Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2011

Mobil Gorden Coca-Cola

Belajar Kepemimpinan dari Cina

Judul : The Little Red Book Leadership Secrects of Mao Tse-Tung Penerjemah : A. Rachmatullah Penerbit : ONCOR Semesta Ilmu Tebal : x + 230 halaman Cetakan : Pertama, 2010 Harga : Rp 40.000,- Resensiator : Adek Risma Dedees, Mahasiswa Sastra Indonesia UNP “Kita harus memberi pemahaman kepada rakyat bahwa negara kita ini masih miskin, dan kita tidak dapat merubah keadaan dalam waktu singkat; perubahan hanya mungkin terjadi jika generasi muda bersatu dengan rakyat, bekerja keras; hanya dengan cara demikian Cina akan menjadi kuat dan makmur dalam beberapa dekade ini. Penerapan sistem sosialisme kini telah membuka jalan kita menuju masyarakat yang ideal pada masa depan, namun untuk mewujudkannya dibutuhkan kerja keras.” On the Correct Handling of Contradictions Among the People (27 Februari 1957). Kalimat di atas salah satu quotation dari Mao Tse-Tung dalam menyemangati anak-anak muda Cina untuk bangkit dari kemiskinan dan ketertinggalan dari bangsa lain. Calaan-celaan yang dihu

Sepasang Sepatu

Sepatu pada awalnya berfungsi melindungi kaki dari berbagai ancaman. Sebagai pelindung, sepatu selayaknya digunakan dengan rasa aman dan mendukung berbagai kegiatan yang dilakukan. Saat ini, sepatu tidak hanya sebagai penopang kaki dan tubuh ketika berjalan, namun juga menggambarkan kelas seseorang yang memakai sepatu. Jenis dan mode sepatu apa yang akan digunakan bisa saja menjadi persoalan besar. Apakah seseorang pantas mengenakan sepatu itu atau tidak? Persoalan ini pun bisa menyangkut apakah seseorang pantas dan memenuhi syarat dimasukkan ke dalam kelompok tertentu atau harus pindah ke kelompok lain. Sepasang sepatu mampu menggambarkan bagaimana status sosial seseorang. Sepasang sepatu juga mampu mengangkat atau menjatuhkan harkat, martabat, dan derajat manusia. Sepatu bermerek akan dipandang sebagai citra diri tersendiri (ekslusif) dan cenderung istimewa. Begitu juga sebaliknya. Sepasang sepatu mampu beralih fungsi tidak hanya sebagai benda pakai, tetapi mempunyai bahasa tubu

Jurnalistik Mahasiswa pun Perlu Kompetisi

Kunjungan perdana Studi Media dan Budaya Surat Kabar Kampus (SKK) Ganto di Jakarta sekitar sebulan lalu, 8 hingga 20 Agustus, pada surat kabar nasional Media Indonesia (MI). Salah satu media harian dari sekian banyak media yang berpengaruh terhadap pembentukan opini masyarakat Indonesia ini, tak segan-segan memberikan pendapat, berbagi ilmu seputar dunia jurnaistik serta evaluasi terhadap SKK Ganto. Bertamu sekaligus belajar pada media nasional yang lebih profesional dari media kampus kami, kira-kira demikian kalimat yang cocok untuk menggambarkannya. Lain MI lain pula Ganto. Jika pada keredaksian MI terdapat sesuatu yang menjadi ciri khas media ini, Ganto pun demikian. Perbedaan kontras dalam pemberitaan dan laporan antarmedia ini tidak begitu jauh. Walau pangsa pasarnya berbeda namun hakikat dan kode etik pun selalu dijalankan. Bincang-bincang dengan kepala divisi pemberitaan MI, Ade Alwi, memaparkan seputar pemberitaan mulai dari ide yang diusung, hipotesa pra turun ke lapang

Demam Korea dan Nasionalisme

Merebaknya kegemaran anak muda atau remaja Indonesia akan artis-artis kawakan dari Negara-Negara Matahari Terbit seperti Cina, Jepang, ataupun Korea, memberikan keasyikan tersendiri untuk disimak. Berawal dari kegandrungan mengikuti serial filmnya baik di televisi maupun membeli VCDnya. Tak sampai di situ, untuk mengikuti sepak terjang sang aktor dan aktris dalam kehidupan sehari-hari, tak sedikit remaja bela-belain membeli majalah yang memuat idola mereka atau bahkan mengaksesnya di dunia maya, salah satunya mem-follow sang idola pada jejaring sosial seperti twitter ataupun facebook. Dari sekian banyak aktor dan aktris tersebut, aktor yang berasal dari Korea lebih mendapat tempat. Genre musik dan style tersendiri dari personilnya kelihatan lebih menarik dari yang lain. Mulai dari penampilan aksi panggung sang idola, keterlibatan idola dalam sebuah talk show versi Korea, dan berbagai iven lainnya yang mengikutsertakan sang idola. Walaupun subtansinya hanya sekedar lucu-lucuan. Sang id

Pornografi Ancaman Karakter Bangsa

Maraknya peredaran video seks di dunia maya yang ‘menghimbau’ masyarakat luas untuk melihatnya, semakin mencerminkan watak bangsa yang memprihatinkan. Peredarannya begitu mudah diakses oleh siapa saja, termasuk di sini remaja dan anak-anak. Yang menjadi momok menakutkan adalah, aktor atau pelaku dalam video seks ialah seorang publik figur yang menjadi idola. Kenyataannya, apa yang dilakukan oleh pengidola tidak akan jauh-jauh dari apa pula yang dilakukan idola, yang selalu dibanggakannya. Mudahnya remaja dan anak-anak mengakses internet yang di dalamnya banyak gambar dan video seks, akan menjadi semacam ancaman yang serius. Degradasi moral dan pembentukan karakter yang bobrok pun akan merajalela. Ini lah kecemasan dan ketakutan serius, baik bagi orang tua, keluarga, maupun negara. Antisipasi dan tindakan yang mangarah kepada ketertiban-ketertiban penguasa internet, mulai dilakukan pemerintah, seiring maraknya beredar video seks sepuluh hari belakangan. Beredarnya video seks yang akto

Pesta ‘Kemunafikan’ Nan Menggoda

Pesta demokrasi lima tahunan tahap pertama bangsa ini baru saja selesai. Mengapa tahap pertama? Karena masih ada tahap berikutnya, yakni pemilihan presiden dan wakil presiden pada 20 Juli mendatang. Kemudian, mungkin, disusul lagi putaran kedua pemilihan yang sama pada bulan September 2004 lalu, jika tidak ada calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) bisa memenangkan 50 persen pada putaran pertama. Sangat melelahkan, tetapi itulah konsekuensi pesta penghamburan uang rakyat yang harus dilewati. Hasil dari pemilu legislatif tahap awal ini pun sebenarnya sudah bisa dilihat dari hasil penghitungan suara dari Quik Count (penghitungan cepat) dan penghitungan suara di pusat tabulasi suara tingkat nasional. Dari awal sebenarnya sudah bisa diprediksi kalau partai yang akan menjadi pemenang adalah partai yang mempunyai dana kampanye yang berlebih. Dana yang bisa menghipnotis rakyat dengan iklan di media massa, membeli suara, melakukan serangan fajar, memanipulasi penghitunga

Tereduksinya Mahasiswa

Menghancurkan dan membangun. Siklus ini yang selalu berputar dalam gerakan mahasiswa. Dan itu harus ada. Dewasa ini peran mahasiswa mulai terkikis oleh keadaan pasca reformasi yang carut-marut, sehingga mahasiswa telah banyak kehilangan posisinya sebagai agen perubahan (agent of change). Hal ini bisa dilihat dari penurunan kualitas mahasiswa dan kualitas gerakan mahasiswa itu sendiri. Saat ini, dalam menanggapi suatu kebijakan pemerintah, mahasiswa cenderung bergerak sendiri tanpa ada suatu gerakan bersama, sehingga gerakan mahasiswa era reformasi ini, banyak yang mentah dan cenderung terlibat dalam gerakan anarki demi satu tujuan, yaitu eksistensi. Menurut Sutan Syahrir (1966) peran mahasiswa tereduksi oleh sifat anarko sindikalisme, dimana mahasiswa saat ini tidak mempunyai suatu gerakan bersama, antargolongan mahasiswa dan menganggap golongannya lebih superior dibanding golongan mahasiswa lain. Hal ini menyebabkan gerakan mahasiswa tersentralisasi dan hanya pada gerakan monumenta

Pemilu Mahasiswa

Seiring waktu, kepengurusan sebuah organisasi harus diakhiri dan digantikan oleh orang-orang baru dan tentunya berbeda. Bagi yang harus hengkang atau meninggalkan, tentu akan lebih baik tidak meninggalkan ‘pekerjaan-pekerjaan rumah’ yang memusingkan. Pasalnya, tidak sedikit organisasi mahasiswa atau ormawa, ketika tak menjabat lagi, beribu masalah dan kendala diwariskan. Sedangkan bagi yang akan duduk pada kursi baru yang sebelumnya belum pernah diduduki, jangan pula terlalu hanyut dan terbuai ke awan-awan hingga lupa akan kewajiban dan tanggung jawab. Bukankah jika posisi seseorang semakin tinggi, tuntutan tanggung jawab dan kewajiban semakin tinggi atau besar pula? Demikian setidaknya pesan yang disampaikan penulis kepada mahasiswa sebelum beringsut dari tahta dan akan segera bertahta dalam tataran organisasi mahasiswa di kampus. Dunia mahasiswa adalah miniatur dari bentuk sebuah negara. Kita hidup di Republik Indonesia (RI) dengan seorang presiden sebagai kepala negara. Sebuah kam