Skip to main content

Perempuan dan Go Green

Salah satu keidentikan bulan April adalah peringatan perjuangan kaum perempuan yang notabene dipelopori oleh Raden Ajeng Kartini atau lebih dikenal R.A Kartini. Kartini adalah sosok pejuang kaum perempuan yang mencoba keluar dari kegelapan dan keterbelakangan jika dibandingkan dengan kaum lelaki pada masa itu. Ia terus berusaha meningkatkan status kaumnya, agar tak selalu direndahkan serta diabaikan oleh kaum lelaki. Itu dulu, masa-masa sebelum kemerdekaan dan perkembangan emansipasi wanita tidak sedahsyat saat ini.
Sekarang, perempuan hidup dalam ranah dan iklim yang lebih leluasa. Mereka, kaum perempuan, lebih diberikan wewenang dan tanggung jawab daripada masa Kartini. Bebas menentukan pandangan, sikap, pendapat, tindakan, dan lainnya. Kebebasan dan kekeluasaan ini tentu tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku; tata susila, adat-istiadat, sopan santun, serta hukum atau undang-undang setempat.
Hampir disetiap lini kehidupan, perempuan duduk di sana. Seperti olahraga, ekonomi, pertanian, militer, termasuk dalam kancah politik. Hal ini tak asing lagi. Apalagi perannya dalam keluarga. Sejurus dengan hal ini keberadaan peran perempuan yang lebih mensosial dan umum, sudah dapat dirasakan oleh masyarakat. Dan citra perjuangan mereka lebih bergema dan tak mungkin jika tak ditingkatkan.
Seiring dengan hal itu, antipemakaian zat-zat kimia dan kampanye hijaukan kembali bumi atau go green, peran perempuan kembali ditantang. Kenapa harus perempuan? Karena perempuan juga manusia. Itu jawaban mendasar. Jawaban lainnya, perempuan juga harus dituntut, selain kesadaran alami, bagaimana mencintai bumi. Selain itu, jiwa perempuan serta kepedulian terhadap lingkungan lebih peka dan besar jika dibandingkan dengan lainnya. Ini hasrat yang kodrati dari seorang perempuan.
Salah satu dari sekian banyak faktor yang menciptakan pemanasan bumi adalah peningkatan penggunaan zat-zat kimia yang berlebihan dan berbahaya bagi lingkungan setempat. Kalau dalam dunia perempuan, yang notabene lebih banyak memakai produk kecantikan dari lelaki -bukan berarti menyalahkan- setidaknya dengan kampanye go green menimbulkan sedikit pemahaman tentang produk kosmetik yang digunakan selama ini.
Menurut pakar-pakar kesehatan, produk-produk kosmetik yang digunakan selama ini banyak mengandung zat-zat kimia yang patogen terhadap kesehatan tubuh. Zat-zat ini bisa menimbulkan kanker, keusakan jaringan tubuh, dan efek negetif lainnya. Berbahaya tidak hanya untuk diri sendiri namun juga bagi orang lain serta lingkungan sekitar.
Apalagi produk kosmetik yang berseliweran di pasaran, kandungan zat kimianya tentu lebih besar. Hampir semuanya mengandung zat karsinogen atau zat pemicu kanker. Perlu diketahui, memang tidak semua produk kosmetik mengandung zat karsinogen, namun kita sebagai perempuan tentu harus lebih hati-hati dalam membeli dan menggunakannya.
Seiring dengan hal tersebut, memperingati Hari Kartini tahun ini, mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan memulai menghijaukan bumi dengan hal-hal kecil yang bermanfaat. Mereka tidak membeli minuman botol atau kemasan di kampus. Tetapi mereka membawa minuman tersendiri dengan botol khusus guna mengurangi dan menghindari penumpukan sampah anorganik di sekitar kampus mereka. Di samping itu, mereka juga berusaha mengajak teman-teman lainnya dari fakultas yang berbeda melakukan hal yang sama. Kegiatan ini mereka tuturkan melalui Radio Republik Indonesia (RRI) nasional beberapa waktu lalu.
Menarik dan bermanfaat. Kita di Sumatra Barat atau khusunya kota Padang, juga tak susah melakukannya. Hal ini bisa dilakukan andai kita menyadari betapa pentingnya kehijauan dan kebersihan bumi. Namun pertanyaannya, sudahkah kita menyadari hal itu?
Menyadari betapa pentingnya bumi bagi kehidupan merupakan langkah awal dalam menjalankan go green di lingkungan sekitar kita. Pernahkah terbayangkan suatu hari nanti kita akan diusur dari bumi? Karena kita ceroboh, masa bodoh, dan mau menang sendiri. Dan kegiatan go green adalah salah satu bentuk kepedulian dan cinta kasih kita kepada bumi dan generasi selanjutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Review Encoding/Decoding by Stuart Hall

Stuart Hall mengkritik model komunikasi linear (transmission approach) –pengirim, pesan, penerima- yang dianggap tidak memiliki konsepsi yang jelas tentang ‘momen-momen berbeda sebagai struktur relasi yang kompleks’ serta terlalu fokus pada level perubahan pesan. Padahal dalam proses pengiriman pesan ada banyak kode –pembahasaan- baik yang diproduksi (encode) maupun proses produksi kode kembali (decode) sebagai suatu proses yang saling berhubungan dan itu rumit. Proses komunikasi pada dasarnya juga berkaitan dengan struktur yang dihasilkan dan dimungkinkan melalui artikulasi momen yang berkaitan namun berbeda satu sama lainnya –produksi, sirkulasi, distribusi/konsumsi, reproduksi (produksi-distribusi-reproduksi). Landasan Hall atas pendekatan ini adalah kerangka produksi komoditas yang ditawarkan Marx dalam Grundrisse dan Capital, terminologi Peirce tentang tanda (semiotic), serta konsep Barthes tentang denotatif dan konotatif yang bermuara pada ideologi (denotative-connotative-id...

Review The Commodity as Spectacle by Guy Debord

Menurut Debord sistem kapitalisme yang mendominasi masyarakat menciptakan kesadaran-kesadaran palsu para penonton atau audiens untuk memenuhi segala bentuk kebutuhan, baik berupa barang (komoditas) ataupun perilaku konsumtif. Kesadaran palsu ini dibangun melalui citra-citra yang abstrak atau bahkan irrasional, yang dianggap rasional oleh penonton, sebagai bentuk pengidentifikasian diri dalam relasi sosial. Relasi sosial ini bergeser jauh dan dimanfaatkan oleh era yang berkuasa sebagai komoditas dalam dunia tontonan. Kaum kapitalis mempunyai kontrol yang kuat atas apapun termasuk mampu mengubah nilai-nilai personal menjadi nilai tukar. Hal ini sejalan dengan otensitas kehidupan sosial manusia, dalam pandangan Debord, telah mengalami degradasi dari menjadi (being) kepada memiliki (having) kemudian mempertontonkan (appearing). Ketiga aspek ini selalu dikendalikan atau disubtitusikan dengan alat tukar yakni uang. Ketika ketiga aspek ini tidak terpenuhi, penonton tidak hanya terjajah (he...