Skip to main content

Century dan Dinasti Yudhoyono


Judul : Membongkar Gurita Cikeas, Di Balik Skandal Bank Century
Pengarang : George Junus Aditjondro
Tebal : 183 halaman
Cetakan : Pertama, 2010
Harga : Rp 50.000
Resensiator : Adek Risma Dedees



Di awali dengan dua paragraf penggalan pidato presiden SBY tentang dana talangan Bank Century yang kemudian dikaitkan dengan desas-desus, rumor, bahkan fitnah yang mengatakan sebagian dana tersebut mengalir ke brankas kampanye Partai Demokrat dan Capres SBY. Pidato itu adalah tanggapan presiden terhadap rekomendasi Tim 8 yang ia bentuk sendiri, untuk mengatasi krisis kepercayaan dari masyarakat setelah meruyaknya kasus pencekalan dan penyalahgunaan wewenang oleh dua orang pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Ryanto dan Chandra M. Hamzah.
Kemudian Aditjondro, sang penulis, menjabarkan bagaimana konflik Cicak vs Buaya menyedot perhatian publik, dan serta merta melupakan bahkan meninggalkan kasus Bank Century yang dananya dilarikan oleh Robert Tantular, entah kemana. Bank ini kolaps, dan dengan berbagai pertimbangan dari Bank Indonesia serta pemerintah, maka disuntikkanlah dana penyertaan modal sementara sebesar Rp 6,7 triliun dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Ini tampuk kecurigaan dan kekurangpercayaan yang ditujukan pada pemerintah, terkhusus SBY, pengalihan isu agar borok-borok sang presiden dan konco-konconya tak tertelanjangi. Apa benar sebagian besar kucuran dana Bank Century diserempetkan untuk mendukung kampanye SBY-Boediono 2009 lalu?
Selanjutnya mengalirlah cerita sang penulis yang didukung dengan data-data penguat tulisan, seperti buku, situs internet, surat kabar cetak dan online. Aditjondro, sosok yang menjelma dari seorang mantan jurnalis Tempo, aktivis, dan akademisi ini, menuliskan dengan rinci bagaimana keluarga Cikeas memperoleh dana yang tidak sedikit untuk menyukseskan pemilu baik 2004 maupun 2009 lalu. Tidak hanya itu pihak-pihak dan yayasan yang berafiliasi (bertalian) dengan keluarga Cikeas juga ia jabarkan lengkap dangan pengurusnya. Termasuk kisah ‘Ibas’ alias Edhie Baskoro Yudhoyono, sang bungsu dengan bisnis kue keringnya di kawasan industri Jababeka 2, Cikarang, Bekasi, dan Jawa Barat.
Sejumlah nama dan instansi besar juga disebut-sebut dalam buku yang berisi pembahasan 68 halaman ini, selebihnya lampiran. Seperti, pemanfaatan separuh dari dana PSO (Public Service Obligation) LKBN Antara sebesar Rp 40,6 miliyar untuk Bravo Media Center –salah satu tim kampanye SBY-Boediono-, bantuan Group Sampoerna untuk Harian Jurnal Nasional (Harian yang menjadi corong politik SBY), Siti Hartati Murdaya –deposan kakap Bank Centuy, pemimpin kelompok Central Cipta Mudaya- salah satu penyokong dana kampanye Partai Demokrat, serta Artalyta Suryani -orang dekat Syamsul Nursalim, bos Gajah Tunggal yang terlibat skandal BLBI dan merugikan negara sejumlah Rp 4,2 triliyun, sekaligus wanita penyogok jaksa Urip Tri Gunawam- justru dekat dengan Ani Yudhoyono.
Belum lagi keikutsertaan menteri-menteri dalam kabinet Indonesia Bersatu pada beberapa yayasan yang dibina oleh SBY dan Ibu negara. Seperti Jero Wacik (Menteri Kebudayaan dan Pariwisata), Purnomo Yusgiantoro, Hatta Rajasa, Sudi Silalahi, termasuk di sini anggota DPR-RI, seperti Adjie Massaid, Nico Siahaan, dan Angelina Sondakh pada Yayasan Puri Cikeas.
Tak luput, dalam buku bersampul gurita dengan penutup kepala khas kesultanan Jawa karya ilustrator Asnar Zacky ini, melibatkan sang menantu, Annisa Pohan dan si kecil Almira Tunggadewi Yudhoyono akrabnya Aira, juga terlibat dalam bisnis keluarga Cikeas dengan apiknya. Menantu dan cucu ini menjadi Brand Ambassadornya Allure Batik dan Allure Kids. Allure Batik adalah salah satu rumah mode nusantara yang mendapat kepercayaan untuk membuatkan busana keluarga SBY. Butik kepunyaan Suherman Mihardja dan Lisa Mihardja ini baru berumur empat tahun, namun telah membuka butik dan gerai di kota besar lainnya dalam negeri bahkan ke luar negeri. Kesuksesan ini tentu tak lain dan tak bukan juga dikarenakan pengaruh sang menantu dan tak menutup kemungkinan juga presiden bersama istri.
Sedemikian banyaknya pihak-pihak yang terkait dalam yayasan, bisnis perusahaan, dan instansi swasta maupun negeri berkolaborasi dengan SBY. Dengan gamblang pria 64 tahun asal Pekalongan ini menulis mekanisme kerja beberapa yayasan yang kelaknya akan membantu menyumbangkan sebagian keuntungannya untuk biaya kampanye partai biru ini. Tentu saja yayasan-yayasan ini diketuai dan dibina oleh orang-orang dekat SBY sekaligus pejabat dan pengusaha baik yang baru maupun sudah lama, pengusaha zaman Suharto.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkenal dengan slogan ‘Katakan Tidak Untuk Korupsi’, inilah saatnya SBY bisa atau tidak membuktikan janjinya akan memerangi korupsi di garda depan di nusantara ini. Memberantas KKN tidak pandang bulu, bertindak fair, dan tegas termasuk jika yang melakukan korupsi adalah orang-orang terdekatnya. Tantangan berat bagi kepala negara dan kabinet Indonesia Bersatu Jilid II dalam program 100 harinya. Termasuk dengan lahirnya buku kontroversi Aditjondro ini.
Banyak kalangan yang menyayangkan beredarnya buku menohok pemerintah ini hanya dengan data sekunder dan bukan data dari sebuah penelitian valid atau wawancara langsung. Namun data diambil dari 23 judul buku, situs internet, surat kabar cetak dan online. Sebelumnya penulis yang aktif meneliti dan menulis masalah-masalah demokrasi, Timor Leste, korupsi, dan gerakan sosial lainnya, juga pernah melahirkan buku yang tidak jauh berbeda.
Tahun 2006 lalu di Yogyakarta buku ‘Korupsi Kepresidenan: Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa’ juga telah ia terbitkan. Serta beberapa buku yang senada masih dalam ranah pemerintah dan KKNnya. Penulis tidak menyarankan pembaca membaca buku ini, namun jika ingin tahu lebih dalam bagaimana SBY membangun dinasti masiv, kokoh, ‘cerdas’ yang dibalut kesosialan tinggi melalui yayasan-yayasannya, buku ini bisa diandalkan. Setelah membaca buku ini, kita bisa geleng-geleng kepala, menutup mulut, atau memutuskan takkan membaca ulang.

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Review Encoding/Decoding by Stuart Hall

Stuart Hall mengkritik model komunikasi linear (transmission approach) –pengirim, pesan, penerima- yang dianggap tidak memiliki konsepsi yang jelas tentang ‘momen-momen berbeda sebagai struktur relasi yang kompleks’ serta terlalu fokus pada level perubahan pesan. Padahal dalam proses pengiriman pesan ada banyak kode –pembahasaan- baik yang diproduksi (encode) maupun proses produksi kode kembali (decode) sebagai suatu proses yang saling berhubungan dan itu rumit. Proses komunikasi pada dasarnya juga berkaitan dengan struktur yang dihasilkan dan dimungkinkan melalui artikulasi momen yang berkaitan namun berbeda satu sama lainnya –produksi, sirkulasi, distribusi/konsumsi, reproduksi (produksi-distribusi-reproduksi). Landasan Hall atas pendekatan ini adalah kerangka produksi komoditas yang ditawarkan Marx dalam Grundrisse dan Capital, terminologi Peirce tentang tanda (semiotic), serta konsep Barthes tentang denotatif dan konotatif yang bermuara pada ideologi (denotative-connotative-id...

Review The Commodity as Spectacle by Guy Debord

Menurut Debord sistem kapitalisme yang mendominasi masyarakat menciptakan kesadaran-kesadaran palsu para penonton atau audiens untuk memenuhi segala bentuk kebutuhan, baik berupa barang (komoditas) ataupun perilaku konsumtif. Kesadaran palsu ini dibangun melalui citra-citra yang abstrak atau bahkan irrasional, yang dianggap rasional oleh penonton, sebagai bentuk pengidentifikasian diri dalam relasi sosial. Relasi sosial ini bergeser jauh dan dimanfaatkan oleh era yang berkuasa sebagai komoditas dalam dunia tontonan. Kaum kapitalis mempunyai kontrol yang kuat atas apapun termasuk mampu mengubah nilai-nilai personal menjadi nilai tukar. Hal ini sejalan dengan otensitas kehidupan sosial manusia, dalam pandangan Debord, telah mengalami degradasi dari menjadi (being) kepada memiliki (having) kemudian mempertontonkan (appearing). Ketiga aspek ini selalu dikendalikan atau disubtitusikan dengan alat tukar yakni uang. Ketika ketiga aspek ini tidak terpenuhi, penonton tidak hanya terjajah (he...