LAMA sudah rasanya tidak menghadiri perayaan ini. Terakhir menghadirinya, entahlah. Mungkin sekitar 4-5 tahun lalu. Atau sejak 7 tahun lalu, dimana masjid dan musala yang kujumpai tidak begitu akrab dan juga tak diketahui jadwal mereka memperingatinya.
Aku rindu menghadiri acara ini. Seperti 7-8 tahun lalu. Waktu itu mungkin aku masih berseragam abu-abu. Ketika Isra Mi'raj datang, jika ada guru rebana, aku dan kawan-kawan biasanya mengisi acara ini dengan berqasidah bersama. Hahaha, lucu dan sangat menyenangkan jika mengingat itu.
Isra Mi'raj datang. Kalender berwarna merah. Dari siang hingga sore kami berlatih rebana, menyanyikan salawat dan lagu-lagu nasyid bersama. Tentu saja ini dilakukan di masjid. Dimana teman lainnya mendapat jatah menghias masjid, menyediakan teh panas, serta tak ketinggalan membersihkan pekarangan masjid.
Jika sore usai, bapak-bapak, ibu-ibu, serta anak-anak kecil sehabis magrib berdatangan ke masjid, mengikuti pengajian, sambutan ini-itu, serta berinfaq bersama di sana. Sementara aku dan kawan-kawan sibuk merias diri, memilih seragam yang bagus, meminjam jilbab kakakku, serta meminta lipstik tetangga. Benar-benar menyenangkan. Ini momen kami manggung, momen kami memperkenalkan diri, sekaligus momen ibu-bapak kami memperkenalkan diri mereka kepada orang lain melalui kami anak-anaknya.
Hiburan, begitu kelak kami disebut ketika manggung. Aku biasanya memegang gendang. Gendang rebana yang banyak dipakai para artis nasyid, hehehe. Kata guru rebanaku aku cocok memegang alat ini ketimbang rebana biasa yang dari kulit kerbau itu. Ya, aku memang suka memukul-mukulnya dengan irama dan ketukan yang itu-itu saja, hahaha. Hampir setiap tahun.
Biasanya kami akan menampilkan sekitar 5-7 lagu. Hiburan ini akan disuguhkan ketika ceramah agama selesai. Ceramah agama ini diberikan setelah sambutan semua usai, dan biasanya mulai cukup larut. Jadi, bisa dibayangkan kalau hiburan kami akan manggung sekitar pukul 00 atau 01 malam. Terbayang bagaimana repotnya aku dan kawan-kawan menjaga mata agar tak terkantuk dan menjaga lipstik tidak punah diserap teh hangat.
Ini terjadi ketika aku remaja. Lain ceritanya ketika aku kanak-kanak. Mari kuceritakan, hehe
Kanak-kanakku bersama Isra Mi'raj memberi kesan yang berbeda. Ketika ceramah diberikan hampir larut malam, sementara pada sesi sambutan saja aku sudah tergolek lemas di pangkuan ibu, maka aku tak pernah menghadiri ritual ceramah. Tapi, aku akan selalu menghadiri ritual hiburan dan tentu saja juga ritual makan roti dan snack.
Ini ritual yang hampir tak pernah kulewatkan setiap Isra Mi'raj. Tentu saja atas bantuan ibuku, hehehe. Ketika hiburan ibu selalu membangunkanku. Rasanya aku sudah lelap sekali tidur dan merasa sudah berada di kasur, eh ternyata masih di pangkuan ibu. Dua hal yang menyenangkan itu adalah ada rebana nasyid serta makan-makan. Setelah itu aku bisa bangun hingga pulang, atau dibopong mendiang abak di punggungnya.
Aku tak habis pikir, kenapa aku selalu senang pada momen hiburan dan makan-makan itu. Semua orang di desaku tahu kalau ibu berjualan makanan ringan setiap hari. Dan kapan saja aku memakannya ibu tidak pernah melarang tuh. Dan orang-orang yang datang ke masjid juga membawa makanan yang sama dengan yang ibuku jual. Rasanya itu juga. Ukuranya itu juga. Dan teh hangat hampir setiap pagi aku mencicipinya. Ibu setiap hari membuatkan teh untuk abakku. Segelas besar. Dan 6 orang manusia akan meminum teh itu kapan mereka mau. Ibu dan abakku, serta aku dan tiga saudaraku.
Sekarang atau beberapa tahun belakang, ketika Isra Mi'raj datang yang terlintas adalah momen yang sangat menyenangkan itu. Dimana aku dan kawan-kawan jingkrak-jingkrak belajar rebana, malamnya kasak-kusuk berdandan, ibu dan abak selalu mengunci rapat rumah yang kosong, semua saudaraku berkumpul di masjid, mendengarkan kisah Rasul Saw, mengikuti tebakan berhadiah, suasana yang sangat mahal harganya saat ini.
Di kota ini dan kota yang lalu, kenapa semua menjadi asing. Tahun lalu aku berharap akan ada suasana yang kurang lebih mirip dengan masa kecilku di kota ini. Infonya masjid A akan mengadakan perayaan Isra Mi'raj pukul 09 pagi. Aku ikut ah, hatiku riang bukan kepalang. Tidak semata-mata ingin dapat makan minum dan hiburan gratis, tapi merefresh diri dan kepala yang sudah sumpek dan apek ini. Capek kerap melanda. Di tengah kalender biru dan hijau, ada kalender merah yang agamis, aku berharap besar.
Pagi-pagi sekali aku sudah semangat bangun dan mandi pagi. Berniat dan merapikan diri. Berharap refresh terlaksana meski mungkin tidak seperti masa kecilku. Tapi, ketika sampai di masjid A, ternyata masjid ini dikuasai oleh sekelompok kaum yang begitu tertutup. Memandangku dengan aneh, dan was-was. Aku masih berharap. Kumasuki saf perempuan, oh my godness, ini bukan masa kecilku. Begitu tertutup. Baiklah. Aku pamit diri dan meninggalkan itu semua di belakangku. Tentu dengan perasaan hampa, berkecamuk, dan rusak sudah hariku.
Isra Mi'raj ku adalah sambutan panitia, ceramah agama yang friendly kalau dapat lucu dan menghibur, duduk santai atau bahkan selonjor, tertawa bersama ibu-ibu atau nenek-nenek sembari menikmati makan minum dan hiburan rebana atau apalah. Itu saja. Isra Mi'raj ku bukanlah proses pembabtisan, bukanlah proses indokrinisasi -meski ceramah agama adalah indokrinisasi juga, tapi setidaknya tidak begitu vulgar, toleransiku.
Mungkin aku berlebihan dan tidak sesuai dengan konteksku, dimana Isra Mi'raj orang-orang berbeda denganku. Ya, aku paham itu. Maka tahun ini, Isra Mi'raj ku hanya di depan TV dan menuliskannya di blog ini.
Ini perjalanan Isra Mi'raj ku di beberapa kota. Ini model perjalanan yang kudapat dari kisah perjalanan Rasul Saw, yang jelas saja sangat berbeda. Benar, aku sangat rindu Isra Mi'raj ku dulu.
#Dedees
Comments
Post a Comment
Silahkan berkomentar ^_^