Tulisan ini terinspirasi dari kolom Hamdi Muluk, Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia dalam Majalah Gatra (edisi 10-16 April 2014) berjudul Antara Political Branding dan Iklan Politik. Menyimak kampanye calon legislatif (caleg) dan partai politik tempo hari, kita menyaksikan jor-joran antara figur (aktor politik) dan partai politik saling adu kecepatan dan bahkan saling sikut untuk berebut citra. Tak hanya di televisi, media cetak, dan situs jejaring, bahkan di depan pagar rumah pun, mereka (aktor dan partai politik) berebut ruang, berebut waktu, berebut perhatian, dan berebut ‘siapa cepat dia dapat’ untuk meraup simpati konstituen dalam Pemilihan Umum. Bentuknya, menebar banyak poster, spanduk, baliho, dan seterusnya yang memohon ‘minta dukungan dan doa restu’ serta tak lupa tagline ‘berjuang demi rakyat’. Dan kita menyaksikan bersama-sama, berminggu-minggu, aktor politik bermanuver dan citra populis pun dibangun di sana sini. Citra yang berasosiasi publik sebagai toko...