Skip to main content

[Catatan] Ramadhan Oh Ramadhan



CIHUY, H-3 Surah An Naas usai dibaca. Akhirnya, khatam Al-Quran juga Ramadhan kali ini. Sempat tertunda tahun lalu, namun alhamdullah, sembari menahan kantuk sehabis sahur, induk segala kitab ini terampungkan sudah. Maka, nikmat mana lagi yang kau dustakan wahai hamba-hamba dari Sang Raja kehidupan. Sungguh, kebanggaan menjadi pengikut Rasulullah Saw itu tiada duanya.

Apa inikah yang dinamakan Lailatul Qodhar? Oh God! Secepat itukah? Jika iya, rasa kemanusiaanku memang agak membaik. Menjaga hati agar tak dongkol terhadap kawan, atasan, saudara, dan Tuhan, adalah pendidikan Ramadhan yang mencengangkan kuterima tahun ini. Bagaimana aku tak mendoakan dengan penuh kekesalan kepada mereka yang lalai dengan kerja padaku. Maka, ini balasan dari Ramadhan: jaga hati agar tak menyumpah serapah.

Tapi, jika tidak. Sungguh ya Rabb, tak sedikitpun buruk sangka ini kulahirkan untuk-Mu apalagi untuk orang-orang di sekitarku yang dicintai. Karena, berjumpa dengan Ramadhan saja, adalah kado terindah dari sekian banyak kado yang Kau hadiahkan dalam hati ini.

Kenapa? Karena dongkol dan menyumpah dalam hati ini pengalaman. Jika sadar, pengalaman mengajarkan apa sesungguhnya yang diinginkan oleh hidup dan kehidupan ini. Jika tak sadar, kata Buya Hamka, jika hidup hanya hidup samalah dengan babi yang hidup hanya untuk hidup. Pahit memang. Tapi, hati kecil tak bisa berpaling dari kebenaran ungkapan buya itu.

Surah An Naas, berbicara tentang manusia. Sebagai manusia, kita diciptakan bukan tanpa tujuan. Persis seperti kita membuka laptop, atau memasak kue, atau membeli baju baru. Banyak tujuan yang ingin dicapai dari segala aktivitas itu. Mungkin akan menulis atau mendengarkan musik, mungkin untuk menghibur si sakit, atau mungkin untuk anak yatim piatu tetangga yang jarang sekali membeli baju baru. Dan hidup diciptakan Allah Swt, mustahil tanpa tujuan. Seperti yang tertuang dalam induk segala kitab ini, tujuannya: bertakwa kepada Pencipta.

Maka, semenjak Ramadhan ini, dan sejak dulu-dulunya, semua tindak tanduk memang harus dipertanggungjawabkan. Mengingat ini, banyak sesalan dan rasa bersalah. Dosa-doa yang lalu; lalai salat, kurang berinfak, asyik bergosip, serta tindakan yang tidak terpuji, tidak hanya mempermalukan diri sendiri, tapi juga menyakiti nurani. Maka, tobat adalah penawarnya. Tobatlah sebelum tobat itu asing dan berat adanya.

Sebagai manusia, tobat mencoba mengobati hati yang luka karena sesal dosa-dosa. Sebagai manusia, tobat menyemangati dan mengoptimiskan diri akan masa mendatang. Dan, sebagai manusia, tobat cukup melapangkan hati yang sesak karena tekanan. Tobat juga menguatkan bahwa manusia hanya meminjam bahkan menumpang di bumi dan tanah ini pada anak cucunya. Selebihnya hanya akal-akalan manusia yang terlampau rakus dan lupa diri.

Ramadhan ini akan segera berakhir. Tapi, perkenankanlah ya Rabb, pertemukan lagi kami dengan Ramadhan mendatang. Sungguh benar, Ramadhan adalah kebaikan dari segala bulan. Andai kata, kami belum mujur dan bertambah mulia di tahun ini. Hanya maaf dan mohon bukakan pintu hati agar segera bertobat dan insaf diri. Nikmat Islam, hidayah akan Islam, terlalu mahal jika harus kami tukar dengan riang gembira, gegap gempita, dan pesta berbulan-bulan di bumi ini. Semoga kami termasuk pada hamba-hamba-Mu yang insaf dan tawaduk. Amin.

#foto dari Holy Ramadan Moon

Benua Iman; 150812,5:53

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Gangnam Style dalam Perspektif Konstruksi Identitas

KETIKA Britney Spears diajari berGangnam Style ria oleh Psy, sedetik kemudian tarian menunggang kuda ini menjadi tren baru dan memecah rekor baru di YouTube. Guinness World Records menganugerahi sebagai video yang paling banyak dilihat yakni 200 juta kali dalam tiga bulan. Sebuah pencapaian yang tak diduga sebelumnya, begitu kira-kira kata Dan Barrett. Park Jae Sang pun mendapat nama dan melimpah job baik di Asia maupun di Amerika Serikat. Google dengan jejaring luasnya bercerita jika horse dance ini adalah sindiran kepada anak muda Korea yang tergila-gila memperganteng, mempercantik, memperlangsing, dan mempertirus tubuh dan wajah sebagai ‘syarat utama’ penampilan dan pergaulan di negeri itu. Tak ketinggalan juga mengkritik gaya hidup yang cenderung high class serta selalu mengejar kesempurnaan. Di kawasan elit Gangnam inilah anak muda dan masyarakat Korea bertemu dengan rumah-rumah bedah, salon kecantikan, serta starbuck-starbuck ala Korea. Psy mengkritik –mungkin tepatnya mela...

Review The Commodity as Spectacle by Guy Debord

Menurut Debord sistem kapitalisme yang mendominasi masyarakat menciptakan kesadaran-kesadaran palsu para penonton atau audiens untuk memenuhi segala bentuk kebutuhan, baik berupa barang (komoditas) ataupun perilaku konsumtif. Kesadaran palsu ini dibangun melalui citra-citra yang abstrak atau bahkan irrasional, yang dianggap rasional oleh penonton, sebagai bentuk pengidentifikasian diri dalam relasi sosial. Relasi sosial ini bergeser jauh dan dimanfaatkan oleh era yang berkuasa sebagai komoditas dalam dunia tontonan. Kaum kapitalis mempunyai kontrol yang kuat atas apapun termasuk mampu mengubah nilai-nilai personal menjadi nilai tukar. Hal ini sejalan dengan otensitas kehidupan sosial manusia, dalam pandangan Debord, telah mengalami degradasi dari menjadi (being) kepada memiliki (having) kemudian mempertontonkan (appearing). Ketiga aspek ini selalu dikendalikan atau disubtitusikan dengan alat tukar yakni uang. Ketika ketiga aspek ini tidak terpenuhi, penonton tidak hanya terjajah (he...