Skip to main content

[1 Juni] Cerita di Balik Kepak Sayap Anak Muda




ORANG memperingati 1 Juni ini sebagai kelahiran Pancasila, dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bung Karno dan orang berjasa lainnya pada 1 Juni 1945 mengukuhkan lima pilar dalam pancasila sebagai pedoman berkehidupan dan berbangsa di tanah air dan dunia. Jalani kelima pilar ini niscaya negara akan berjalan baik-baik saja dan hanya secuil kebusukan yang disebarkan oleh orang-orang munafik yang kesetanan. Percayalah!

Bung Karno dan orang-orang berjasa lainnya, satu per satu wafat. Mereka mewariskan generasi yang tidak selalu pancasilais dan baik. Banyak yang busuk apalagi tamak. Puncaknya, Pancasila pun hanya berperan sebagai lambang di kantor-kantor kelurahan hingga gedung dewan rakyat yang terhormat. Apa yang tampak, itulah nyatanya.

Hari ini orang-orang menyebut Pancasila. Koran-koran menampilkan artikel-artikel yang membahas Pancasila dan perjuangan mewujudkannya. Di laman-laman sosial media tak ketinggalan orang yang merasa penting menuliskan secarik dua sejarah tentang Pancasila. Ini cara memperingati Hari Kelahiran Pancasila. Beragam.

Beda cerita dengan anak-anak muda di sini memperingati momen tersebut.

Kami tetap bekerja pada hari ini, bukan karena kami tak peduli dengan Pancasila, tapi rasanya dengan begini, kecintaan terhadap nilai-nilainya dapat terwujud. Kami memang tak paham bagaimana Bung Karno memperjuangkan Pancasila serta merumuskan terlebih dahulu kelima pilar tersebut. Tapi, kami dapat merasakan nilai-nilai sosial, spiritual, dan kebersamaan di dalamnya.

Di balik bangunan tinggi dan pagar besi ini, kami tahu ada hari luar biasa yang harus selalu dikenang dan dihormati. Mengenang dan menghormati Pancasila, bagi kami, tidak harus dengan lomba makan kerupuk dan menulis serta menghimbau sana sini. Kami cukup menghimbau diri kami sendiri, bagaimana seharusnya bertindak. Ialah kami tetap bekerja dengan semangat tak berkurang.

Apakah banyak yang mengatakan kami pandir, dan menghabiskan usia dengan bekerja macam begini? Kalau iya, sungguh kami tak pandir dan tak sedang berusaha bunuh diri. Kepandiran kami yang mungkin sedang ditonton oleh mereka yang lebih cerdas dan beruang, hanyalah kepandiran semu yang coba mereka hidupkan dalam pikiran mereka. Memang, ada pula orang-orang yang membiasakan diri mereka menilai orang lain bodoh dan buruk.

Sedangkan untuk menuakan diri kami bekerja, hei bapak ibu, hanya ini yang mampu negara berikan kepada kami. Kami hanya mampu mendapat pekerjaan dengan cara begini, upah begini, dan jaminana kesehatan serta keamanan segini. Ini negara merdeka yang diberikan kepada kami. Negara yang katanya luar biasa kaya dan agak cerdas.

Tapi sungguh, kami tak protes. Kami takkan kecewa. Kecintaan kepada negara ini takkan berkurang hingga mati. Tak penting apa yang diberikan negara kepada kami, yang penting kami selalu bekerja untuk negara ini. Begini kami memperingati Hari Kelahiran Pancasila.

#foto internet

Comments

Popular posts from this blog

Pusparatri, Perempuan Penolak Surga*

Judul : Pusparatri Gairah Tarian Perempuan Kembang Penulis : Nurul Ibad, Ms Penerbit : Pustaka Sastra dan Omah Ilmu Publishing Tebal : x + 220 halaman Cetakan : Pertama, 2011 Genre : Novel Harga : Rp 40.000,- Resensiator : Adek Risma Dedees, Mahasiswa Sastra Indonesia UNP Untuk kesekian kalinya Nurul Ibas, Ms meluncurkan novel bertajuk senada dengan novel-novel sebelumnya, seperti novel Nareswari Karennina yang tergabung di dalam trilogi Kharisma Cinta Nyai, yakni perjuangan seorang perempuan yang ingin keluar dari lembah kemaksiatan dengan lakon lain, Gus Rukh, sebagai juru selamat. Begitu juga dengan novel Puparatri: Gairah Tarian Perempuan Kembang yang baru diluncurkan pertengahan tahun 2011 ini. Di dalam sambutannya, penulis, Nurul Ibad, Ms menyampaikan kepada pembaca, bahwa novel ini mengangkat tema perjuangan perempuan awam untuk memperoleh kehidupan yang layak dan bermartabat, sekalipun mereka harus menjadi perempuan penghibur, bukan istri pertama, ata

Review Encoding/Decoding by Stuart Hall

Stuart Hall mengkritik model komunikasi linear (transmission approach) –pengirim, pesan, penerima- yang dianggap tidak memiliki konsepsi yang jelas tentang ‘momen-momen berbeda sebagai struktur relasi yang kompleks’ serta terlalu fokus pada level perubahan pesan. Padahal dalam proses pengiriman pesan ada banyak kode –pembahasaan- baik yang diproduksi (encode) maupun proses produksi kode kembali (decode) sebagai suatu proses yang saling berhubungan dan itu rumit. Proses komunikasi pada dasarnya juga berkaitan dengan struktur yang dihasilkan dan dimungkinkan melalui artikulasi momen yang berkaitan namun berbeda satu sama lainnya –produksi, sirkulasi, distribusi/konsumsi, reproduksi (produksi-distribusi-reproduksi). Landasan Hall atas pendekatan ini adalah kerangka produksi komoditas yang ditawarkan Marx dalam Grundrisse dan Capital, terminologi Peirce tentang tanda (semiotic), serta konsep Barthes tentang denotatif dan konotatif yang bermuara pada ideologi (denotative-connotative-id

Bisnis Laundry di Tengah Mahasiswa

Menjamurnya usaha jasa cuci pakaian kiloan atau laundry di sekitar kampus mendatangkan keuntungan yang tidak sedikit serta mampu menyerap tenaga kerja di daerah sekitar. Usaha ini pun semakin diminati oleh berbagai kalangan. Kebanyakan para pemilik hanya mengandalkan modal usaha pribadi. Arif Sepri Novan, pemilik Mega Wash Laundry , mengungkapkan mahasiswa merupakan pangsa pasar terbesarnya saat ini. Mahasiswa memiliki banyak kegiatan dan tugas kuliah yang menyita waktu serta tenaga. Untuk itu peluang membuka usaha laundry di sekitar kampus baginya sangat menjanjikan. “Pasarnya cukup luas dan jelas,” ungkap Arif, Selasa (22/3) siang lalu. Arif pun merintis usaha laundry sejak September 2010 lalu di kawasan kampus Universitas Negeri Padang (UNP), di Jalan Gajah VII No.15, Air Tawar, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang. Ia mempekerjakan dua karyawan untuk mencuci, mengeringkan, menyetrika, serta mengepak pakaian-pakaian tersebut. Setiap hari Mega Wash Laundry menerima hingg