Skip to main content

Ramadhan, Lebaran, dan Kemerdekaan 2013



Banyak harapan ingin dikerjakan pada ramadhan tahun ini. Sejuta angan hendak dikabulkan untuk membahagiakan banyak orang. Ada pihak-pihak utama yang hendak 'diselamatkan' dari lembah kebisingan kota. Apa kata, rencana tinggal rencana. Angan dan cita tinggal angan dan cita. Inilah kemudian masa yang membuat semua gugur ke bumi dan kembali menangisi nasib.

Juli Agustus adalah bulan yang kepayahan. Dari jutaan kepayahan, waktu untuk diri kemudian tersingkirkan dengan cepat dan gampang. Semua dikorbankan untuk orang-orang tersayang. Tapi banyak keliru rupanya. Ah, apa guna pula diceritakan yang menguras emosi di laman publik ini. Tak baik untuk kesehatan hati.

Perjuangan panjang dan melelahkan itulah yang kemudian semakin memuncak dengan konteks yang tak menarik hati. Saudara, ada banyak duri rupanya hari ini. Meski begitu akal sehat dan harapan tinggi selalu membayangi. Dengan mencemooh akal sehat dan harapan tinggi berkata, "Sudah lama kau berjuang, jadi selalulah berjuang".

Mengingat ini, geli juga jika tak berbuat apa-apa tapi memanen hasil yang lumayan tinggi. Bukan ibu, saudara, dan bangsa yang takut kau tipu-tipu, tapi dirimulah yang enggan kau tipu. Baiklah, mulai mengerti.

Meski begitu, tahun ini adalah tahun beruntung yang pernah kudapati, meski ada yang bolong diantaranya. Ada deretan yang membuat tersenyum jika mengingat. Dan, ada deretan yang membuat menelan ludah pahit jika terbayang. Kemudian, dengan setengah pongah, ini bukan levelmu, levelmu yang itu.

Ramadhan, lebaran, kemerdekaan; tiga hal yang menyenangkan sekaligus yang mengeraskan. Tiga budaya yang menyatu semenjak masih bayi hingga kini. Di tengah masa ini, aku berbuat untuk kehidupan, meski kecil tentunya.

Ramadhan, lebaran, dan kemerdekaan, senang telah lama mengenal kalian.

see you next years ^_^

Dedees

Comments

Popular posts from this blog

Jakarta Undercover, Seksualitas Membabi Buta Orang-orang Ibu Kota Negara

Judul : Jakarta Undercover 3 Jilid (Sex 'n the city, Karnaval Malam, Forbidden City) Pengarang : Moammar Emka Penerbit : GagasMedia Tebal : 488/394/382 halaman Cetakan : 2005/2003/2006 Harga : Mohon konfirmasi ke penerbit Resensiator : Adek Risma Dedees, penikmat buku Jakarta Undercover, buku yang membuat geger Tanah Air beberapa tahun silam, pantas diacungi empat jempol, jika dua jempol masih kurang. Buku ini menyuguhkan beragam peristiwa dan cerita malam yang kebanyakan membuat kita ternganga tak percaya. Kebiasaan atau budaya orang-orang malam Jakarta yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini bukan perihal percaya atau tidak, namun merupakan tamparan fenomena dari kemajuan itu sendiri. Menurut pengakuan penulis dalam bukunya, Moammar Emka (ME), yang seorang jurnalis di beberapa media lokal Ibu Kota, tentu saja cerita ini didapatkan tidak jauh-jauh dari pergulatan kegiatan liputannya sehari-hari. Tidak kurang enam tahun menekuni dunia tulis menulis, ME pun menelurkan ber...

Review Encoding/Decoding by Stuart Hall

Stuart Hall mengkritik model komunikasi linear (transmission approach) –pengirim, pesan, penerima- yang dianggap tidak memiliki konsepsi yang jelas tentang ‘momen-momen berbeda sebagai struktur relasi yang kompleks’ serta terlalu fokus pada level perubahan pesan. Padahal dalam proses pengiriman pesan ada banyak kode –pembahasaan- baik yang diproduksi (encode) maupun proses produksi kode kembali (decode) sebagai suatu proses yang saling berhubungan dan itu rumit. Proses komunikasi pada dasarnya juga berkaitan dengan struktur yang dihasilkan dan dimungkinkan melalui artikulasi momen yang berkaitan namun berbeda satu sama lainnya –produksi, sirkulasi, distribusi/konsumsi, reproduksi (produksi-distribusi-reproduksi). Landasan Hall atas pendekatan ini adalah kerangka produksi komoditas yang ditawarkan Marx dalam Grundrisse dan Capital, terminologi Peirce tentang tanda (semiotic), serta konsep Barthes tentang denotatif dan konotatif yang bermuara pada ideologi (denotative-connotative-id...

Review The Commodity as Spectacle by Guy Debord

Menurut Debord sistem kapitalisme yang mendominasi masyarakat menciptakan kesadaran-kesadaran palsu para penonton atau audiens untuk memenuhi segala bentuk kebutuhan, baik berupa barang (komoditas) ataupun perilaku konsumtif. Kesadaran palsu ini dibangun melalui citra-citra yang abstrak atau bahkan irrasional, yang dianggap rasional oleh penonton, sebagai bentuk pengidentifikasian diri dalam relasi sosial. Relasi sosial ini bergeser jauh dan dimanfaatkan oleh era yang berkuasa sebagai komoditas dalam dunia tontonan. Kaum kapitalis mempunyai kontrol yang kuat atas apapun termasuk mampu mengubah nilai-nilai personal menjadi nilai tukar. Hal ini sejalan dengan otensitas kehidupan sosial manusia, dalam pandangan Debord, telah mengalami degradasi dari menjadi (being) kepada memiliki (having) kemudian mempertontonkan (appearing). Ketiga aspek ini selalu dikendalikan atau disubtitusikan dengan alat tukar yakni uang. Ketika ketiga aspek ini tidak terpenuhi, penonton tidak hanya terjajah (he...