Skip to main content

Review Encoding/Decoding by Stuart Hall



Stuart Hall mengkritik model komunikasi linear (transmission approach) –pengirim, pesan, penerima- yang dianggap tidak memiliki konsepsi yang jelas tentang ‘momen-momen berbeda sebagai struktur relasi yang kompleks’ serta terlalu fokus pada level perubahan pesan. Padahal dalam proses pengiriman pesan ada banyak kode –pembahasaan- baik yang diproduksi (encode) maupun proses produksi kode kembali (decode) sebagai suatu proses yang saling berhubungan dan itu rumit.

Proses komunikasi pada dasarnya juga berkaitan dengan struktur yang dihasilkan dan dimungkinkan melalui artikulasi momen yang berkaitan namun berbeda satu sama lainnya –produksi, sirkulasi, distribusi/konsumsi, reproduksi (produksi-distribusi-reproduksi). Landasan Hall atas pendekatan ini adalah kerangka produksi komoditas yang ditawarkan Marx dalam Grundrisse dan Capital, terminologi Peirce tentang tanda (semiotic), serta konsep Barthes tentang denotatif dan konotatif yang bermuara pada ideologi (denotative-connotative-ideology).

Menurut Hall realitas itu sendiri harus dibentuk melalui proses produksi ketika diciptakan (di -encode; diubah menjadi code-code) dan diterima (di-decode; diubah menjadi code-code kembali oleh si penerima). Persis yang disampaikan oleh Umberto Eco tentang tanda-tanda ikonik ‘kelihatan seperti objek-objek dalam dunia real karena tanda tersebut mereproduksi kondisi (code) persepsi yang ada pada penonton’.
Proses pengodean ini tidak akan tercapai jika tidak ada kerangka pengetahuan (frameworks of knowledge), relasi produksi (relations of production), dan infrastruktur teknis (technical infrastructure). Menurut Hall, dalam encoding dan decoding akan terjadi ketidaksimetrian antara ‘sumber’ dan ‘penerima’, yang apa disebut sebagai ‘kesalahpahaman’, tepatnya muncul dari kurangnya ekuivalensi (kesamaan) antara kedua pihak dalam pertukaran komunikasi.

Hall juga menjabarkan tiga posisi hipotesis antara pembuat teks dan penerima. Pertama, dominant-hegemonic position, artinya penonton/pendengar langsung mendekode pesan dari sudut pandang rujukan yang telah dienkode oleh kode profesional. Biasanya reproduksi ideologis terjadi di sini yang dilakukan oleh para elit untuk membangun berita/citra yang hegemonik tanpa diketahui oleh pendengar/penonton, yang tentu saja kontradiksi atau penuh konflik. Kedua, negotiated position, artinya dekoding pada posisi ini mengandung campuran unsur yang bersifat adaptif dan oposisional; pendengar mengakui legitimasi atau beberapa hal yang disampaikan namun pada situasi lain justru membuat aturan dasarnya sendiri atau menolak. Ketiga, oppositional position, artinya pendengar membaca pesan secara oposisi dan menolak pesan yang disampaikan karena mereka memiliki alternatif penafsirkan atau pembacaan sendiri.

Comments

Post a Comment

Silahkan berkomentar ^_^

Popular posts from this blog

Pusparatri, Perempuan Penolak Surga*

Judul : Pusparatri Gairah Tarian Perempuan Kembang Penulis : Nurul Ibad, Ms Penerbit : Pustaka Sastra dan Omah Ilmu Publishing Tebal : x + 220 halaman Cetakan : Pertama, 2011 Genre : Novel Harga : Rp 40.000,- Resensiator : Adek Risma Dedees, Mahasiswa Sastra Indonesia UNP Untuk kesekian kalinya Nurul Ibas, Ms meluncurkan novel bertajuk senada dengan novel-novel sebelumnya, seperti novel Nareswari Karennina yang tergabung di dalam trilogi Kharisma Cinta Nyai, yakni perjuangan seorang perempuan yang ingin keluar dari lembah kemaksiatan dengan lakon lain, Gus Rukh, sebagai juru selamat. Begitu juga dengan novel Puparatri: Gairah Tarian Perempuan Kembang yang baru diluncurkan pertengahan tahun 2011 ini. Di dalam sambutannya, penulis, Nurul Ibad, Ms menyampaikan kepada pembaca, bahwa novel ini mengangkat tema perjuangan perempuan awam untuk memperoleh kehidupan yang layak dan bermartabat, sekalipun mereka harus menjadi perempuan penghibur, bukan istri pertama, ata

Bisnis Laundry di Tengah Mahasiswa

Menjamurnya usaha jasa cuci pakaian kiloan atau laundry di sekitar kampus mendatangkan keuntungan yang tidak sedikit serta mampu menyerap tenaga kerja di daerah sekitar. Usaha ini pun semakin diminati oleh berbagai kalangan. Kebanyakan para pemilik hanya mengandalkan modal usaha pribadi. Arif Sepri Novan, pemilik Mega Wash Laundry , mengungkapkan mahasiswa merupakan pangsa pasar terbesarnya saat ini. Mahasiswa memiliki banyak kegiatan dan tugas kuliah yang menyita waktu serta tenaga. Untuk itu peluang membuka usaha laundry di sekitar kampus baginya sangat menjanjikan. “Pasarnya cukup luas dan jelas,” ungkap Arif, Selasa (22/3) siang lalu. Arif pun merintis usaha laundry sejak September 2010 lalu di kawasan kampus Universitas Negeri Padang (UNP), di Jalan Gajah VII No.15, Air Tawar, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang. Ia mempekerjakan dua karyawan untuk mencuci, mengeringkan, menyetrika, serta mengepak pakaian-pakaian tersebut. Setiap hari Mega Wash Laundry menerima hingg