa sangat lebih tahu dari mereka. Tentu saja perihal berita hangat seputar hari atau minggu itu. Nyatanya, karena yang dipilih adalah chanel TV yang penuh dengan kabar selebritis, maka seputar merekalah yang diperbincangkan setiap hari. Ini benar-benar saya alami kawan.

Jika selama ini saya tak peduli dengan kehidupan selebritis kita, kali ini saya menjadi sangat peduli. Tentu saja saya peduli kepada teman-teman saya ini, bukan kepada kaum selebritis saja. Apa hubunganku? Emangnya mereka sadar dan mau kasih kalau aku tak punya uang buat beli pulsa? Tentu saja mimpi itu kawan. Jadi, buat apa saya ambil pusing.

Tapi, saya mulai kasihan dan penuh empaty kepada teman-teman di sini. Bayangkan, sebelum berangkat kerja setiap TV di kamar masing-masing menampilkan kehidupan selebritis yang tidak hanya glamour namun penuh sensasi. Mulai dari anak dilahirkan, anak pandai berjalan, model rambut terbaru, pacar baru, kado ulang tahun, nikah, bulan madu, selingkuh, cerai lagi, hak asuh anak, berantem dengan orang tua, kicauan di twitter, foto syur, dan sungguh masih banyak lagi. Kabar-kabari yang kebanyakan #sampah ini ditonton oleh teman-teman saya ini setiap pagi sebelum berangkat kerja.

Tak satu pun yang memutar chanel tentang berita pagi apalagi film kartun. Tak ada. Kenapa saya tahu? Ya tahu dong. Karena mereka kompak memilih chanel yang sama, sama-sama berkisah tentang Bimo dan Ayu, dan kawan-kawan mereka. Sama kawan. Kamar satu bicara tentang pasangan selebritis, kamar dua pun begitu. Kamar tiga pun sama. Bayangkan, betapa jelasnya setiap kata yang diucapkan oleh host acara sialan macam begitu.

Dampaknya ada? Tentu ada dong dan nyata sekali. Apakah mereka juga memotong rambut macam idola mereka. Kadang ya. Apakah mereka ingin membeli baju macam idola mereka. Benar sekali. Apakah mereka bahagian ketika melihat berita itu? Wah pasti itu. Mereka senang. Tertawa. Jika ada teman yang salah menambahkan informasi itu, maka teman yang lain akan meluruskan. Macam begini nih.

Suaminya itu setia, hanya saja istrinya ganjen dan mengkhianati. Kalau ini suaminya yang KDRT. Makanya, istrinya minta cerai. Bukan karena selingkuh. Begitu.

Saya terheran-heran. Kok hapal ya?

Ini jelas menggambarkan betapa TV beserta chanel sialan dan #sampahnya mengotori otak penonton dan anak muda kebanyakan. Satu hal yang paling penting diketahui sebagai dampak dari TV dan program acara gila-gilaan macam begini adalah, imitasi atau proses peniruan yang sangat besar dari penonton kepada idola mereka. Kalau mereka mampu? It is okay. But, if they do not. what next to do? Tidak menutup kemungkinan mereka akan maling.

Ini sepenggal lagi cerita naif dari Gosip Addict ini.

Mba, saya pengen banget lho punya kebaya macam si B itu. Manis banget. Satu saja, tak usah banyak. Tapi harganya Rp 500 ribu saja. Saya pengen banget e. Ntar kalo kemana-mana macam kondangan atau buat nikah kan enak. Satu aja. Kalau harganya sampe jutaan gitu, matilah kita kan? Saya tak punya uang segitu. Tapi pengen punya. Sepertinya harus putar otak buat punya nih.

Belum lagi dengan penggalan cerita ini.

Mba liat si C dan si D itu. Mereka pasangan sempurna. Punya rumah, mobil, anak imut, kemana-mana ada supir, mainnya ke mall dan taman-taman hiburan. Trus kalo weekend ke luar negeri. Paling dekat ya Singapur. Seneng kan mereka. Saya mau juga punya suami macam si C itu. Biar hidup saya tenang mba.

Aku tepok jidat dan menelan ludah mendengar cita-cita yang rada sableng begini... to be continued.

Aku tidak bermaksud membuka aib mereka. Ini memberiku banyak pelajaran, makanya aku abadikan menjadi cerita. Mohon maaf jika janggal dan membuat hati pembaca seperti dihoyak gempa.


#gambar dari internet

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Review Encoding/Decoding by Stuart Hall

Stuart Hall mengkritik model komunikasi linear (transmission approach) –pengirim, pesan, penerima- yang dianggap tidak memiliki konsepsi yang jelas tentang ‘momen-momen berbeda sebagai struktur relasi yang kompleks’ serta terlalu fokus pada level perubahan pesan. Padahal dalam proses pengiriman pesan ada banyak kode –pembahasaan- baik yang diproduksi (encode) maupun proses produksi kode kembali (decode) sebagai suatu proses yang saling berhubungan dan itu rumit. Proses komunikasi pada dasarnya juga berkaitan dengan struktur yang dihasilkan dan dimungkinkan melalui artikulasi momen yang berkaitan namun berbeda satu sama lainnya –produksi, sirkulasi, distribusi/konsumsi, reproduksi (produksi-distribusi-reproduksi). Landasan Hall atas pendekatan ini adalah kerangka produksi komoditas yang ditawarkan Marx dalam Grundrisse dan Capital, terminologi Peirce tentang tanda (semiotic), serta konsep Barthes tentang denotatif dan konotatif yang bermuara pada ideologi (denotative-connotative-id...

Review The Commodity as Spectacle by Guy Debord

Menurut Debord sistem kapitalisme yang mendominasi masyarakat menciptakan kesadaran-kesadaran palsu para penonton atau audiens untuk memenuhi segala bentuk kebutuhan, baik berupa barang (komoditas) ataupun perilaku konsumtif. Kesadaran palsu ini dibangun melalui citra-citra yang abstrak atau bahkan irrasional, yang dianggap rasional oleh penonton, sebagai bentuk pengidentifikasian diri dalam relasi sosial. Relasi sosial ini bergeser jauh dan dimanfaatkan oleh era yang berkuasa sebagai komoditas dalam dunia tontonan. Kaum kapitalis mempunyai kontrol yang kuat atas apapun termasuk mampu mengubah nilai-nilai personal menjadi nilai tukar. Hal ini sejalan dengan otensitas kehidupan sosial manusia, dalam pandangan Debord, telah mengalami degradasi dari menjadi (being) kepada memiliki (having) kemudian mempertontonkan (appearing). Ketiga aspek ini selalu dikendalikan atau disubtitusikan dengan alat tukar yakni uang. Ketika ketiga aspek ini tidak terpenuhi, penonton tidak hanya terjajah (he...