Skip to main content

Miras Oplosan di Balik Jamu Tradisional

Hampir setiap bulan nyawa pemuda melayang sia-sia dikarenakan mengonsumsi minuan keras (miras) oplosan di tanah air. Baru-baru ini tak kurang 12 pemuda meninggal setelah menenggak miras oplosan di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Tidak hanya itu, rentang waktu Mei hingga Agustus 2010, di Cirebon meninggal 12 orang, di Blitar meninggal 9 orang (Pro 3 RRI, 25 Agustus 2010), dan masih ada beberapa korban lagi meregang nyawa ataupun sekarat di rumah sakit setelah menenggak minuman ini.
Miras oplosan adalah racikan atau campuran yang kebanyakan dari jamu tradisional -ada juga miras dicampur bodrex- kemudian ditambah alkohol dengan kadar hanya dikira-kira oleh si penjual. Produk ini dibuat secara mandiri oleh perorangan ataupun kelompok di rumah (home industry). Tak ada pelatihan-pelatihan khusus sebelumnya. Peracik hanya mengira-ngira takaran alkohol yang akan dicampur dengan jamu, apakah itu jamu pegal linu, jamu kuat, ataupun lainnya.
Bagi masyarakat awam, yang pengetahuan tentang kesehatan masih minim, minuman ini seperti tak mengancam kesehatan sama sekali. Hal ini karena memang, jamu lebih identik dengan minuman kesehatan serta kebugaran. Kalimat orang-orang yang meminum jamu adalah orang-orang yang lebih peduli dengan kesehatan, sejak tempo dulu hingga sekarang melekat kuat di benak kita. Tak peduli apakah jamu tersebut diracik dengan takaran atau kandungan yang tepat atau tidak. Termasuk dengan miras oplosan ini.
Transaksi minuman ini kerap pula terjadi pada penjual-penjual jamu di tempat-tempat yang mudah dijumpai. Tak ada lokasi khusus sebagai tempat penjualan miras oplosan. Antara penjual dan pembeli pun sama-sama mengerti. Biasanya minuman ini dijual tidak dipamerkan begitu kentara, namun lebih tersembunyi pada penjual jamu. Kebanyakan pemuda atau pembeli membelinya seperti membeli es cendol dan dibungkus plastik. Terkesan minuman tidak berbahaya.
Minuman ini pun mendapat sambutan dari pembeli, kebanyakan dari kalangan pemuda. Dalam beberapa situasi pemuda kerap meminum minuman ini tanpa sebelumnya mempertimbangkan akibatnya. Beberapa penyebab pemuda menenggaknya, misal hanya untuk kesenangan semata atau hiburan ringan dan murah meriah sesama pemuda, melepaskan tekanan dari keadaan sekitar seperti tekanan ekonomi, ataupun lainnya.
Miras oplosan, yang saat ini memakan banyak korban, sekali tumbang rata-rata puluhan orang, menjadi ancaman kematian baru setelah ancaman dari ‘si ijo’ tabung elpiji 2-3 kg. Menyayangkan sekali jika jumlah penduduk berkurang dengan peristiwa-peristiwa yang bisa disebut sebagai kelalaian. Korban miras oplosan adalah salah satu bukti kelalaian stakeholder yang berkecimpung di sana. Tidak hanya masyarakat; penjual dan pembeli, namun juga elemen-elemen lain, seperti departemen kesehatana, Badan Pengawas Obat dan Minuman (BPOM), maupun DPR/DPRD kota dan provinsi.
BPOM seharusnya lebih ketat lagi mengawasi penyebaran minuman yang sejenis di kalangan masyarakat. Produk yang asli dan palsu perlu ditegaskan agar masyarakat tak lagi menjadi tumbal atas kelalaian. Begitu juga dengan departemen kesehatan dan DPR/DPRD agar lebih ketat dalam meregistrasi produk-produk baru yang bahan dan kadarnya sesuai dengan kebutuhan serta kesehatan. Regulasi atau peraturan yang dibuat di daerah tingkat I dan II dalam bentuk Peraturan daerah (Perda) pelaksanaannya perlu dimaksimalkan. Perda Pelarangan Mengonsumsi Minuman Keras, bisa dikatakan hanya mereknya saja. Implementasinya jauh dari yang diharapkan. Sanksi dengan efek jera harus dilaksanakan bagi si pelanggar agar nyawa manusia yang melayang di negeri ini tidak sia-sia lagi.

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Gilby Mohammad

Kado Setelah Ujian Skripsi

Tak terasa sudah lebih tiga tahun menggeluti Program Studi Sastra Indonesia di salah satu kampus negeri kota Padang ini. Pada hari itu, Rabu, 20 Juli 2011, sekitar pukul 08.00 waktu setempat, saya mulai mempertanggungjawabkan tugas akhir atau skripsi yang saya buat di depan para penguji, baik yang bergelar professor, doctor, dan seterusnya. Memakan waktu sekitar 2 jam, saya mati-matian mempertahankan teori dan interpretasi saya mengenai gender dan feminisme di depan penguji. Alhamdulillah, saya dinyatakan lulus oleh professor yang membimbing tugas akhir saya di kampus. Sebelumnya, Selasa malam, saya menerima pesan pendek dari Panitia Lomba Menulis tentang Bung Hatta yang diadakan oleh Perpustakaan Proklamator Bung Hatta Bukittinggi sekitar sebulan lalu, Juni 2011. Isi pesan itu, saya disuruh mengecek siapa saja yang beruntung menang dalam perlombaan tersebut, ada yang terpampang di home page nya ataupun terpampang di Harian Umum Singgalang pada Rabu itu. Ya, karena cukup sibuk memper...