Diawali dengan penampilan monolog oleh sastrawan Whani Darmawan, tentang asal muasal serta eksistensi perilaku merokok dalam kehidupan berbangsa di Tanah Air. Monolog menceritakan pertentangan Roro Mendut, penjual rokok di kalangan masyarakat dan pemerintah yang menentang kegiatan tersebut. Whani membawakannya begitu apik dan mengesankan. Audiens tidak hanya terperangah dengan monolog tersebut, di sisi lain juga cukup ‘hilang pegangan’, apakah setuju dengan pemerintah yang melarang merokok atau kepada Roro Mendut, dalam pandangannya merokok justru salah satu identitas bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan.
Acara itu bedah buku Nicotine War: Perang Nikotin dan Para Pedagang Obat karya Wanda Hamilton. Wanda dalam buku ini mengungkapkan dengan gamblang dan sangat rinci tentang motif-motif yang mendasari larangan dan pembatasan produk tembakau ini. Hal ini seiring dengan karirnya, peneliti independen dan pengajar ditiga universitas terkemuka di Amerika. Wanda ‘menelanjangi’ Amerika tentang niat liciknya, ingin mengulang sejarah, menjajah negeri dunia ketiga dengan segala propaganda serta penelitian dan argumen yang dalam pandangan banyak orang, ilmiah.
Amerika begitu hebat membohongi dunia. Kebohongan itu diciptakan seolah-olah betul, objektif, dan ilmiah. Tak satu pun, jika tak jeli, dari kita yang mengetahui niat busuk tersebut. Kebenaran dalam pandangan Amerika hanyalah kebenaran menurut diri sendiri, kebenaran menurut orang banyak tak lagi dihiraukan, apalagi kebenaran menurut Maha Kuasa. Mental menjajah atau kolonial pun semakin tumbuh subur dari tiap generasi. Pembohongan besar dijejalkan kepada bangsa Indonesia dengan sangat mudah. Demikian Mohamad Sobari, budayawan, dalam diskusinya di depan sekitar 300 peserta baik pelajar, mahasiswa, budayawan, akademis, wartawan, dan lainnya di Teater Utama Taman Budaya Sumatra Barat, Rabu (28/7) lalu.
Hal ini sebelumnya ditekankan oleh Salamuddin Daeng, peneliti. Bagi Daeng, isu pembatasan mengosumsi rokok kemudian diikuti dengan fatwa haram terhadap rokok yang keluar Maret lalu, seharusnya tidak dilihat dari segi kesehatan semata, tapi juga telisik dari segi ekonomi politik. Sebab maupun akibatnya juga perlu dipandang lebih jeli lagi, bahwa ada kepentingan dari perguliran isu antirokok di tanah air.
Keterlibatan Indonesia dengan perundingan dan perjanjian-perjanjian baik bilateral maupun multilateral adalah salah satu cara bagi negara maju untuk mempengaruhi dan menguasai negara berkembang, dalam hal ini antirokok dan tembakau. Menurut Daeng, Amerika memandang Indonesia adalah salah satu negara pesaing penghasil tembakau di dunia. Dengan begitu Amerika menginginkan Indonesia menghentikan produksi tembakau dengan segala alasan-alasannya, yang kemudian Amerika akan menduduki Indonesia, sebagai pengekspor rokok dan tembakau. Penguasaan pasar internasional, imprealisme gaya baru yang kembali meningkatkan hutang dan ketergantungan Indonesia ke negara Amerika atau negara maju. “Politik ekonomi, inilah tujuan utama dari kampanye antirokok dan tembakau di tanah air,” jelasnya.
Padahal jika ingin melihat segi lain dari dunia tembakau di tanah air sangatlah mengkhawatirkan. Tembakau: Segurat Sejarah, film pendek yang menceriterakan tembakau dan petaninya di Kabupaten Jember. Di tempat ini menanam tembakau sudah turun temurun dari satu generasi ke generasi lain. Ratusan ribu hektar lahan ditanami tembakau dan ratusan ton tembakau dipanem setiap musim panen. Tak heran Jember dikenal sebagai sentral tembakau di Tanah Air. Namun kehidupan petani tembakau tak selalu berbuah manis. Persaingan harga, kongkalikong para tengkulak, sengketa lahan dengan tuan tanah, serta lainnya, menjadi problematik tersendiri bagi petani tembakau. Namun demikian, petani tembakau tak bisa berpindah ke lain tanaman, karena mereka bergantung hidup dengan tanaman ini.
Ia menambahkan, berbagai perundingan internasional baik yang langsung berkaitan dengan tembakau dan rokok, maupun yang berhubungan dengan investasi dan perdagangan secara keseluruhan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, mutlak harus diwaspadai oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan sudah terlalu banyak sumbar daya alam Indonesia dikuasai oleh pihak asing, dan rakyat serta pemerintah Indonesia tak banyak berkutik. Mulai dari tambang minyak bumi, tambang batu bara, tambang emas, dan lainnya, tampuknya selalu dipegang bangsa asing. Kemudian yang didapat bangsa ini adalah sisa-sisa dari pertambangan tersebut, seperti produk yang kurang bagus, kerusakan lingkungan serta bencana-bencana yang ditimbulkannya. “Kalau tidak cermat kita akan kehilangan sensitivitas nasional,” kata Daeng.
Bagi M. Taufik, sosiolog, sudah saatnya bangsa ini jeli mencermati dan memandang segala keputusan dan kebijakan yang dibuat pemerintah. Keputusan yang dibuat pemerintah sarat dengan kepentingan ideologi tertentu. Penjajahan gaya baru dari bangsa asing, adalah penjajahan mainset atau pola pikir yang pada dasarnya telah merebak ke dalam kampus. Kondisi kekinian terkesan pendidikan tidak lagi memanusiawikan manusia, tetapi hanya untuk memenuhi pasar kerja.
Comments
Post a Comment
Silahkan berkomentar ^_^