Skip to main content

Ramadhan 2016, Tidak Semua Ikut Berpuasa di Rumah

Sejak beberapa tahun belakangan, ramadhan bersama ibu di rumah di Mukomuko menjadi sesuatu yang istimewa. Maklum, selama ramadhan saya kerap jauh dari rumah dan ibu. Jika tidak di Padang ya di Jogja. Ramadhan dihabiskan sendiri atau bersama teman di kosan. Kata ibu, “Ramadhan yang buka dan sahur sendiri.”

Ramadhan tahun ini saya di rumah bersama ibu dan kakak-kakak. Ya senang sih, menikmati ramadhan beramai-ramai, tidak sendiri atau dua tiga orang saja. Ditambah pula ramadhan ini rumah kedatangan satu tambahan anggota keluarga: kakak ipar, hehehe.
Cerita ramadhan di rumah sepertinya tidak banyak berbeda dengan cerita ramadhan yang sudah-sudah. Bahwa akan selalu ada pihak-pihak yang tidak berpuasa selama ramadhan. Berikut beberapa pihak yang tidak berpuasa selama ramadhan di rumah saya:

1. Da Dedi. Ini abang saya yang sulung. Abang saya ini sangat spesial, sehingga tidak memungkinkan berpuasa di bulan puasa. Kami selalu menjaganya.

2. Aji. Ini kucing kami yang paling ganteng. Umurnya hampir satu tahun. Selalu pakai kaos kaki belang, ya karena bulunya belang, hahaha. Matanya besar, hidungnya besar, dan pahanya besar. Agak flamboyan, karena tak suka dielus banyak. Dia tidak cakap mengeong. Kata ibu, suaranya seperti suara orang dicekik. Ini biasa ia lakukan jika tak menjumpai kakak saya di rumah. Dia sangat manja pada kakak saya. Sejak saya di rumah, dia kerap tidur di kamar saya. Saya berusaha melayani dia dengan profesional: tidak mengelus-elus resek ketika tidur di kamar.

3. Achil kecil. Ini juga kucing. Umurnya sekitar 5-6 bulan. Beberapa pekan sebelum ramadhan ini, tak sengaja, abang saya menabrak pinggangnya pakai mobil. Alhasil, selama sekian pekan ia tidak bisa bergerak banyak. Makan di tempat tidur, pipis di tempat tidur, pup di tempat tidur, mandi sekenanya di tempat tidur. Saya dan kakak bergantian merawatnya. Ibu kebagian mengawasinya, sementara abang kebagian menyalakan obat nyamuk bakar untuknya. Beruntung, masuk ramadhan ia sudah bisa berlari-lari meski kaki kirinya pincang, juga mahir bermain bola. Senang sekali melihatnya semakin sehat dan bisa berkejaran sana sini. Sejak mulai sembuh ia selalu tidur bersama saya. Ya, sejak ia mulai sembuh saya lebih sering tidur di lantai di depan tipi ketimbang di kamar.

4. Ace besar. Ini juga kucing, kucing besar. Usianya hampir dua tahun. Ia tidak pernah bercanda dengan saya. Tapi kalau lapar ia tidak segan-segan mencari saya ke kamar sembari mengeong hebat. Apalagi kala bukan minta makan. Bentuknya jelek, karena wajahnya penuh cakaran. Ia suka berkelahi. Ia pula yang mengajari Aji berkelahi dan, sepertinya juga berpacaran. Malangnya, di luar sana ia pernah berkelahi dengan Aji. Hingga Aji babak belur. Sementara di rumah seperti ayah-anak yang tidak banyak bersenggolan dan bercakap-cakap serius. Makan ya makan aja. Tidur ya tidur aja. Kami menyebutnya si kereta api, karena ketika lewat di tengah ruang depan, ia lewat begitu saja sembari mengeong kencang seperti kereta api sedang lewat.

Nah, demikianlah beberapa pihak yang tidak ikut berpuasa di rumah ketika ramadhan. Sebagai anak yang baik saya ikut bertanggung jawab atas pemenuhan hak-hak untuk makan-minum-tidur mereka selama ramadhan. Untuk para kucing saya menyediakan makanan-minuman setiap 3-4 jam. Menyediakan tempat tidur santai dan beberapa mainan seperti boneka dan bola berbulu khusus buat Achil kecil.

Demikianlah.

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Gilby Mohammad

Kado Setelah Ujian Skripsi

Tak terasa sudah lebih tiga tahun menggeluti Program Studi Sastra Indonesia di salah satu kampus negeri kota Padang ini. Pada hari itu, Rabu, 20 Juli 2011, sekitar pukul 08.00 waktu setempat, saya mulai mempertanggungjawabkan tugas akhir atau skripsi yang saya buat di depan para penguji, baik yang bergelar professor, doctor, dan seterusnya. Memakan waktu sekitar 2 jam, saya mati-matian mempertahankan teori dan interpretasi saya mengenai gender dan feminisme di depan penguji. Alhamdulillah, saya dinyatakan lulus oleh professor yang membimbing tugas akhir saya di kampus. Sebelumnya, Selasa malam, saya menerima pesan pendek dari Panitia Lomba Menulis tentang Bung Hatta yang diadakan oleh Perpustakaan Proklamator Bung Hatta Bukittinggi sekitar sebulan lalu, Juni 2011. Isi pesan itu, saya disuruh mengecek siapa saja yang beruntung menang dalam perlombaan tersebut, ada yang terpampang di home page nya ataupun terpampang di Harian Umum Singgalang pada Rabu itu. Ya, karena cukup sibuk memper...