Tulisan ini mungkin akan kurang mengesankan bagi pihak yang merasa tersinggung, terutama audiens mahasiswa. Apa lacur, di balik kemeriahan dan kegembiraan, tersimpan benih-benih yang siap berteriak, memaki, yang kemudian meledak. Bahwa, inilah keniscayaan itu. Sekitar seribu mahasiswa dari berbagai kampus duduk bersila menghadap panggung di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri Universitas Gadjah Mada. “Ticket sold out, tapi panitia mencetak ulang,” begitu kata seorang singer dari band pengisi. Untuk acara kampus macam Earthernity Fest 2013 ini, band-band’an model begini cukup besar dan menyedot perhatian. Audiens duduk manis dan sesekali menjepret dengan sopan. Audiens, dalam hitungan jari, coba menghayati (ikut bernyanyi) bersama band-band lokal dan yang dari berbagai kampus. Selebihnya –seperti tengah berziarah- menekur dan terpesona dengan penampilan lighting serta kerumunan penjinjing DLSR merangsek panggung. Ini awal. Ketika band polska dari kampus seni Yogyakarta, Auret...