Skip to main content

[Catatan 6 Desember 2013] Aku Ingin Ditemani Sengkuni!

Engkau bicara seperti orang yang mengidungkan mantra dan sudah puas hanya dengan mendengarkan kidunganmu sendiri, meskipun sebenarnya tidak tahu artinya (Bima dalam Mahabharata).


Untuk meredam itu aku mengurangi diri bereaksi cepat pada sebuah suspens, tegangan, pancingan, dan sejenisnya. Karena, bukan perkara tidak berguna dan tak ingin membela diri, tapi lebih kepada agar tidak terlihat bodoh dan kemudian lupa diri. Mengurangi menanggapi segala fenomena dengan reaktif, seolah-olah bombastis, dan kemudian begitu berhasrat mewacanakannya kepada publik. Kata seorang penulis, jika semua orang berbicara -pedas, congkak, sombong, paling benar, dan merasa pahlawan- lalu siapa yang akan menulis? Perenungan adalah keniscayaan. Kontemplasi adalah jalan menuju siapa diri, siapa alam, dan kesyukuran. Detik-detik menginjak 24 tahun, aku begitu mencintai kesunyian. Kesunyian, meski tak melahirkan karya besar, perjalanan selama sunyi benar-benar menguras nurani.

Di dalam sunyi, rasakanlah perjumpaanmu bercakap-cakap bersama dedaunan, hujan, dan nyenyamuk -aku tersenyum geli menulis dan mengenang perjumpaan ini. Karena deraan kesibukan mungkin kita luput menyaksikan bunga desember berbiak dan bertahtah mayang-mayang merah rupawan. Lalu, akan luput merenungkan bagaimana mayang-mayang itu rontok satu per satu sebelum desember beranjak. Mengenaskan! Hujan tak peduli pada ampunan mayang agar tak diterjang. Angin tak peduli pada permohonan mayang agar tak dibuai kencang. Hanya perempuan tua dan anak lelaki tuanya beserta saya, sesekali, membicarakan betapa desember begitu keji kepada kembang berumur pendek itu. Kita tak punya kendali kepada angin pun kepada hujan. Bunga desember tak juga punya kendali kepada desember yang sudah memberinya waktu menampakkan rupa, sekaligus merenggut kembang itu dalam satu dua pekan.

Seperempat abad kurang 351 hari sudah usiaku. Lompatan waktu dan lompatan kisah yang cukup kompleks. Mulai dari mencuci seragam merah putih sendiri, jatuh cinta pertama kali kepada pemuda bengkel yang selalu mengalah dan sangat tak ingin berumit, belajar meninggalkan Amak dan saudara selama empat hari atau sepekan karena keberuntungan, nekat menempuh perjalanan panjang pada usia belasan di kota lain tanpa bekal ilmu bela diri hanya karena percaya pada tagline 'keluarlah dari zona aman di dirimu', dan menjadi pengikut bahwa tak selalu setiap anak mewarisi usaha dan 'kodrat' keluarga. Bagaimanapun mencabut diri dari 'akar' bukanlah perkara gampang dan bisa. Ia adalah sesuatu yang ada dalam dirimu. Bagaimana akan memilah kemudian meletakkannya dalam lembaran halaman buku, menutup buku, dan mematikan lampu. Sementara, ia kekal mengalir disetiap bulir darahmu.

Bersama kesunyian kegemaran mendefinisikan menjadi tak berguna. Kehidupan begitu kompleks -bahkan dalam mati, cerita kebanyakan- maka berhentilah mendefinisikan. Berhentilah bertengkar sebagai sebuah panen akan kegemaran mendefinisikan. Guncangan-guncangan ini ada baiknya untuk menampakkan bahwa hidup tidak dalam baik-baik saja. Hidup tidak seperti matahari yang setia memanasi, meski pada suatu kondisi ia akan membakar dirinya sendiri. Tidak juga seperti bumi yang diam-diam saja ketika semakin sesak oleh nyawa dan beton, meski suatu ketika ia ingin batuk kencang dan memuntahkan dahak panas. Jelas penuh onak. Lalu, apakah menyanyi akan menelan gulana ini? Pada mereka yang menyembah Drupadi, menyanyi adalah kegetiran.

Perayaan demi perayaan ini seperti metamorfosis, tak akan selesai, tak kunjung selesai. Menjadi luhur tidak semata-mata mempelajari kitab-kitab, namun juga dengan bergaul bersama mereka yang bijak, bahkan nurani mampu memandumu pada benih-benih kebijakan dari seseorang yang masih berbaur antara kebijakan dan kebangsatan. Perjalanan ini masih berlanjut, bercabang, dan sunyi. Jika boleh berdua, aku ingin ditemani oleh Sengkuni. Diam-diam, dibalik kelicikan, seyogyanya kita dapat belajar lebih banyak keluhuran.

Make your friends close
But, make your enemies closer
(The GodFather, 1974).

Jaga dirimu baik-baik,
Dedees

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Kado Setelah Ujian Skripsi

Tak terasa sudah lebih tiga tahun menggeluti Program Studi Sastra Indonesia di salah satu kampus negeri kota Padang ini. Pada hari itu, Rabu, 20 Juli 2011, sekitar pukul 08.00 waktu setempat, saya mulai mempertanggungjawabkan tugas akhir atau skripsi yang saya buat di depan para penguji, baik yang bergelar professor, doctor, dan seterusnya. Memakan waktu sekitar 2 jam, saya mati-matian mempertahankan teori dan interpretasi saya mengenai gender dan feminisme di depan penguji. Alhamdulillah, saya dinyatakan lulus oleh professor yang membimbing tugas akhir saya di kampus. Sebelumnya, Selasa malam, saya menerima pesan pendek dari Panitia Lomba Menulis tentang Bung Hatta yang diadakan oleh Perpustakaan Proklamator Bung Hatta Bukittinggi sekitar sebulan lalu, Juni 2011. Isi pesan itu, saya disuruh mengecek siapa saja yang beruntung menang dalam perlombaan tersebut, ada yang terpampang di home page nya ataupun terpampang di Harian Umum Singgalang pada Rabu itu. Ya, karena cukup sibuk memper...

Gilby Mohammad