Skip to main content

[Catatan] Make Your Crown on Good June



JIKA Presiden AS Barack Obama kelimpungan menghadapi bulan ini yang terkenal dengan 'bad june'nya, saya tidak. Presiden terkenal sejagat itu harus memutar otak bertubi-tubi beserta tim suksesnya demi menghadapi bad june, saya mah agak sedikit santai. Bukan karena ia presiden saya karyawan, tapi masalah yang kita hadapi sama besar, kok.

Juni ini saya banyak acara, bak semut-semut, setiap hari dalam sepekan, setiap jam dalam sehari, saya punya banyak cerita yang tidak hanya harus dituliskan tetapi juga dijelaskan. Ini bertangung jawab apa hanya akal-akalan saja? Lari sana lari sini. Jemput ini, antar itu. Lengkapi ini kurangi yang itu. Seperti semut, kadang berbondong-bondong, kadang merana sendiri. Begitulah kegiatan saya.

Saya dituntut harus selesaikan pekerjaan itu dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Tak boleh kelamaan dan tak boleh pula boros tinta dan kertas. Karena saya semakin sedih dengan kegiatan kantor yang banyak memakai kertas-kertas untuk kerja-kerja. Dalam hati saya kasihan dengan kertas-kertas itu. Mereka penadah yang tubuhnya siap ditumpahi tinta-tinta. Jadi kotor meski ada tambahan warna warni di atasnya. Tapi, tetap saja mereka jadi lusuh.

Belum lagi perkara hidup saya ke depan. Entah bagaimana nanti. Saya sudah usaha untuk ikut cara mereka. Tapi mereka punya batas limit yang harus dipenuhi, maka mati-matian saya memenuhi itu. Hidup itu diikuti dengan standar-standar. Komunitas juga penuh dengan standar-standar. Maka jika anda ingin bergabung dengan mereka penuhi standar-standar itu. Saya jadi agak cemas. Karena gagal membuat saya malas mandi dan makan. Maka, saya ngos-ngosan.

Iya, benar, saya sudah sekitar setengah tahun di sini. Kira-kira saya sudah mulai pintar dengan kota dan paradigma masyarakatnya. Benar, saya senang berada di antara orang-orang yang tidak hanya sayang, tetapi juga menghormati saya. Mereka orang baik semua. Apa-apa selalu disampaikan dengan tawa dan lemah lembut. Karena dengan lemah lembut manusia itu menjadi mulia dan masuk surga. Maka, saya berbuat yang sama; lemah lembut kepada siapa saja.

Akan saya jelaskan lagi, betapa temans saya di kosan setelah bergulat dengan pekerjaan, malamnya mereka bergulat dengan tivi-tivi di kamar. Saya prihatin (catat, prihatin saya ini sama besarnya dengan prihatin SBY terhadap partainya, jadi jangan sekali-kali diremehkan) dengan tontonan temans saya itu. Seperti biasa, tontonan temans saya hanya bermuatan sandiwara, produk dari otak sutradara yang gila harta. Jauh sekali isinya dengan pembelajaran apalagi hitung-hitungan. Padahal, saya sudah susun rencana bagus buat nonton talkshow yang berbuih-buih. Saya tak yakin tontonan yang saya recomendedkan ini cerdas. Tapi, agak bergengsi daripada sandiwara kacangan. Sungguh, saya benar-benar kasihan.

Eh, ternyata tidak. Seperti yang saya prediksikan, tidak ada jalan temu dan jalan solusi di sana. Karena mereka yang hadir hanya memamerkan kecerdasan kognitif dan sekali-kali mengklarifikasi arus berita. Selebihnya hanya orang-orang berjas yang cekikikan terhadap nasib rakyat. Ini terlalu mahal kita beli. Maka matikan saja tivinya. Dengan begitu saya tak suuzon lagi, tapi saya tetap prihatin.

Begitulah wajah tivi-tivi kita. Sedikit sekali yang ingin menyuarakan kebenaran apa adanya. Pun dengan koran-koran yang berseliweran di rumah. Tak ada yang berani menulis sesuai dengan apa yang dilihat mata. Memang, kekuasaan pemilik media mampu mendikte jurnalis atau reporternya untuk menyampaikan anu kepada pembaca. Korporasi besar mampu membeli apa saja, idealisme jurnalis, ah hanya dengan beberapa lembar apel malang cyin, tunai dan terjual itu. Tak percaya? Silahkan saja.

Saya pernah bekerja di dunia itu, maka saya tahu dan berani menuliskannya. Jika tidak, saya akan tetap menuliskannya. Meskipun ini hanya berlangsung di blog saya. Saya sedang menggores sejarah melalui blog dan hidup saya. Maka, saya tak ingin menyia-nyiakan apa yang ada. Karena hidup tak terulang dua kali. Sekali saja, anda dibuatnya jengah, apalagi berkali-kali. Oh men!

Kembali ke temans saya. Tapi, begitulah mereka. Sebenarnya tivi itu jauh lebih dahsyat dampaknya daripada narkoba. Apa benar? Apa saya tak keliru membandingkannya? Saya rasa tidak. Mereka sama-sama membuat candu; ingin lagi, tonton lagi. Sama-sama membuat melayang-layang; fly, terbawa mimpi. Sama-sama ingin mengecapnya di pagi hari; biar semangat, seperti apa ya gaun pengantin si anu? Ah, ini benar-benar nyata. Ada di depan mata. Dan kita hanya melongo dengan itu semua. Saya berontak.

Harusnya pemerintah menarik semua produk tivi dan merazia RT yang penduduknya bertivi setiap rumah. Bagusnya setiap RT itu cuma memiliki tivi satu. Tivi itu diletakkan di pos ronda atau gedung atau pendopo. Siapa saja yang ingin menonton datanglah kesana. Dan harus akur, program mana yang layak ditonton. Hanya dua; kartun dan dunia dalam berita. Cukup!

Negara bukan berarti tidak menghormati hak asasi, karena dengan bertivi satu setiap rumah akan menciderai moral seisi rumah. Siapa yang ingin cerdas pastilah mengikuti program pemerintah. Sedangkan siapa yang tak ingin cerdas haruslah dicerdaskan. Negara harus keras di sini jika tak ingin bangsanya bodoh lagi miskin. Karena. anda perlu tahu, manusia itu sebenarnya bodoh, hanya saja mereka berakal panjang mengemas kebodohan itu dengan 1001 akal. Jadi, seolah-olah cerdas.

#gambar dari internet

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Gangnam Style dalam Perspektif Konstruksi Identitas

KETIKA Britney Spears diajari berGangnam Style ria oleh Psy, sedetik kemudian tarian menunggang kuda ini menjadi tren baru dan memecah rekor baru di YouTube. Guinness World Records menganugerahi sebagai video yang paling banyak dilihat yakni 200 juta kali dalam tiga bulan. Sebuah pencapaian yang tak diduga sebelumnya, begitu kira-kira kata Dan Barrett. Park Jae Sang pun mendapat nama dan melimpah job baik di Asia maupun di Amerika Serikat. Google dengan jejaring luasnya bercerita jika horse dance ini adalah sindiran kepada anak muda Korea yang tergila-gila memperganteng, mempercantik, memperlangsing, dan mempertirus tubuh dan wajah sebagai ‘syarat utama’ penampilan dan pergaulan di negeri itu. Tak ketinggalan juga mengkritik gaya hidup yang cenderung high class serta selalu mengejar kesempurnaan. Di kawasan elit Gangnam inilah anak muda dan masyarakat Korea bertemu dengan rumah-rumah bedah, salon kecantikan, serta starbuck-starbuck ala Korea. Psy mengkritik –mungkin tepatnya mela...

[Hari Pejuang Perempuan] Kepada Amak dan Perempuan Pekerja yang Dibentak

April ini, seperti April yang lalu, selalu ada kegiatan, diskusi, acara, dan tulisan di sana-sini menghiasi langit perempuan di negara Indopahit. Warga negara ini, hanya sebagian, merayakan hari pejuang perempuan yang dikenal dengan Hari R.A Kartini. Ini hari khusus mengingatkan akan perjuangan beliau dan kawan-kawan perempuan di pulau manapun di Tanah Air, untuk perempuan yang (pernah) tertindas dan kaum minoritas, sebutlah begitu. Saya pun, seperti dipaksa untuk ikut serta merayakan hari ini walau hanya dengan berkata-kata, yang kadang omong kosong, dengan tulisan di blog tercinta. Apalah yang akan saya bagi, selain cas cis cus saya. Karena, sangat dilarang bukan membagi-bagikan uang gaib dengan motif yang gaib pula di negeri seribu satu genderuwo ini. Tulisan ini tentu tidak hanya ditujukan kepada Amak saya dan perempuan pekerja saja. Jauh lebih penting tulisan ini ditujukan kepada pembaca yang telah sudi mampir dan rela mengobrak-abrik blog lusuh ini. Saya, selalu berangan-...