Skip to main content

30 Mei 2015: Selamat Jalan Ayek


Lelah tiap menerima kabar duka ini. Di pagi buta ibu menelepon dari jauh, Duri, Riau. Ayek sudah tak ada, Adek. Jangan menangis. Doakan ayek lancar sampai ke surga. Doakan Amak dan etek semua lancar mengurus ayek hingga selesai. Jangan menangis. Jangan lupa makan. Jangan terlalu sedih. Kita pernah kehilangan abak. Kita sudah terlatih untuk ini semua. Jadi jangan menangis lagi, nak.

Entahlah. Tiba-tiba apa-apa yang akan dikerjakan hari ini jadi serba tak menarik. Makan hanya sekedarnya. Laptop terbuka seadanya. Semua ide menjadi mentok, tak ada perkembangan. Lesu, letih, tak bersemangat. Sabtu yang direncanakan mengerjakan ini itu di kosan, hanya tergelak lemah di atas kasur. Cerita kepada ibu tetangga dan si mbah. Mereka mendoakan. Semoga lancar. Diberi kemudahan jalan menuju Allah SWT. Cucunya, seperti Mbak Adek, yang sabar. Jalani semua dengan lapang dada. Jangan lupa salat dan doa yang banyak. Meski tak datang melihat ayek, doa adalah segalanya. Perjalanan ini kita tak pernah tahu.

Pekan ini adalah pekan yang berat. Pekan yang menguras tenaga, pikiran, dan air mata. Beragam. Mulai dari urusan pribadi, urusan keluarga, urusan kampus, dan berbagai lainnya. Semua memenjarakan pada satu titik pencurahan yang luar biasa. Belajar mengikhlaskan lagi. Belajar bersabar lagi. Belajar berbesar hati lagi. Belajar menjadi orang yang menenangkan dengan segala cacat yang masih ditemukan oleh orang lain lagi. Air mata nyaris kering. Hidup semakin keras. Hidup semakin banyak meminta. Meminta ketenangan, kesabaran, keikhlasan, dan semua-muanya dari diri. Jika rapuh, maka semuanya sebagai awal kiamat. Jika tak rapuh, adalah pilihan yang sangat sulit. Tak tahu lagi harus bagaimana.

Ini cobaan yang dahsyat, Tuhan. Cara Engkau membesarkan hati ini. Cara Engkau menegur hidup ini. Cara segalanya bagi kedewasaanku, kesabaran amak dan keluarga besar kami. Terima beliau di sampingMu seperti Engkau menerima abak di sampingMu. Berikan tempat terbaik ya Allah. Kasihani ayek, lancarkan kisahnya di sana bersama hambaMu yang lain. Amin.

Selamat jalan, Ayek. Peluk cium dan doa dari cucumu terkasih. Baju lebaran untuk ayek masih terngiang di sini.

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Gangnam Style dalam Perspektif Konstruksi Identitas

KETIKA Britney Spears diajari berGangnam Style ria oleh Psy, sedetik kemudian tarian menunggang kuda ini menjadi tren baru dan memecah rekor baru di YouTube. Guinness World Records menganugerahi sebagai video yang paling banyak dilihat yakni 200 juta kali dalam tiga bulan. Sebuah pencapaian yang tak diduga sebelumnya, begitu kira-kira kata Dan Barrett. Park Jae Sang pun mendapat nama dan melimpah job baik di Asia maupun di Amerika Serikat. Google dengan jejaring luasnya bercerita jika horse dance ini adalah sindiran kepada anak muda Korea yang tergila-gila memperganteng, mempercantik, memperlangsing, dan mempertirus tubuh dan wajah sebagai ‘syarat utama’ penampilan dan pergaulan di negeri itu. Tak ketinggalan juga mengkritik gaya hidup yang cenderung high class serta selalu mengejar kesempurnaan. Di kawasan elit Gangnam inilah anak muda dan masyarakat Korea bertemu dengan rumah-rumah bedah, salon kecantikan, serta starbuck-starbuck ala Korea. Psy mengkritik –mungkin tepatnya mela...

Review The Commodity as Spectacle by Guy Debord

Menurut Debord sistem kapitalisme yang mendominasi masyarakat menciptakan kesadaran-kesadaran palsu para penonton atau audiens untuk memenuhi segala bentuk kebutuhan, baik berupa barang (komoditas) ataupun perilaku konsumtif. Kesadaran palsu ini dibangun melalui citra-citra yang abstrak atau bahkan irrasional, yang dianggap rasional oleh penonton, sebagai bentuk pengidentifikasian diri dalam relasi sosial. Relasi sosial ini bergeser jauh dan dimanfaatkan oleh era yang berkuasa sebagai komoditas dalam dunia tontonan. Kaum kapitalis mempunyai kontrol yang kuat atas apapun termasuk mampu mengubah nilai-nilai personal menjadi nilai tukar. Hal ini sejalan dengan otensitas kehidupan sosial manusia, dalam pandangan Debord, telah mengalami degradasi dari menjadi (being) kepada memiliki (having) kemudian mempertontonkan (appearing). Ketiga aspek ini selalu dikendalikan atau disubtitusikan dengan alat tukar yakni uang. Ketika ketiga aspek ini tidak terpenuhi, penonton tidak hanya terjajah (he...